Bab 1a

51.2K 4.4K 201
                                    

Pertunangan ini, harusnya menjadi momen bahagia bagi Blossom. Setelah dua tahun menjalin kasih, Edith melamar dan berniat membawa hubungan ke tahap yang lebih serius. Harusnya, Blossom yang terlihat anggun dalam balutan gaun sutra putih, menangis bahagia saat Edith menyematkan cicin ke jarinya. Mereka merencanakan pernikahan digekar dua bulan dari sekarang. Sayangnya, hari indah justru menjadi petaka.

"Maafkan aku, Blossom. Aku khilaf, aku tolol, aku kurang ajar!"

Daisy, adiknya, meraung dari dalam rumah dengan gaun hitam. Menangis tersedu-sedu membawa tes pack di tangan dan menunjukkan padanya.

"Aku hamil, anak Edith!"

Kegaduhan itu tidak akan berarti apa-apa kalau Edith menyangkal. Perkataan Daisy bukan apa-apa kalau laki-laki yang ia cintai menggeleng. Nyatanya, mimpi buruk menerjang kala Edith menunduk dan berucap lirih.

"Maaf."

Semua mata menatapnya, campuran rasa kasihan dan bingung. Blossom berdiri dengan kaku sementara dengkulnya melemas. Bagaimana ini bisa terjadi? Adik dan kekasihnya tidur bersama, menusuk punggung dan membuat hatinya cedera. Apa salahnya sampai dihadapakan dengan peristiwa yang sedemikian sulit.

Ia mengerjap, menutup mata dengan tangan. Matahari yang memancar terlihat sangat menyilaukan, atau memang matanya yang salah?

"Blossom, maaf." Suara Edith terdengar jauh dari kepalanya. Ia merasakan tangan laki-laki itu merengkuhnya dalam pelukan dan ia menyingkirkannya. "Kamu marah? Marahlah. Mengamuklah, tapi, maafkan aku."

Blossom tidak bereaksi, mendongak untuk melihat kalau awan putih, seolah menertawakannya. Hari yang bagus untuk sebuah pertunangan. Yang merusak bukan hujan, bukan pula angin, tapi badai sialan.

"Blossom, bisakah kamu tenang? Kita akan selesaikan secara pribadi." Kali ini, ucapan Daisy yang terdengar di telinga. Adik satu-satunya, yang disayang dan dicintai, ternyata tega mengkhianati. Bisa-bisanya meminta Blossom untuk tenang? Ia sudah tenang sedari tadi, sampai nyaris tercekik tak bernapas.

"Blossom, semua bisa aku jelaskan."

Suara Daisy terdengar menyela perkataan Edith. "Apa yang mau kamu jelaskan? Jangan mengingkari hal yang pernah kamu lakukan."

"Daisy, ada banyak orang di sini?"

"Aku nggak peduli, Edith. Biar Blossom juga tahu kalau anakku butuh papanya."

"Tenangkan dirimu!"

"Bukan kamu atau Blossom yang hamil, tapi akuu!"

Pertengkaran mereka membuat Blossom makin terasa sesak. Ia menjauh dari bawah konopi bunga, berdiri di antara kursi-kursi tamu undangan.

Gumaman rasa kasihan terdengar samar tapi bagai ledakan bom di telinga Blossom. Ia tahu, sekarang semua orang sedang memandanganya penuh kasih. Kenapa begitu? Bukankah hari ini harusnya membahagiakan? Bukankah hari ini seharusnya ia ratu di tempat ini?

Blossom memejam, berusaha menahan amarah bercampur kesedihan. Harga dirinya menolak untuk menangis, tapi kesedihan menggedor hati dan membuatnya hancur. Bagaimana ia harus bersikap, sebagai perempuan bermartabat. Bagaimana ia harus menunjukkan perasaan sesungguhnya tanpa kehilangan muka? Ini pestanya, tapi di saat bersamaan menjadi kutukan untuknya.

"Blossom, ikut, mama."

Blossom mengikuti, saat sebuah tangan lembut meraih dan menggandenganya. Ia tahu itu tangan mama. Ia hanya menuruti dan berjalan seperti robot. Karena otak dan tubuhnya tidak lagi seirama.

Ia dibawa masuk ke ruang tengah yang sepi, jauh dari hiruk pikuk tamu. Ia duduk di kursi goyang, menghadap ke taman sementara mama-nya berdiri tak jauh darinya.

Tukar JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang