003. D-Date

115 20 2
                                    

- ∞ -

"SERIUS WIN?!!"

Suara memekakkan telinga itu terdengar dari sambungan telepon di seberang.

"Ish. Lo berisik gue batal."

"Jangan dong win, iya nih engga berisik lagi. Tapi jangan dibatalin, kemana lagi gue harus memohon kalo bukan lo. Duh baiknya, cantiknya Winter. I Love You So Much."

"Jijik dih, sinting ya lo?"

"Hehe, gue kasih apapun yang lo pengen deh."

"Serius nih? Album GOT7 bisa? atau Seventeen. Atau langsung orangnya aja sekalian, gue pengen Mingyu sama Jackson."

"Lo jangan ngelunjak ya win astaga."

"Lo yang ngomong sendiri mau ngasih apapun yang gue pengen."

"Ya jangan sampe orangnya juga, abis duit gue buat ngundang mereka."

"Halah, nyokap lo aja artis jin. Ada kali jalur orang dalem dari temen, kesana sini, terus nanti nyampe ke mereka."

"Iya juga ya, yaudah kapan kapan kalo bisa. Gue juga sekalian pengen nonton GOT7."

"Yaudah buat album, boleh deh album, iya."

"Serius?? Seventeen jin, seventeen. Kalo GOT7 kan gue tinggal nyolong dari kamar lo, hehe."

"Bocah tengil. Mau yang mana? Darl+ing?"

"IYA IYA!!!"

"Oke, ntar ya gue beliin."

"Asikk!! Love you Ryujin."

"Najis, alay. Lagian lo tuh ya masa hidupnya flat banget, belajar mulu lo. Padahal peluang lo banyak loh."

"Tuh atlet cakep-cakep, anaknya temen mama papa lo, pada kesemsem sama lo tapi gak lo notice, keterlaluan."

"Haha. Gak dulu dah. Bapak sama abang gue posesif soalnya."

"Dih, gak nyambung dasar."

"Dah-dah, gue matiin nih. Cuma mau bilang itu doang tadi niatnya."

"Heeum. Thanks banget ya win sekali lagi. Inget, jangan belajar terus, ngebul noh otak lo yang ada."

"Yeuh, bocah sesat. Iya bawel iya. Dah sama sama."

"Dadah."

Sambungan telepon pun terputus.

Beberapa detik kemudian, bubble chat dari Ryujin masuk di layarnya.

Ryu
Hari minggu di Cafe Atlantic jam 09.00 ya win.

ok.

Winter mengirim balasan singkatnya.

Ia membanting ponselnya di kasur. Merebahkan diri.

'Bener nih apa yang gue putusin?' Monolognya.

'Dah deh, semoga gapapa. Lagian gue kan tugasnya bikin dia ilfeel, bukan niat jatuh cinta dan sebagainya.'

Hingga lelah pikirannya itu mengantarkannya menuju alam mimpi malam itu.

•Intuisi•

09.07, Sunday, Atlantic Cafe.

Winter, gadis cantik bersurai pendek itu berlari terburu-buru memasukki sebuah kafe tempat pertemuan sesuai yang telah dijanjikan.

Hari ini, hari dimana ia memulai pekerjaannya 'membantu Ryujin' dengan berpura-pura menjadi Ryujin yang dijodohkan.

Alhasil disinilah Winter berdiri sekarang. Dengan Ryujin yang ngoceh terus menerus melalui panggilan di teleponnya.

"Inget, lo bikin dia terpesona sama lo tapi abis itu lo jatohin dia sejatoh-jatohnya sama harapan dia ke lo."

Winter yang masih rusuh, hanya mengiyakan ucapan Ryujin dari teleponnya.

Dengan posisi ponsel yang ia apit diantara telinga kanan dan bahunya. Serta tangannya yang sibuk membetulkan tasnya.

"Iya iya. Dah dulu ah, gue telat."

"Oh bagus. Bikin dia kesel karena lo telat."

"Iya Shin Ryujin, iya. Gue matiin teleponnya sekarang. Nanti gue kabarin lagi."

"Ok-"
Pip.

Winter dengan segera memasukkan ponselnya kedalam tas yang berada di gendongannya. Bertanya pada barista, dan berjalan menghampiri meja yang dijanjikan.

Dirinya pun duduk di hadapan seorang pria yang diduganya sebagai pria yang seharusnya dijodohkan dengan Ryujin. Anak tante Jisoo, teman mama Ryujin.

"Sorry-sorry, gue telat."

Lelaki itu terkejut melihat Winter. Pupil matanya membesar memandang Winter.

Lelaki dengan setelan denim sepaket. Jaket dan celananya. Juga kaus oranye nya dengan corak garis putih.

Cocok dengan setelan yang dipakai Winter.

Kalau perlu dijelaskan, penampilan Winter hari ini begitu berbanding dengan kebiasaan sehari-hari nya.

Ia yang kerap kali nyaman dengan celana santai untuk berjalan-jalan, memilih memakai setelan feminim untuk pertemuan kali ini. Perintah dari Ryujin sebenarnya.

Dengan balutan rok hitam diatas lutut, kaus putih polos dan jaket denim, perawakannya terlihat begitu menawan dan elegan. Belum lagi pembawaannya yang anggun.

Rencananya, Winter menyengaja tampil feminim namun dengan sifat yang seenaknya, sebagaimana adanya, sifatnya yang biasa. Dengan begitu, lawan bicaranya ini akan merasa jengkel padanya.

"Ekhm, sorry?"

Winter melambaikan tangan dihadapan wajah lelaki yang sepertinya terpesona olehnya.

'Gotcha'

"Eh, iya??" Lelaki itu tersadar. Membetulkan posisi duduknya. Merapikan diri dan jaket denimnya.

"Lo anaknya tante Roseanne?" Tanya pria itu memulai.

Winter mengangguk. Mengulurkan tangannya. Lengkap dengan senyuman manis yang memikat di pertemuan pertama mereka. "Gue Shin Ryujin."

Lelaki itu balas mengangguk. Ia bahkan membalas uluran tangan Winter yang berpura-pura menjadi Ryujin. "Kim Junkyu, Junkyu."

"Ah, oke." Winter mengangguk paham.

"Lo kayaknya lebih muda dari gue ya?" Celetuk Junkyu.

"Gue kelas 11."

Junkyu mengangguk. "Ah, bener berarti. Gue 1 tahun lebih tua dari lo. Kelas 12."

"Perlu gue panggil kakak?"

"Terserah lo aja. Gak juga gapapa. Kayak biasa aja, senyamannya lo."

Winter mengangguk.

Baiklah, langsung saja ia memulai langkah pertamanya. Menunjukkan gerak gerik tak nyaman yang disadari oleh Junkyu.

Dari bagaimana ia menatap sekelilingnya dengan aneh membuat matanya berkeliling sedangkan tangannya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Eh, kita gak mau makan di tempat lain aja? Kafe agak gimana gitu."

"Lo sukanya dimana emang??"

Winter menimang-nimang. "Kalo gue sih lebih suka lesehan sebenarnya. Rumah makan biasa gitu sih berarti."

Junkyu diam sejenak. Lalu dirinya berucap, "Atau mau pindah aja?"

Winter mengangguk antusias. "Boleh."

- ∞ -

Intuisi | Winter x JunkyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang