Bantu vote, ya.
Sebelumnya makasi banyak buat kalian yang kesabarannya setebal kamus bahasa Inggris yang di tumpuk-tumpuk, selalu nunggu aku buat up ~(つˆДˆ)つ。☆
Selalu enjoy ya kaliaaan ✧*。
***
Hari ini diawali dengan pagi yang cerah. Jam dinding di sebuah rumah berlantai dua sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit. Tepat saat itu juga seorang gadis dengan rambut sebahunya melenguh pelan, menandakan ia baru saja terbangun dari alam mimpinya.
Stella, gadis itu, kini mendudukkan dirinya kala gendang telinganya mendengar suara deringan telfon. Salah satu tangannya terulur ke arah nakas, meraih benda pipih tersebut lalu mengangkat telfonnya.
"Ya?" ucap Stella dengan suara khas bangun tidurnya, kedua matanya pun belum sepenuhnya terbuka.
"Yailah Stell, baru bangun lo?"
Stella mengernyit, merasa aneh dengan si penelfon. Sontak ia langsung melihat siapa yang menelfonnya itu.
Nomor tak dikenal. Who?
"Siapa? Sok asik banget" sarkasnya.
"Santai dikit dong, cakep. Udah ngegas aja"
"Masa lo gak kenal suara sexy gue?" lanjut si penelfon, Revin, si buaya darat.
"Dih, narsis amat masnya. Siapa si? Masih pagi udah dibikin bingung" ujar Stella. Mood nya hancur begitu saja.
"Ck! Ini gue elah Stell, Revin, Revin, yang gantengnya maksimal itu loh"
"HAHH?!"
Teriakan itu adalah sebuah refleks yang Stella lakukan. Siapa yang tidak kaget? Yang menelfonnya kini adalah Revin, perlu di ingat, REVIN.
Sebenarnya tidak ada yang begitu spesial, hanya saja Revin ini kan, ekhem nya Stella. Jadi yaa, begitulah.
"Etdah buset, pengang kuping gue. Kenapa si? Kaget banget kayaknya"
Stella gelagapan. Ia gugup sekarang, bagusnya ia harus bersikap seperti apa. Menjadi wanita centil, atau berusaha kalem dan sok jaim, atau atau atau ia harus apa adanya?
Stella menghela nafasnya pelan beberapa kali, kenapa ia selebay ini, berdehem sebentar, lalu...
"Eh nggak pa-pa kok, Kak. Kirain siapa, soalnya disini nomor baru padahal nomor Kak Revin udah aku save sebelumnya"
"Ini emang bukan pake nomor gue, ini nomor sekretaris gue di kantor. Hp gue dirumah, ketinggalan. Gak usah di save, sekretaris gue cowok"
Stella menahan nafasnya beberapa saat. Dirinya salting brutal.
"Iya Kak, nggak bakal aku save kok"
"Oh iya Stell, gue mau nanya, kesibukan lo ngapain aja sekarang?"
"Kesibukan aku? Kenapa ya Kak?"
Tentu saja ia bingung, tumben sekali Revin bertanya semacam itu.
"Gue mau tau. Setau gue kan lo gak ada kerjaan yang serius gitu, maksudnya belum yang kayak fokus di kerjaan. Nah, sekretaris gue ini mau cuti buat nyiapin nikahannya dia, ada lah beberapa bulan soalnya sekalian sampe honeymoon, kan kalo lo mau mah bisa gitu kerja bareng gue"
"Kerja apa, Kak? Sekantor sama Kak Revin, gitu?" tanya Stella memastikan. Pipinya sudah bersemu merah.
"Iya sama gue, gantiin sekretaris gue"
"Ekhm, E-emang nggak pa-pa, Kak?"
Diseberang sana terdengar kekehan kecil dari Revin. Sontak Stella menunduk, merasa malu dengan pertanyaannya sendiri.
"Gemes banget sih lo, ada-ada aja. Kan gue yang nawarin, Stell. Berarti emang kemauan gue"
"Tapi Kak, aku kan belum ada pengalaman lama kerja di perusahaan gitu, cuma sekedar ikut dikit-dikit di kantor Ayah"
"Kalo soal itu gak jadi masalah banget, nanti gue ajarin dikit-dikit"
Stella kembali berdehem pelan, berusaha menormalkan detak jantungnya yang kian menggila.
"Emm, yaudah boleh Kak, aku bisa coba"
"Yes! Serius ya, Stell?"
"Iya, Kak. Makasih buat tawaran kerjanya"
"Yoi, gue juga makasi banyak"
"Udah kan, Kak? A-aku tutup ya telfonnya"
"Udah-udah, paipai Stella"
"Iy-ya Kak"
Bip
"ARGHH GILA-GILAA" pekik Stella tiba-tiba.
"STELLA ADA APA? KENAPA TERIAK-TERIAK?"
Nahkan, itu suara Bundanya di lantai bawah. Stella yakin jika ia keluar nanti, pasti Bundanya akan mengintrogasinya perihal ini.
"NGGAK PA-PA BUNDA" balasnya dengan teriakan pula.
Pecah sudah teriakan membahana dari dua wanita itu.
"Bisa gila gue lama-lama. Gue harus kasih tau Riri, dia harus tau, pokoknya harus tau"
Jemari lentiknya mencari sebuah nomor bernamakan Riri di ponsel pintarnya. Pokoknya ia harus menelfonnya, rasanya curhat melalui sebuah ketikan itu kurang berasa, kurang afdol.
"RIRI OMAIGATTT AAA"
"BUSET KUPING GUE STELL"
Teriakan harus dibalas teriakan pula.
"Kenapa si? Gila lo Stell, masih pagi ini"
"Iya gue gila Ri. Sumpah lo harus tau, lo wajib tau"
Disana, bisa dipastikan Riri tengah memutar bola matanya jengah.
"Tau apa? Ada hot news apa nih?"
"Lo tau Ri? Tadi, tadi nih tadi, barusan banget, Revin telfon gue"
"Tumbenan, mau ngapain?"
"Dia ngajak gue kerja di kantornya dia, mana jadi Sekretarisnya lagi. Nanti sedeket apa ya gue sama dia, kemana-mana bareng, kalo ada meeting diluar gue pasti ikut, kalo duduk pasti harus sebelahnya dia, lebih banyak waktu gue buat liatin dia dari deket, terus nan-"
"Heh berisik lo, nyerocos aja terus sampe mulut lo itu berbusa"
"Ih lo mah gitu, gue lagi seneng ini" ujar Stella mengerucutkan kedua bibirnya.
"Eh, menurut lo gue kasih tau Zhelica gak? Tapi tuh anak kelewat polos, gue takut dia asal ceplos nanti di depan orangnya" lanjutnya.
"Bingung deh gue juga. Apa mending nanti aja kasih tau-nya pas lo udah jadian?"
Pipi Stella bersemu mendengar itu. Membayangkannya saja sudah membuat ia seperti ini.
"Gak tau ah Ri, pipi gue panas ini ngebayangin udah jadi pacarnya Revin"
"Gila beneran aja sono lo"
"Boleh deh, asal jadi pacarnya Revin"
"Stress. Udah ah gue mau mandi dulu. Selamat menghalu anak gadisnya Tante Maria"
Sambungan telfon terputus, tentu itu ulah Riri.
"AAAAAA"
"Ke rumah sakit jiwa yuk" gumam Stella entah pada siapa. Di kamarnya saja hanya ada dirinya seorang.
***
Nggak pa-pa kan bikin se-part gini isinya Stella semua? Biar ga bosen aja gituu hehe.
(〃゚3゚〃)
![](https://img.wattpad.com/cover/297500171-288-k314536.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Maximillian the Possessive Guy
Teen FictionKisah cinta si possessive Maximillian Harison dan si manja Zhelica Syaqueena Angelista. __________ Aku akhir-akhir ini jarang up hehe.