40. Tentang Jeonghan dari Pak Ardi

631 97 4
                                    

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**

"Saya sudah lama kenal Jeonghan dan idol grup dia. Lebih tepatnya saya mengenal dia lewat kepala agensinya." Pak Ardi mulai bercerita. Kami duduk-duduk di bawah pohon rindang di tepi lokasi event.

"Oh gitu, pantesan Bapak enteng banget ngomong soal agensi Jeonghan pas pertama kali aku dikenalin sama dia."

Pak Ardi mengangguk. "Jadi, alasan saya melibatkan dia menjadi objek penelitian skripsi kamu karena dia sendiri yang ingin ikut dalam masa pemulihan kamu."

"Jeonghan?"

Pak Ardi mengangguk lagi. "Dia bilang dia merasa bersalah karna semuanya terjadi karna dia."

Aku terdiam. "Kok dia mikir kayak gitu. Padahal bukan salah dia sama sekali."

"Gak tau tuh. Kamu bilangin aja sama Jeonghannya."

Maka dari itu, malamnya aku merangkai kata untuk pesan chat ke Jeonghan. Aku ingin mengabari kalau skripsiku sudah selesai sekaligus aku ingin berterimakasih.

To Kak Han :
Kak, liat deh skripsi aku udah selesai.
/send a picture/
Makasih ya udah bantuin aku jadi objek penelitian skripsi aku. Karena Kakak aku jadi wisuda tahun ini. makasih banyak dan juga maaf karena aku udah nyusahin Kakak selama ini. Sebagai rasa terimakasih aku, aku bakal kabulin permintaan kakak.

Aku menaruh ponselku kembali ke atas meja dan tidak berharap kalau Jeonghan akan membalasnya segera. Karna aku tahu kalau cowok itu sedang sibuk. Namun, serentetan bunyi notifikasi terdengar.

Aku melihat balasan pesan dari Jeonghan.

From Kak Han :
Selamat Kaniaaaaaa!!!
Jangan ngomong gitu, gue lakuin semuanya ikhlas kok. Tapi, kalau lo maksa gue cuma pengen satu hal.
Kita kencan di London.

**

"Gue deg-degan banget," ujar Kristi sambil memegang tanganku.

Kami sedang menunggu antrian orang-orang di depan mading kampus. Hari ini ditempelnya jadwal kompre atau sidang akhir mempersentasikan skripsi yang telah dibuat susah payah dan sepenuh jiwa raga itu.

Setelah rombongan orang-orang itu pergi, aku menarik Kristi bergegas dan langsung mencari nomor induk mahasiswaku di deretan nama fakultas kami.

"Gue dapet hari senin, jamnya ... jam 8. Astaga!"

Aku mendesah pelan. Merasa jam 8 pagi itu terlalu cepat. Hari senin pula. Yah memang sih masih ada waktu satu minggu lagi.

"Gue jam 4. Kita sama-sama hari senin," sahut Kristi di sebelahku.

Dia terlihat tenang dan sibuk melihat jadwal lain dari nama-nama angkatan kami.

Sekarang aku yang deg-degan.

"Lo gak deg-degan lagi?" tanyaku.

Kristi menggeleng lalu menoleh ke arahku. "Lo juga jangan deg-degan. Kita kan udah dapet jadwal, jadi kita udah bisa rencanain kapan mau pesen baju kebaya buat wisuda."

Astaga dia sudah memikirkan soal wisuda. Padahal sidang akhir yang lebih penting sekarang.

Sidang akhir merupakan momentum akhir kehidupan di kampus dan momentum awal untuk kehidupanku selanjutnya. Tidak bisa diajak main-main.

"Gue bukannya deg-degan, gue lebih ke takut gimana kalau nanti gue gak bisa persentasi dengan baik. Atau gimana kalau nanti gue gak bisa jawab pertanyaan dosen penguji gue."

Kristi menarikku menjauh dari depan mading. Kami melipir ke lorong kelas yang sepi.

"Jangan dibawa stres. Inget gimana susahnya lo hadepin ini semua. Inget keselnya lo sama Pak Ardi karna ngasih revisian terus. Inget perjuangan lo sampai di titik ini. masa mau kalah sama apa yang cuma ada di pikiran lo yang belum tentu kenyataan kan."

Aku terharu. Entah darimana aku mendapat teman seperti kristi. Aku beruntung sekali.

**

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Date : 21 September 2022

Revisi : 16 Mei 2023

Pacar (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang