Bantu vote, ya.
Kini dibelakang mansion Maxi tengah disibukkan dengan acara bakar-bakar sesuai dengan rencana Revin dan Aston tadi.
Terlihat Aston tengah mempersiapkan alat pemanggang dan beberapa kayu bakar untuk dibuat api unggun, dibantu dengan beberapa bodyguard yang berjaga disana.
Stella dan Riri sedang mengambil beberapa sosis, jagung, daging ayam, ikan, dan beberapa seafood. Di mansion Maxi memang serba ada. Tentu saja Maxi persiapkan jika sewaktu-waktu dirinya atau bahkan gadisnya menginginkan itu.
By the way, Sang Tuan Rumah sendiri kini tengah bermanja bersama kekasih tercintanya. Maxi dan Zhelica duduk dengan beralaskan sebuah kain yang cukup untuk beberapa orang yang digelar diatas rerumputan.
Sedangkan Rogi, si manusia es satu itu duduk di kursi belakang tempat Maxi dan Zhelica duduk.
Cuaca malam ini cukup dingin. Itu sebabnya Maxi memakaikan sebuah hoodie putih miliknya di tubuh mungil Zhelica.
"Woi, Repin! Bantuin napa" ujar Aston saat melihat Revin tengah bersantai ria disebelah Maxi duduk.
"Iya, Kak Revin nyantai mulu kerjaannya" sahut Riri. Ia telah kembali bersama Stella dengan tangan membawa beberapa menu barbeque.
"Yaelah, pren. Gak bisa banget liat temennya nyantai bentar. Noh, Pak Bos juga lagi nyantai gak lo tegor" sinisnya.
"Itu beda cerita, njir. Bos kan tuan rumah"
'Mana berani gue, bisa-bisa kena pecat' lanjut Aston dalam batinnya.
"Alah! Bilang aja lo takut, cemen lo!"
"Ap-"
"Udah deh, Kak. Kapan kelarnya kalo gitu terus" sela Stella. Kalo gak digituin bakal manjang tuh.
"Yaudah-yaudah, sebagai temen yang baik hati dan dermawan, gue bantu deh" seru Revin.
"Ya emang harus gitu, cepet bantuin"
"Lo juga, Gi! Bantu napa, enak banget idup lo" ujaran sinis itu Aston layangkan pada Rogi.
"Ck! Ganggu banget" desis Rogi lirih. Meskipun begitu, ia tetap beranjak ke arah panggangan, membantu yang lain.
Sedangkan ditempat dua insan yang tengah bermesraan itu, Zhelica mendongakkan kepalanya menatap Maxi.
Maxi yang sadar gadisnya tengah menatapnya pun menundukkan kepalanya.
"Kenapa, hm?" tanyanya diakhiri kecupan ringan dikening Zhelica.
"Mau bantu juga" ujar Zhelica.
"Gak usah, kamu disini aja sama aku"
"Tapi mau nyoba bakar itu. Lica belum pernah" ucapan lirih itu Zhelica layangkan pada Maxi diiringi puppy eyes nya. Berharap lelakinya itu mengabulkan permintaannya.
Melihat itu, membuat Maxi menghela nafas. Kenapa begitu menggemaskan dipenglihatannya.
"Ayo. Tapi cuma pegang sebentar, ya? Nanti kalo api nya kena tangan kamu gimana? Itu bahaya, sayang"
"Iya. Ayo cayang, cuma sebentar deh janji" serunya semangat. Zhelica tidak boleh menyia-nyiakan izin Maxi ini. Sungguh momen langka bukan?
Maxi bangkit dari posisi nyamannya dengan menggandeng tangan mungil Zhelica yang tertutupi lengan hoodie nya yang panjang. Kaki nya melangkah menuju api unggun yang tak jauh dari tempatnya bersantai tadi. Menjatuhkan bokongnya didepan kayu yang telah berkobar api tersebut, dengan Zhelica duduk dipahanya.
"Riri, Lica minta jagungnya satu. Eh dua aja, buat Lian satu" pintanya sambil menengadahkan tangan kanannya ke arah Riri yang duduk tak jauh darinya.
Dengan senang hati Riri mengambil dua jagung untuk ia berikan pada Zhelica.
"Maaci, Riri" ucap Zhelica saat tangannya menerima dua jagung dari sahabatnya itu.
"Sama-sama, Zhel"
"Sini, sayang. Biar satu nya aku yang pegang" pinta Maxi mengambil satu jagung ditangan Zhelica.
Dengan sabar Zhelica menunggu jagungnya siap untuk dimakan. Sambil menunggu yang lain selesai juga. Niat hati ingin membantu memanggang yang lain, tapi apalah daya jika kekasih overprotective nya berulah. Biasalah.
***
Setelah semuanya selesai, kini mereka duduk lesehan diatas kain yang cukup luas. Cukup untuk mereka bertujuh duduk.
Mereka duduk melingkar dengan semua makanan berada ditengah-tengahnya.
"Enaknya sambil nobar nih, gengs" celetuk Revin.
"Yaelah, ribet Pin. Harus pasang ini itu dulu" sahut Aston.
"Lian kan punya bioskop" ucap Zhelica mendongakkan kepalanya kearah Lian yang menyuapinya beberapa biji jagung.
"Nah, iya tuh" timpal Revin.
"Boleh kan, Max?" lanjutnya.
"Boleh lah, boleh lah. Yaaa?" bujuknya dengan wajah memelas.
Maxi sendiri hanya menatap Revin dengan jengah. Bisa-bisa gadisnya benar-benar melewatkan jam tidurnya. Ini pun sudah lewat hampir satu jam lamanya.
"Udah larut, Lica butuh istirahat" ujarnya tegas dengan tangan yang tak berhenti menyuapkan jagung pada mulut Zhelica.
"Ih Lian mah. Lica juga mau nobar" bujuk Zhelica. Tak lupa dengan rengekan manjanya.
"Udah malem, sayang. Jam tidur kamu udah lewat"
"Aaaa Lica mau nonton sama temen-temen"
"Lian jahat. Lica gak sukaaa"
Akhirnyaaa... keluar sudah wajah memelas dengan puppy eyes nya itu. Jika sudah begini, apa yang harus Maxi lakukan?
Tentunya menuruti keinginan ibu negara, dengan perasaan dongkol. Matanya memicing kearah Revin, seolah memberi peringatan kecil.
"Iya, sayang iya. Nanti nonton sama yang lain. Jangan bilang kalo kamu gak suka sama aku, honey. Aku gak suka dengernya, paham?"
"Iya paham, cayang. Maaf" ucap Zhelica penuh sesal.
"Gapapa, tapi jangan diulangi. Sekarang habisin makanannya"
"Jadi nanti kita nonton, Max?" tanya Aston memastikan.
"Hm"
"Asikk, nonton horor lah kita nanti" heboh Revin.
Aston mendelik. "Diem, lo. Ucapin makasih noh sama Bu Bos, karena dia nyawa lo masih aman"
"Sensi amat lo, As. Pms, lo?"
"Diem, lo. Berisik"
Nah tuh. Si kulkas satu lagi nyaut. Pada diem kalau udah gini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Maximillian the Possessive Guy
Teen FictionKisah cinta si possessive Maximillian Harison dan si manja Zhelica Syaqueena Angelista. __________ Aku akhir-akhir ini jarang up hehe.