**
Hari ini hari minggu. Hari event tanam seribu pohon diadakan.
Aku datang lebih awal dan mendapat kaus serupa dengan peserta lainnya. Setelah memakai kaus aku ikut bergabung dengan peserta lain yang sudah mulai menanam pohon.
Aku mendapat satu bibit pohon akasia. Aku diarahkan ke tempat kosong di sebelah peserta yang sibuk menggali lubang.
Aku pun mulai menggali di tempat yang sudah disediakan. Tanah untuk menanam pohon sudah digali oleh panitian event untuk mempermudah peserta event. Namun, peserta di sebelahku malah menggali tanah di tempat lain. Menyusahkan diri saja.
Aku jadi gemas sendiri dan mulai mengamati peserta di sebelahku ini. Aku jadi ingin memberitahunya.
"Maaf mas, tanah buat nanam pohonnya udah disediain sama panitia, kenapa masnya susah susah gali di tempat lain?"
Peserta itu mendongak, menatapku dan aku terkejut karena peserta itu ternyata Pak Ardi.
"Loh kok kamu bisa ada di sini?" tanya Pak Ardi.
"Bapak sendiri kenapa bisa ada di sini?" tanyaku balik.
"Saya yang adain event ini tentunya saya juga harus datang. Saya tahu kalau panitia sudah menyediakan tanah yang sudah digali untuk mempermudah peserta. Tapi, saya lebih suka menggali lubang sendiri jadi bisa sekalian olahraga. Omong-omong kamu liat brosur yang ada di mading ya?"
"Iya Pak."
"Saya liat-liat, cuma kamu anak kampus saya yang datang." Pak Ardi terlihat kecewa.
"Bapak keren banget bisa bikin event ini," pujiku. Sengaja supaya ia tidak terlalu kecewa.
"Bukan saya sendiri yang bikin event ini. Saya sama temen saya kok. Mereka yang ajak saya ikut."
Aku mengangguk saja dan mulai menanam pohon dari lubang yang aku gali dengan mudah. Aku memasukkan pupuk terlebih dahulu baru menaruh pohon muda yang sudah berakar di atasnya dan menimbunnya kembali hingga pohon itu bisa berdiri kokoh.
"Kamu ternyata bisa menanam pohon ya, saya liat kamu seperti sudah biasa dalam hal ini," ucap Pak Ardi.
"Saya sering bantu Mama saya nanam pohon dan bunga Pak," jawabku.
Pak Ardi mangut-mangut saja.
"Kenapa kamu tertarik ikut event ini?"
"Karena pohon itu penyelamat saya Pak."
Pak Ardi mengernyit bingung.
"Kata orang tua saya, saya nyangkut di pohon pas didorong jatuh dari atas menara. Jadi saya selamat dan masih bisa hidup sampai sekarang."
"Ah, iya. Kamu kan sudah mengingat semuanya. Jangan bilang kamu juga ingat Jeonghan ada di lokasi kejadian itu?"
"Ingat Pak."
"Jadi kamu maunya gimana?"
"Bagusnya gimana Pak?"
"Loh kok nanya saya. Kan kamu yang pedekate sama Jeonghan bukan saya."
Aku mencebik bibir. "Sebelum mikirin itu, saya lebih pengen tau alasan Bapak dibalik semua ini."
"Semua ini yang mana? Konteksnya terlalu besar Kania. Coba yang lebih spesifik."
"Oke. Spesifiknya, apa alasan Bapak bawa Jeonghan jadi objek penelitian di skripsi saya."
"Oh itu." Pak Ardi sudah selesai menggali lubang yang lebih dalam dari lubang milikku yang sudah disediakan panitia. "Masa kamu gak bisa nebak sih?"
"Saya gak mau kegeeran Pak."
"Ternyata kamu punya malu juga ya."
"Bapak kira saya gak punya malu?"
Nada bicaraku meninggi. Beberapa peserta serta panitia yang berada di sekitar kami kompak melirik.
Pak Ardi berdecak pelan. "Nah liat kan sendiri gimana tingkah kamu."
"Ih dasar nyebelin," keluh ku.
Di tempat aku mendapat bibit pohon muda akasia, ternyata masih ada beberapa bibit pohon. Aku lalu menawarkan diri untuk menanamnya. Karena peraturannya satu peserta untuk satu pohon saja.
Panitia dengan senang hati menerima tawaranku. Aku lalu diarahkan ke lahan kosong yang sudah disiapkan. Kali ini aku membawa dua bibit pohon muda sekaligus.
"Kamu bener-bener suka sama pohon ya," sahut Pak Ardi yang tiba-tiba sudah di sampingku. Pak ardi juga membawa dua bibit pohon.
"Bapak ngikutin saya?"
"Kamu ini pede banget. Saya kan panitianya, sisa bibit pohon yang gak dibawa peserta tetap harus ditanam dong," ujarnya.
Aku mangut-mangut saja.
"Kania karena kamu sekarang udah pulih dari amnesia kamu, saya harap kamu pikir-pikir dulu gimana mau ke depannya. Tapi, kamu tetap harus wisuda di kampus saya ya, karena saya susah payah loh bawa kamu ke kampus saya."
"Susah gimana Pak?"
"Ya susah lah. Saya perlu ngarang cerita soal pertukaran pelajar itu sama dosen-dosen di kampus biar mereka percaya sama saya."
"Bapak kira saya bakal kabur gitu aja setelah saya susah payah selesein skripsi itu. Gak ya Pak! Saya bukan orang yang kayak gitu."
Pak Ardi tergelak. "baiklah saya percaya. Selain itu saya juga mau bilang sesuatu."
**
Date : 18 September 2022
Revisi : 16 Mei 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar (✔)
Fanfiction(Completed/Tamat) [Fanfiction About Yoon Jeonghan] Menjadi mahasiswa tingkat akhir, mengharuskan Kania untuk berkutat dengan skripsi. Namun, ia mendapat judul yang di ACC oleh pembimbing sangat amat tidak masuk akal. Karenanya skripsi Kania tidak...