Bab 7b

34.2K 3.8K 107
                                    

"Kita akan menikah, terlepas orang tuamu setuju atau tidak. Benar begitu?"

Blossom menggigit bibir bawah, mengingat perkataan orang tuanya yang sangat menyakitkan hati dan sikap aroga Daisy. Ia ragu-ragu lalu mengangguk. "Tentu saja. Kita tetap menikah apa pun yang terjadi."

"Bagaimana kalau misalnya, orang tuamu mengancam akan mengusirmu dan tidak mau menganggapmu anak lagi?"

Pertanyaan Dante seperti membuka luka di hati Blossom. Ia mengalihkan pandangan ke lampu-lampu yang berpendar di bawah bukit. Mengingat dengan jelas pembelaan orang tuanya terhadap sikap dan tindakan Daisy. Bukankah sebagai orang tua seharusnya mereka bisa bersikap adil? Harusnya menegur, mengamuk dengan Daisy, bukan malah memintanya mengalah. Ada banyak hal untuk diingat, tentang betapa tidak adilnya perlakukan mereka pada dirinya dan Daisy.

"Aku sepertinya tidak terlalu peduli. Bukankah kita akan menempati rumah sendiri?"

Dante tersenyum lebar. Merasa puas dengan jawaban Blossom. Ia menyukai bagaimana perempuan ini punya prinsipnya sendiri.

"Kapan kamu terakhir kali bertemu Daisy?" tanya Blossom.

"Beberapa hari lalu," jawab Dante.

Blossom terbeliak. "Baru-baru ini?"

Dante mengangguk. "Yup."

"Apa yang dia inginkan?"

"Nggak ada. Hanya sekedar mengingatkan agar aku tidak menikah denganmu."

"Apa alasannya?"

"Entahlah, mungkin dia disuruh orang tuamu."

Blossom tidak yakin kalau alasan Daisy menemui Dante karena disuruh orang tuanya. Ia curiga, adiknya itu punya maksud lain. Namun, saat melihat Dante kini sibuk menyapa para pengunjung bar, ia tahu kalau laki-laki itu enggan membahas soal Daisy. Entah apa yang disembunyikan mereka, Blossom menepis pikiran buruknya jauh-jauh.

Seorang pelayan berambut pirang yang biasa melayani mereka, melangkah gemulai menghampiri Dante.

"Tuan, mau menari?"

Suara musik menghentak diiringi sorakan dari para pengunjung saat pelayan itu menarik Dante ke arena dansa. Dante tidak menolak, membiarkan perempuan pirang itu menari dengan gerakan menggoda.

Blossom menahan napas, menatap keramaian dengan sedikit kesal. Dante akan menikah dengannya tapi membiarkan seorang perempuan menggodanya. Ia jadi ragu-ragu dengan sikap laki-laki itu. Apakah Dante akan tetap seliar ini saat mereka menikah?

Saat perempuan itu hendak merangkul Dante, laki-laki itu menghindar. Memanggil nama laki-laki lain dan menyuruhnya berdansa. Dante meninggalkan perempuan itu yang terlihat kecewa, menuju meja Blossom.

"Kenapa tidak diteruskan menarinya?" tanya Blossom dengan nada sedikit ketus.

Dante mengangkat sebelah alis. "Ada kamu, kenapa aku harus melirik perempuan lain?"

Blossom mendengkus, mendengar perkataan manis dari Dante. Tidak heran kalau laki-laki itu terkenal sebagai playboy kota, cara bicaranya yang manis dengan sikapnya yang urakan, adalah daya tarik tersendiri. Blossom berharap, ia bisa tetap menyimpan hatinya dan tidak tergoda oleh Dante.

**

Menjelang pernikahannya, Blossom disibukkan dengan pekerjaan dan juga persiapan pesta. Dante makin sering menjemputnya baik di rumah maupun di kantor dan membawanya ke taman maupun tempat-tempat yang berhubungan dengan pesta. Mereka memilih bunga, dekorasi, bahkan makanan yang akan dihidangkan. Blossom merasa dejavu karena pernah melakukan hal ini sebelumnya bersama Edith dan kini mengulangnya dengan Dante. Yang membedakan dari dua orang itu adalah, Edith menghitung pengeluaran biaya dengan sangat cermat. Menekan harga semurah mungkin tapi menginginkan hasil yang terbaik. Sedangkan Dante, menyerahkan semua hal padanya. Tidak peduli meskipun harus mengeluarkan banyak uang.

"Ini pernikahan kita, pesta kita, sudah seharusnya kalau memilih yang terbaik."

Dante tidak segan menghabiskan banyak biaya demi mewujudkan pernikahan impian. Blossom berpikir, kalau di antara dirinya dan Dante, sama sekali tidak terlihat seperti pernikahan kontrak.

Di rumah, kedua orang tuanya memperlakukannya dengan dingin dan menjaga jarak. Seolah Blossom adalah orang lain yang tidak terlihat di mata mereka. Blossom sendiri, meskipun merasa sangat sedih karena diabaikan orang tuanya sendiri tapi menerima dengan pasrah. Bagaimanapun mereka sedang marah.

Daisy, tidak hentinya mengganggu. Merongrong dengan berbagai perkataan semacam, pernikahan yang memalukan dan hubungan yang tidak pantas antara dirinya dan Dante. Blossom cukup menjawab singkat ocehan adiknya.

"Kamu dulu pernah tergila-gila dengan Dante. Kamu menggodanya dan menjeratnya di ranjang. Apa kamu lupa itu?"

Daisy mengangkat wajah. "Itu masa lalu."

"Masa lalu? Kalau begitu kamu harus melupakannya. Untuk apa terus menerus mendengungkan keberatanmu? Asal kamu tahu, aku nggak peduli kamu dan orang tua kita, setuju atau nggak dengan pernikahanku. Ini adalah jalan hidup dan pilihanku sendiri."

"Jangan sampai kamu menyesali ini," desis Daisy.

Blossom mengibaskan rambut ke belakang. "Aku menyesali diri karena selalu mengalah sama kamu, akibatnya kamu menusuk punggungku. Sekarang, kamu diam dan jangan ganggu aku!"

Hubungan Blossom dan Daisy sebenarnya cukup akrab. Mereka selalu berbagi cerita yang sama. Blossom selalu datang setiap kali adiknya ada pentas. Sayangnya, hubungan persaudaraan mereka retak karena pengkhianatan.

Meskipun pesta pernikahan akan diadakan sebentar lagi, tapi Blossom masih menyibukkan diri dengan pekerjaan. Kebun sedang musim panen, ia harus menghitung semua barang, biaya, dan juga mengatur distribusi. Kesibukan yang membuatnya mampu melewati hari dengan tenang dan ia menyukai pekerjaan ini.

"Nona, ada tamu."

Seorang pekerja laki-laki mendatanginya yang sedang memeriksa biji kopi. Blossom menoleh. "Siapa?"

Pekerja itu terlihat salah tingkah. Blossom mengulang pertanyaannya. "Siapa?"

"Itu, Nona. Tuan Edith."

Blossom terdiam. Tidak menduga kalau Edith akan mencarinya. Ada keperluan apa laki-laki itu ingin menemuinya. Meninggalkan pekerjaannya, Blossom pergi ke ruang samping, tempat biasanya ia menerima tamu.

Ia menemukan sosok Edith, sedang berdiri memunggungi pintu. Laki-laki itu terlihat tampan dan gagah meskipun dari belakang. Blossom meraba dadanya yang bergetar, berusaha menyingkirkan rasa yang sedikit membuatnya tidak nyaman.

Kilasan masa mereka bersama, kembali bekelebat dalam ingatan. Hubungan yang dibina selama dua tahun, dalam keharmonisan, hancur karena rasa yang tidak lagi sama. Yang diselali Blossom bukan Edith yang lebih memilih Daisy dari pada dirinya, melainkan ketidakjujuran laki-laki itu. Kalau sebelum acara pertunangan itu Edit mengakui jatuh cinta dengan Daisy, barangkali Blossom akan menerima dengan lebih lapang dada.

"Edith."

Sapaannya membuat Edith menoleh. Mereka berpandangan dan laki-laki itu tersenyum.

"Bagaimana kabarmu, Blossom?"

Senyum Edith seperti melemparkan Blossom pada kenangan mereka bersama, saat sedang memadu kasih dengan bahagia. Menghentikan pikirannya yang mengembara, Blossom berujar pelan.

"Ada apa mencariku?"

"Bisakah kamu duduk? Aku ingin bicara hal penting."

Blossom menggeleng. "Bicara saja. Aku tetap berdiri."

"Blossom, bukankah bersikap begitu tidak sopan? Rasanya bukan seperti kamu."

"Hah, jangan mengajariku sopan santun Edith. Kamu tidak lagi menjadi orang yang penting buatku untuk didengar. Cepat katakan ada apa?"

Edith mengernyit, menatap Blossom yang berdiri angkuh. Seperti bukan perempuan yang pernah dikenalnya.

"Baiklah, aku akan bicara langsung. Aku datang untuk memintamu agar tidak menikah dengan Dante!"

Tukar JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang