"Tempat pertama yang harus kita datangi untuk go publik adalah butik gaun pengantin."
"Kenapa ke sana?"
"Karena kita akan menikah, Blossom. Tentu saja kamu memerlukan gaun pengantin yang indah."
"Aku bisa memakai apa pun untuk menikah." Blossom teringat akan gaun pengantin yang sudah dipesannya dari sebuah butik terkenal di kota. Ia tidak sanggup lagi menyentuh gaun itu dan berencana membiarkannya tetap di butik, meski sudah membayarnya.
Dante menatap Blossom tajam. Pandangan matanya seolah sedang mengkuliti setiap titik kesedihan atau pun kegembiraan di hati orang.
"Jangan bilang kamu sudah pernah memesan gaun."
Blossom menggigit bibir. "Minggu depan harusnya sudah jadi."
Dante tersenyum. "Baguslah, kita akan mengambilnya dan kamu tetap akan memakai gaun itu di pernikahan kita."
"Kenapa?"
"Kamu pasti sudah melunasi pembayaran gaun itu."
"Memang."
"Kalau begitu, pakailah. Sayang, kalau harus dibuang."
Blossom terdiam, memikirkan perkataan Dante. Memang benar yang dikatakan laki-laki itu. Untuk tidak menyia-nyiakan gaun yang sudah dibayar mahal. Lagi pula, gaun itu ia pesan sendiri, Edith bahkan tidak pernah mengantarnya ke butik meski hanya sekali.
"Kita ketemu di butik, besok sore. Sepulang aku kerja."
Dante tersenyum kecil. "Salah, Manis. Aku akan bersikap layaknya kekasih yang akan menikah. Tunggu saja di kantor dan aku akan menjemputmu."
"Apa harus seperti itu?"
"Yes, sudah semestinya seorang laki-laki membahagiakan calon istrinya."
Blossom menatap motor Dante yang terparkir tidak jauh dari mobilnya. Ia tidak bisa membayangkan, akan menaiki benda itu. Pasti akan sangat kaku dan aneh.
"Aku menunggumu di kantor," jawab Blossom singkat.
Seolah bisa membaca pikiran Blossom, Dante menunjuk motornya. "Kita tidak akan menaiki itu besok. Jangan kuatir." Dante mendekat, menghimpit Blossom di body mobil. Dengan sengaja memperpendek jarak di antara mereka lalu berucap lembut. "Sampai jumpa besok, Sayang."
Blossom terdiam, menatap Dante yang bergerak menjauh. Ia membuka pintu mobil dan pulang dengan pikiran tak menentu. Ada perasaan gamang menggayut di hati dengan beribu pertanyaan berkecamuk. Apakah yang ia lakukan benar? Tentang pernikahan dan balas dendam. Bagaimana rasanya menikah dengan laki-laki yang sama sekali tidak dikenalnya? Apakah Tuhan tidak akan mengutuknya karena hatinya dipenuhi dendam? Blossom tidak tahu.
Keesokan harinya, gosip menjalar di antara orang-orang yang tinggal di kota saat mereka melihat Dante datang ke kantor Blossom menggunakan mobil sport mewah warna kuning menyala. Tidak hanya itu, Dante juga membawa Blossom ke butik dan mereka berdua di dalam kurang lebih satu jam lamanya. Membahas perihal gaun pengantin.
Siapa yang akan memakai gaun itu? Bukankah Blossom tidak jadi menikah dengan Edith? Kenapa bisa, seorang perempuan kelas atas seperti Blossom bergaul dengan Dante? Berbagai spekulasi berkembang, menjalar cepat dari mulut ke mulut seperti api yang membakar daun-daun kering.
"Aku nggak tahu kamu punya mobil keren seperti ini," ucap Blossom saat Dante mengantarnya pulang.
"Banyak yang kamu nggak tahu soal aku. Tapi, aku yakinkan kalau semua yang aku miliki, kelak akan menjadi milikmu juga."
"Jangan terlalu serius dengan pernikahan kita."
"Blossom, aku nggak pernah main-main menyangkut kehidupan pribadiku. Camkan itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukar Jodoh
RomansaDi hari pertunangan Blosoom dengan kekasihnya, Edith. Sang adik datang dan mengatakan pada tamu undangan kalau sedang mengandung anak dari Edith. Tanpa rasa malu, Daisy merusak hari bahagia Blosoom. Di antara keterpurukan, datang Dante, laki-laki ta...