Hari-hari selanjutnya bagaikan mimpi buruk bagi Blossom. Pandangan kasihan dan iba, dilayangkan oleh orang-orang yang bertemu dengannya. Para pelayan di rumah, tukang kebun, bahkan pegawai kantor.
Teman-temannya pun melakukan hal yang sama. Mereka menelepon, berusaha menghibur tapi tak satu pun yang benar-benar mengerti perasaannya. Penghiburan mereka hanya sekadar omong kosong untuk menunjukkan kepedulian.
Meski hatinya luka dan berdarah, ia tetap bekerja seperti biasanya. Menanggung beban hinaan sebagai perempuan yang diselingkuhi. Padahal, bukan dirinya yang bersalah tapi orang-orang itu bersikap seolah ini adalah aibnya.
Edith melenggang bebas, kini bahkan menggandeng Daisy ke mana-mana dan tanpa malu mengatakan pada semua orang kalau mereka akan punya anak. Blossom bertanya-tanya, jangan-jangan selama ini memang laki-laki itu tidak pernah mencintainya.
Permintaan maaf pun hanya dilontarkan sekali di hari pertunangan mereka yang gagal, selanjutnya tidak ada lagi ucapan.
"Nona, ada bebeberap truk biji kopi yang baru datang."
Kedatangan pegawai, membuat Blossom terjaga dari lamuan.
"Ada berapa truk?"
"Empat, Nona."
"Baiklah, sebentar lagi aku ke sana."
Blossom mengenyahkan rasa sedih. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan selain mengasihani diri sendiri karena sudah diselingkuhi. Edith dan Daisy, tidak berhak mengurungnya dalam duka.
"Panen kali ini bisa dikatakan kita cukup berhasil dibandingkan perkebunan lain, Nona. Tapi, tetap saja sekitar dua puluh persen agak rusak." Mandor perkebunan, seorang laki-laki berumur lima puluh tahun dengan tubuh gempal, bicara di depan truk.
"Apa karena cuaca? Seperti yang kamu bilang?"
"Benar, Nona. Karena cuaca. Kita nggak bisa apa-apa."
Selesai meninjau kopi yang baru datang, Blossom melanjutkan sedikit pekerjaan hingga akhirnya menyerah dan pulang lebih cepat. Sekretarisnya terlihat kuatir saat melihat wajahnya yang pucat dan Blossom hanya menjawab sedang sakit kepala.
Tiba di rumah, belum ada penghuninya datang. Orang tuanya masih sibuk dengan pekerjaan. Adiknya entah ada di mana. Ia masuk ke kamar dan berbaring. Berniat untuk tidur saat pintunya diketuk.
"Nona, ada tamu."
"Siapa?"
"Laki-laki, mencari Nona Daisy."
"Bilang adikku nggak ada."
"Sudah, Nona. Laki-laki itu ingin bicara dengan Anda. Namanya Dante. Katanya, Nona pasti mengenalnya."
Blossom bangkit dari tempat tidur dengan heran. Pikirannya tertuju pada Dante. Ia tahu laki-laki itu tapi tidak mengenal secara dekat. Bajingan kejam, bad boy, tukang rusuh, dan suka membuat keributan adalah julukan yang melekat pada laki-laki itu. Mereka tidak pernah berada di lingkup pergaulan yang sama. Sekarang, Dante datang ke sini, untuk menemuinya adalah hal yang sangat tidak terduga.
"Ada di mana dia?" tanya Blossom.
"Teras belakang, Nona."
"Kenapa ada di belakang?"
"Karena memang datangnya dari pintu belakang."
Blossom bergegas ke teras belakang yang merupakan taman bunga. Ia tertegun di dekat kursi besi, menatap punggung laki-laki yang berdiri menghadap ke air mancur kecil. Ia tidak pernah dekat dengan Dante sebelumnya, dan sedikit terkejut karena tinggi badan laki-laki itu.
"Selamat sore." Ia menyapa ramah.
Dante membalikkan tubuh dan Blossom seperti tersengat saat menatap sepasang mata abu-abu pekat dengan rahang tegas dan rambut gondrong yang dikuncir. Pakaian laki-laki itu jauh dari kata resmi dan rapi. Dante, tanpa senyum mendekat. Mengamatinya dari atas ke bawah dan membuat Blossom merasa tidak nyaman karena seperti sedang dinilai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukar Jodoh
RomanceDi hari pertunangan Blosoom dengan kekasihnya, Edith. Sang adik datang dan mengatakan pada tamu undangan kalau sedang mengandung anak dari Edith. Tanpa rasa malu, Daisy merusak hari bahagia Blosoom. Di antara keterpurukan, datang Dante, laki-laki ta...