Bab 25 Terhempas

1.1K 97 3
                                    

CINTA KEDUA

-
-
-
[]

Sebenarnya perlakuan Adil membuat Meira seperti akan terbang ke awan. Adil memperlakukan Meira bak ratu. Sehingga Meira merasa dicintai dan dihargai. Namun, tetap saja rasa takutnya pun tidak pernah pudar dalam dirinya. Ketakutan akan pengkhianatan dan rasa trauma, masih jelas terasa.

Siang itu di aula ballroom hotel Mercure tempat acara akan dilaksanakan. Sudah ramai dengan para penulis baik pemula dan profesional. Termasuk editor dan para pemilik atau owner dari penerbit.

Adil sudah pasti duduk bersama dengan rekan sesama editor dan orang pusat lainnya. Justru Meira tidak menyangka jika acara hari ini begitu resmi. Padahal sebelumnya Meira mengira acaranya hanya seperti workshop saja.

Acara sambutan dan lainnnya sudah terlaksana. Kini Eli selaku panitia dan pembawa acara pun meminta kepada Adil untuk memberikan sambutan.

Adil berjalan ke depan aula dengan begitu percaya diri. Memakai kemeja putih dengan lengan yang digulung sampai siku. Celana jeans dan sepatu kets putih, tidak lupa jam tangan yang selalu nempel di tangan kirinya. Rambut hitamnya yang rapi, tinggi badan yang proporsional, tatapan dingin yang bikin orang lain penasaran.

Membuat Meira menyadari kalau Adil itu luar biasa. Ada rasa bangga dalam dirinya karena dia bisa menaklukkan hati Adil tanpa susah payah. Padahal penulis lain terutama yang wanita, itu sering kali mencari perhatian kepada Adil, namun tidak ada satupun yang ditanggapi. Itu mengapa sebabnya kedekatan Adil dan Meira langsung menyebar.

"Kurang lebih tujuh tahun saya berkecimpung di dunia literasi. Meskipun selalu ada dibalik layar. Dengan penilaian atau hujatan dari para penulis yang bilang saya angkuh, sombong dan lain sebagainya. Tapi, memang saya sulit sekali berinteraksi dengan orang lain. Bukan saya anti sosial juga, tapi saya bisa menyebutkan diri saya sebagai introvert.

"Sekarang saya berada disini, ingin berpamitan kepada kalian semua. Terutama rekan-rekan yang sudah banyak membantu saya selama ini. Tepat sebulan yang lalu saya mengajukan resign karena satu dan lain hal. Sebenarnya saya tidak terbiasa untuk speaking publik seperti ini. Hanya saja, rasanya tidak etis, kalau saya pergi begitu saja, padahal selama ini kita aktif di grup. Untuk semuanya sekali lagi, jika saya banyak salah atau pernah menyinggung perasaan kalian secara sadar ataupun yang tidak saya sadari, mohon bukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya."

Saat Adil sedang berpamitan, Sandra menoleh ke Meira yang duduk disampingnya dengan wajah yang tidak ada senyum sama sekali. Sulit diartikan.

"Ra, kamu tahu soal ini?" Tanya Sandra pada Meira yang masih menatap Adil dengan raut kecewa.

Meira hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia memutar kembali obrolan apa saja semalam bersama Adil. Satu persatu Meira mencoba mengingatnya. Takut kalau dirinya melewatkan satu bahasan. Tapi, sepanjang Meira mendengar dan mengingat kembali, tidak ada satupun Adil membahas kalau dirinya akan resign.

Lantas ini semua apa? Semalam itu apa? Pagi tadi pun apa? Bukankah Adil mengatakan kalau dia tidak ingin melepaskannya lagi? Bukankah Adil bilang kalau dirinya ingin serius dan berencana untuk bertemu dengan Ibu dan Keira?

Meira tidak tahan, padahal beberapa saat lalu rasanya Meira seperti sedang terbang diatas awan. Tapi, ternyata dihempaskan kembali dengan kenyataan yang begitu perih.

Cinta Kedua ( Tamat ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang