**
Aku menggeret koper besar milikku keluar kamar. Menaruhnya di ruang tamu. Lalu aku masuk ke kamar satu lagi untuk mengambil tas sandang samping yang biasa aku gunakan untuk membawa laptop.
"Gue udah siap," sahutku. Setelah kembali dengan tas sandang samping berisi laptop dipangkuanku.
Jeonghan menatap barang-barangku sembari menggeleng-geleng. "Dasar cewek." Ia berdecak pelan.
Aku mendelik. Tapi, tak berkomentar. Diam saja melihat ia mengusak rambut blondenya ke belakang. Sinar matahari yang masuk lewat kaca jendela apartemenku langsung jatuh tepat di rambut Jeonghan. Membuat rambut blonde itu mengkilap. Aku berdecak pelan dan memalingkan wajah cepat saat ia mendapati aku mengamatinya.
Terdengar kekehan pelan darinya. Sialan!
Jeonghan lalu mengambil alih remote ac milikku. Mengarahkannya ke ac lalu menekan tombol on sesuai irama. Asap tebal pun muncul. Jeonghan langsung menarikku ke pangkuannya. Menekan belakang kepalaku ke dadanya. Aku bisa mendengar suara detak jantungnya yang berdegup cepat. Sama sepertiku.
Anehnya, aku sama sekali tak menolak dengan perlakuannya.
"Selamat datang di apartemen kita Kania," bisiknya di telingaku.
Jeonghan meregangkan pelukan. Aku refleks mundur. Menatapnya yang tersenyum jahil ke arahku. Aku mendecih dan memalingkan wajah. Menaruh atensi pada pemandangan di luar jendela apartemen Jeonghan.
"Gue ada kerjaan sebentar lagi. So, are you ready for little tour of my apartement?" kelakarnya yang disusul gelak tawa.
Aku juga tergelak. Mengangguk setuju lantas mengikutinya.
Tur diawali dengan ruangan pertama yaitu kamar yang akan aku tempati selama di sini. Kamar itu familiar sebab saat aku terbangun dari pingsan di pertemuan pertama kami waktu itu, aku berada di kamar tersebut.
Seingatku kamar itu kosong, hanya ada kasur dan lemari saja. Namun, sekarang, ada rak buku, meja rias, nakas dan lampu tidur. Gordennya juga diganti, yang awalnya warna putih jadi warna madu yang hangat berpadu dengan sinar matahari.
Rak buku itu penuh dengan buku-buku dari Pak Ardi. Ada juga kamus Bahasa Korea dan buku praktis belajar cepat Bahasa Korea.
"Gue yakin dalam seminggu lo bisa Bahasa Korea gara-gara buku ini," ujar Jeonghan menirukan kalimat iklan komersil yang tertulis di sampul buku itu. Aku tergelak.
Kemudian, Jeonghan memberikan kartu identitas padaku. Ada fotoku di sana, warnanya putih dan bertuliskan huruf hangeul dengan nama Yoon Si Ah.
"Ini kartu identitas lo, terus ini kartu transportasi. Lo bisa pake ini buat naik angkutan umum." Jeonghan memberiku kartu yang lain.
"Terus satu lagi," Ia meraba saku belakang celananya, mengeluarkan dompet dari sana. Ia melirikku sebentar sebelum kembali mengamati isi dompetnya. Aku tak terlalu peduli dengan itu, sebab perhatianku sudah jatuh pada lemari di dinding kamar.
Aku ingat waktu itu lemarinya tidak sebesar ini. Penasaran, aku pun membukanya. Ada beberapa helai pakaian perempuan, baru. Hoodie dan jaket tebal untuk musim dingin. Aku menganga takjub lalu menatap Jeonghan yang juga menatapku.
"Kaget ya? Gue disuruh Pak Ardi buat siapin keperluan lo selama di sini, ngerepotin banget," ujarnya dan berdecak pelan.
Aku mendecih. Namun, tak bisa menahan senyum.
"Ini credit card gue. Lo bisa pake kalau mau beli sesuatu." Jeonghan mengulurkan satu kartu lagi padaku.
"Eh? Ini beneran? Pak Ardi gak ada bahas soal ini sama gue. Kayaknya gak usah deh." Aku menolak dan mengulurkannya kembali.
"Gak, pake aja!" Titahnya. "Tur selanjutnya dapur, ayo!"
Aku memandang tiga kartu di tanganku. Merasa kenapa semuanya jadi semudah ini?
Yoon Jeonghan loyal sekali. Dia terlalu baik untukku yang hanya orang baru di hidupnya.
"Si Ah-ya come here!" suaranya terdengar memanggil nama baruku.
Aku pun melangkah ke dapur.
"Gimana? Udah terbiasa sama nama baru?"
"Agak aneh. Tapi, It's oke."
"Bagus."
Jeonghan membuka pintu kulkas, di dalamnya penuh dengan bahan makanan. Lalu lemari dapur yang penuh dengan camilan. Aku lagi-lagi dibuat menganga takjub.
"Wow!"
"Wow!" serunya meniruku. "Dan ini yang terakhir. Ia menyerahkan ponsel padaku. Ini hp lo selama di Korea. Ada nomor gue, nomor Bang Ardi di Korea terus juga ada nomor restoran ayam yang biasa gue pesen."
Aku mengerjap-ngerjap menerima ponsel keluaran baru itu di tanganku. Mimpi apa aku bisa punya ponsel ini?
Jeonghan tergelak. Ia mengusak rambutku. "Jangan mangap terus. Udah ya terpesona sama kagetnya disambung ntar aja pas gue udah pulang. Gue harus pergi."
Kemudian ia berlalu secepat kilat ke kamarnya. Aku mendengar suara gedebak gedebuk rusuh sebelum sosoknya kembali muncul dengan cardigan hitam, celana training, jaket, topi dan kacamata.
"Lo gak mandi dulu?"
"Orang ganteng gak perlu mandi!" kelakarnya sembari memasang sepatu.
Sebelum benar-benar pergi, ia melambaikan tangan dan berpesan. "Baik-baik ya, tunggu gue pulang!"
Dalam sekejap, sosok Jeonghan menghilang dengan debum pelan pintu yang ditutup. Kemudian, lengang.
"Kok gue jadi ngerasa kayak istri yang disuruh nunggu suaminya pulang kerja ya?" gumamku pelan dan merasakan lagi gelenyar panas yang menyenangkan itu.
**
Note :
Fanfic ini gak bakal lebih dari 1000 kata tiap chapternya dan gak kurang dari 500 kata. Jadi, sedang-sedang aja. Soalnya, ini fanfic pertama aku dan aku mau pembaca aku bisa cepet selesai baca buat next ke chapter selanjutnya.Date : 19 April 2022
Revisi : 15 Mei 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar (✔)
Fanfiction(Completed/Tamat) [Fanfiction About Yoon Jeonghan] Menjadi mahasiswa tingkat akhir, mengharuskan Kania untuk berkutat dengan skripsi. Namun, ia mendapat judul yang di ACC oleh pembimbing sangat amat tidak masuk akal. Karenanya skripsi Kania tidak...