Bantu vote, ya.
Pagi menjelang siang ini, Zhelica baru saja membuka kedua kelopak matanya.
Setelah semalam mereka mengadakan party kecil-kecilan bersama teman-temannya, Zhelica bisa tertidur pukul 12 lewat. Itu pun atas dasar paksaan dari kekasihnya.
Matanya mengedar, menyusuri setiap sudut kamar. Hanya ada dirinya disana, entah kemana perginya pria pujaan hatinya itu.
Zhelica memutuskan untuk kembali menutup kedua kelopak matanya, dengan selimut tebal yang kini membungkus seluruh tubuhnya.
Belum sempat dirinya kembali menyelam alam mimpi, terdengar pintu kamarnya yang dibuka dari luar. Dapat dipastikan bahwa itu adalah Maxi, karena tidak sembarang orang bisa memasuki kamar pribadi tersebut.
"Sayang"
Panggilan itu tak membuat Zhelica membuka bungkusan selimut putih di tubuhnya. Dengan sengaja ia berpura-pura masih tertidur lelap.
"Muka nya jangan ditutup, sayang. Kamu bisa sesak nanti"
Zhelica tetap diam.
Tangan berurat Maxi bergerak untuk membuka selimutnya. Terlihat wajah polos gadisnya yang masih memejamkan kedua matanya.
Maxi tersenyum melihatnya. Tangannya beralih mengangkat tubuh Zhelica untuk di dudukkan. Mengusap area pipinya sebentar, lalu berpindah ke arah rambut. Merapikannya yang sedikit berantakan itu.
"Wake up, baby aku"
Zhelica tak bergeming, tetap pada posisinya dengan nafas yang teratur.
Maxi terkekeh kecil melihatnya. Dengan seketika sebuah ide muncul di otak jeniusnya.
"Yaudah, aku tinggal ya? Kamu nya juga masih bobo, aku gak mau ganggu" ucapnya berhasil membuat kedua mata Zhelica perlahan mengerjap, dan bergerak gelisah.
"NO! LIAN JAHAT, LICA GASUKAAA!"
Senyuman tampan milik Maxi pudar begitu saja digantikan dengan bola matanya yang melotot saat mendengar teriakan melengking milik gadisnya.
"Eits, siapa yang ngajarin kamu teriak-teriak seperti tadi?"
"Aku gak pernah loh teriak didepan baby. Kamu ikutin siapa, hm?" lanjut Maxi.
Tatapannya kini seolah mengintimidasi sang lawan bicara.
Zhelica menggelengkan kepalanya dengan ribut.
"No no no" lirihnya pelan.
Maxi tetap pada posisinya, sedikit berjarak dengan ranjang yang ditempati Zhelica.
"Di ajarin siapa, hm? Aku tanya,"
Tetap pada pendiriannya, Zhelica kembali menggeleng. Kedua tangannya terangkat ke udara mengarah ke berdirinya Maxi.
"Ma-mau hiks peluk" ujarnya terisak pelan. Dirinya berusaha menahan isakannya, karena ia tahu itu akan membuat Maxi semakin terpancing emosinya.
Maxi, ia menghela nafasnya pelan, menetralkan kembali emosinya. Bukan hanya karena gadisnya yang berteriak, tetapi juga kata-kata yang Zhelica luncurkan semakin membuatnya hampir hilang akal.
Apa benar gadisnya sudah tak menyukai dirinya lagi?
Dengan perlahan kakinya melangkah menuju ranjang, mendudukkan bokongnya di pinggiran kasur seraya membawa Zhelica ke pangkuannya, mendekapnya dengan erat tanpa menyakiti Zhelica. Sebelah tangannya mengusap teratur pinggang sang pujaan hati.
Zhelica sendiri mengeratkan pelukan tangannya pada leher pria-nya. Wajahnya ia sembunyikan di ceruk leher Maxi, masih dengan isakan pilunya.
"Don't cry, honey. Ini masih pagi, dan kamu udah nangis? Sst nanti pusing"
"Lian, Li-lica hiks minta maaf hiks"
"Ja-jangan marah hiks marah" lanjutnya.
"Berhenti dulu nangisnya, sayang. Aku gak suka, berhenti ya? Nanti siang kita jalan-jalan mau? Ajak temen-temen juga biar kamu tambah happy"
Zhelica perlahan mendongak, menatap manik mata meneduhkan milik Maxi. Kepalan tangan mungilnya terangkat mengusap area matanya yang basah.
Tapi itu tak berselang lama setelah Maxi menggantikan usapan itu dengan sebuah kecupan kecil di kedua matanya.
"Sama Lian ju-hiks-ga?"
Kedua sudut bibir Maxi terangkat, sehingga membentuk sebuah senyuman memabukkan miliknya.
"Of course, baby. You should always be with me" ucapnya penuh dengan kelembutan.
***
***
Sorry temen-temen, aku jarang up. Aku masih bingung sama kelanjutannya.
Again, I am sorry.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Maximillian the Possessive Guy
Teen FictionKisah cinta si possessive Maximillian Harison dan si manja Zhelica Syaqueena Angelista. __________ Aku akhir-akhir ini jarang up hehe.