Bab 2a

41.1K 3.9K 205
                                    

Blossom terdiam, menganggap kalau Dante sedang bercanda. Mana ada pernikahan tanpa cinta dan hanya karena balas dendam? Ia tidak cukup gila melakukan itu. Pandangan mereka bertemu. Tatapan tajam Dante seolah membiusnya. Blossom tersenyum, berusaha mencairkan suasana.

"Jangan bercanda untuk hal serius seperti pernikahan."

"Siapa bilang aku bercanda."

"Tapi, pernikahan itu sebuah hubungan yang sakral."

"Lalu?"

"Kita berdua, nggak saling kenal satu sama lain. Mana mungkin memutuskan menikah begitu saja."

"Mungkin saja, kalau kamu mau. Masalahnya adalah di kamu, Blossom. Kamu yang terbiasa bergaul dengan laki-laki perlente yang hanya pandai memegang pena, bisa jadi nggak akan bisa bersamaku, yang terbiasa memegang alat las dan palu."

Blosoom menggeleng. "Ini nggak ada hubungannya dengan profesi."

Dante menatap tajam, tanpa senyum, seakan menuntut penjelasan. "Lalu tentang apa? Karena keluargaku berasal dari perkampungan kumuh di pinggir kota? Bukan bagian dari warga terhormat seperti kalian?"

"Nggak ada hubungannya dengan status juga!"

"Lalu, apa? Cintaa? Kalau kamu bahas soal cinta, lihat apa yang ditimbulkan Daisy dan kekasihmu itu. Mereka melakukan pengkhianatan itu juga atas nama cinta. Kenapa orang-orang mendewakan cinta hingga melupakan apa artinya setia!"

"Dante ...."

Pertama kalinya Blossom memanggil nama laki-laki itu dan ternyata suara lembutnya mengejutkan mereka berdua. Dante menatap serius.

"Iya, Blossom."

"Aku masih menganggap rencana ini sangat gila."

"Kalau begitu kamu memang perlu dipaksa." Dante mendekat, mengurung Blossom dengan pot berisi tanaman begonia. "Aku punya sesuatu, yang kalau aku sebar akan membuat malu keluargmu, terutama adik kecilmu itu."

Mata Blossom melebar. "Apa maksudmu? Kamu punya apa?"

Dante mengangkat bahu. Tangannya terulur, melewati bahu Blossom untuk memetik selembar daun kering. Mengabaikan perempuan di depannya yang mengkerut ketakutan. Ia mengenal perempuan-perempuan kelas atas model Blossom. Yang tidak pernah mengerti apa namanya hidup susah, bergaul dengan masyarakat jalanan, dan saat pergi ke kampung-kampung kumuh hanya untuk melakukan kegiatan amal. Itupun, orang lain yang bergerak sedangkan Blossom akan duduk di dalam mobil mewah berpendingin udara sambil foto-foto di depan wartawan.

"Video, foto-foto panas, adikmu yang binal itu," bisik Dante di telinga Blossom. "Sekali aku menyebarkannya ke publik, kamu jelas tahu kalau nama keluargamu akan tercoreng, Manis."

Blossom mengepalkan tangan, dengan bulu kuduk di sekujur tubuhnya berdiri karena sentuhan napas hangat Dante di sisi lehernya. Ia sama sekali tidak pernah membayangkan kalau Daisy akan melakukan sesuatu yang memalukan seperti itu. Bagaimana harus menjelaskan pada keluarganya soal ini?

"Kamu mengancam kami?"

Dante menggeleng. "Nggak, aku hanya mengancammu. Orang lain aku nggak peduli. Asalkan kamu mengikuti apa yang aku minta, semua akan beres."

"Bagaimana kalau aku nggak mau?"

"Kalau begitu, kamu harus bersiap-siap untuk melihat keluargamu dipermalukan." Melihat wajah Blossom yang merah padam, Dante tidak peduli. "Aku bukan tipe orang yang suka berbelas kasih pada orang lain. Sebelum kamu memakiku karena marah, aku katakan lebih dulu, aku adalah bajingan paling dibenci di kota ini. Camkan itu!"

Dante mundur, memberi kesempatan pada Blossom untuk bernapas. Ia tahu, perempuan itu sedang merenungkan perkataannya. Dari sudut matanya ia melihat beberapa pelayan mondar-mandir sambil mencuri pandang ke arah mereka. Ia tidak bisa tinggal berlama-lama lagi.

Tukar JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang