- ∞ -
"Winter pulang."
Doyoung. Kakak lelakinya menoleh, memandang kehadiran sang adik di depan pintu yang wajahnya terlihat lesu
"Baru pulang win?"
Winter mengangguk menanggapi, sembari melepas kedua sepatu yang semula dipakainya dan kemudian ia taruh pada rak sepatu. Langkahnya gontai.
"Kayak cape banget kamu, banyak acara ya di sekolah? OSIS? Ekskul? Atau dari bimbel?"
Winter menggeleng, "Banyak pikiran kak."
Doyoung yang tertarik ingin tahu perihal adiknya, menopang wajahnya dengan siku tangan kiri diatas sandaran sofa yang setinggi bahunya ketika duduk. Otomatis badannya pun menaik.
"Mikirin apa sih, kok segitunya?"
Lagi lagi hanya gelengan yang diberi Winter, "Gak deh. Gak jadi. Lupain aja."
"Aku naik dulu ya kak. Mau mandi, gerah."Doyoung kembali duduk, raut kecewa terlihat diwajahnya. Tapi ia menghargai keputusan adiknya. Nanti juga Winter akan bercerita jika ia ingin, pikirnya.
"Ya udah. Inget tapi, jangan langsung mandi kalo masih keringetan." Peringatnya.
"Siap pak dokter."
Winter melesat naik menuju kamarnya. Setelah masuk, dengan hati-hati ia menutup pintu kamarnya. Tak ingin menganggu ketenangan penghuni lain rumah ini selain dirinya. Maksudnya mama di kamar juga kakaknya di bawah tadi. Lain dengan papanya yang pergi bekerja.
Winter melempar asal ransel miliknya. Ia memandang papan tulis yang tergantung di dindingnya. Catatan ringkasannya terakhir kali mengenai hukum perdata.
Lalu matanya beralih pada bingkai foto yang terletak di atas meja belajarnya. Disana terdapat dua bingkai foto, yaitu foto keluarganya juga Hugo Grotius, sang Bapak Hukum Internasional, sebagai role modelnya.
Winter kemudian membanting diri jatuh di atas kasur empuknya.
Ia menatap sekeliling kamarnya. Dinding kamarnya terhias oleh beberapa vinyl dari penyanyi dan band yang ia gemari.
Di sudut kamarnya terdapat lemari kaca kecil yang isinya berupa koleksi casette tape berdasar desainnya. Sedangkan yang menyimpan video asli tengah berserakan didekat VCR nya.
Adapun pada dinding di depan meja belajarnya, tertempel berbagai post it sebagai reminder nya. Rencana apapun akan ia tulis disana, terlebih lagi yang penting. Khawatir terlupa.
Sedangkan rak buku dipenuhi buku buku miliknya, baik pemberian atau ia beli dengan uang tabungannya sendiri.
Jenis bukunya pun beragam, mulai dari pengembangan materi dari mata pelajaran di sekolahnya sampai banyaknya buku latihan soal kejuruan Ilmu Hukum dan Psikologi.
Winter bangkit terduduk.
'Apa gue iyain aja permintaan Ryujin buat gantiin dia? Biar gak flat banget hidup gue.' Monolognya.
'Selama ini kan kerjaan gue juga cuma belajar terus, sama bantuin mama di rumah.'
'Ih tapi kan emang itu tugas gue.'
'Terakhir kali gue cinta cintaan kapan coba? Kelas 4 SD. Udah lama banget.'
'Tapi kalo sekarang sampe kebablasan pacaran, gue yang rugi. Gue kan udah bikin planning masa depan, yang kalo itu keganggu gara gara cinta atau bahkan pacaran, cita cita gue yang jadi taruhannya.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Intuisi | Winter x Junkyu
Teen Fiction"𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱-" ❝𝘞𝘪𝘯, 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘱𝘢 𝘬𝘦𝘳𝘢𝘴 𝘶𝘴𝘢𝘩𝘢 𝘨𝘶𝘦 𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘯𝘨𝘢𝘭𝘪𝘩𝘪𝘯 𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳𝘢𝘯 𝘨𝘶𝘦, 𝘵𝘦𝘵𝘦𝘱 𝘨𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢. 𝘜𝘫𝘶𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘭𝘰, 𝘞𝘪𝘯.❞ ... ©augudtlue, 2022