**
Dokter psikiater kenalan Pak Ardi tidak seperti dokter psikiater dalam bayanganku.
Namanya Bella, gayanya eksentrik dan tomboy tidak seperti namanya yang terkesan feminim.
Dia memakai setelan olahraga di ruangan prakteknya. Katanya sih dia sehabis olahraga di gym yang ada di sebelah ruang prakteknya.
Namun, tetap saja melihat dia bertanya hal mendasar mengenai aku tanpa jas putih dokter aku jadi tidak nyaman.
Namun, Pak Ardi ada di sebelahku. Karena dokter Bella adalah kenalannya, mau tak mau aku mempercayai apa diagnosanya terhadapku.
"Wah, ini keajaiban!" serunya heboh.
"Keajaiban kenapa?" Pak Ardi bertanya heran.
Dokter Bella membolak-balik berkas mengenai riwayat kesehatan mentalku di tangannya sebelum berujar, "Dari sekian banyak aku menangani pasien amnesia disosiatif, dalam kasusnya 90% dia sembuh total. Dia sudah bisa mengingat kenangan yang membuatnya trauma tanpa sakit kepala. Daya tahan tubuhmu kuat ya," ujarnya dan tersenyum padaku.
Aku mengerjap bingung. Tidak tahu apa hubungannya daya tahan tubuhku dengan amnesia akibat trauma yang aku alami.
"Dia masih muda dan dengan dorongan orang-orang yang tepat serta lingkungan yang mendukung, dia jadi lebih cepat pulih. Ardi lo memang hebat. Tapi, masih hebatan dia." Dokter Bella melirikku lagi.
Aku risih dengan sorot matanya yang tajam itu. Meski ia memujiku tapi tetap saja sorot matanya aneh.
"Jadi, dia sudah sembuh total?" tanya Pak Ardi.
"Iya 90%. Tinggal tunggu satu bulan lagi dan periksakan dia ke dokter yang mendiagnosanya pertama kali. Aku yakin dia akan terkejut."
"Kenapa harus tunggu satu bulan?"
"Karena, dia perlu beradaptasi kembali dengan ingatannya yang hilang selama satu setengah tahun. Tentu ingatan itu perlu ditempatkan di tempat yang tepat. Nah, gadis cantik. Jika kepala mu sakit tidurlah dan berhenti berpikir. Itu akan lebih baik dari pada kau mengonsumsi obat sakit kepala."
Aku mengangguk mengerti.
Setelahnya Pak Ardi kembali mengantarku ke kampus. Beliau menepikan mobil di gerbang samping kampus.
"Loh Bapak gak balik ke kampus lagi?" tanyaku heran.
"Tidak. Pekerjaan saya sudah selesai memberi tanda tangan untuk tiga mahasiswa bimbingan saya yang datang lebih awal."
"Oh gitu," gumamku pelan. "Makasih ya Pak udah antar saya."
"Iya sama-sama. Kamu itu tanggung jawab saya selama di sini Kania."
Jantungku berdegup cepat. Kalimat Pak Ardi persis dengan kalimat yang pernah Jeonghan ucap.
"Kamu gak turun? Saya harus pergi lagi."
"Kemana Pak?"
"Gak usah kepo kamu. Cepat turun!"
Yah, aku malah diusir.
"Oke Pak. Sekali lagi makasih ya Pak," ujarku dan turun dari mobil Pak Ardi.
"Iya," jawab Pak Ardi dan langsung pergi begitu saja dengan kecepatan tinggi.
Pak Ardi tampak buru-buru sekali.
**
Setibanya di rumah, aku langsung menghubungi orang tuaku dan menceritakan hal baik yang sudah terjadi hari ini.
Mama bilang aku bisa kembali ke London saat sidang akhir selesai dan aku bisa memeriksakan diri ke dokter psikiater yang mendiagnosa amnesia disosiatif kepadaku.
Amnesia disosiatif itu adalah kondisi dimana seseorang tidak dapat mengingat informasi pribadi yang penting, umumnya melibatkan pengalaman traumatis atau yang memicu stres.
Aku juga ingin mengabari Jeonghan tapi, apa hal itu adalah hal yang harus aku beritahu padanya?
Meski sekarang aku tahu kalau Jeonghan juga berada di lokasi aku jatuh waktu itu.
Namun, rasanya kurang pantas kalau aku yang memberitahunya. Bukannya lebih baik Pak Ardi saja ya?
Omong-omong setelah ingatanku kembali sepenuhnya, hal yang membingungkan juga terjadi. Yang pertama yaitu Kristi.
Aku ingin tahu bagaimana awalnya Kristi mengenalku. Pasti aku juga bicara tentang aku yang merupakan mahasiswa pertukaran pelajar yang kalau dipikir-pikir rasanya sangat tidak masuk akal.
Karena, aku masuk kampus Pak Ardi itu di pertengahan semester empat. Aku masuk begitu saja dengan pribadiku yang kaku dan sulit bergaul.
Aku cukup beruntung Kristi mau menerimaku. Dia juga tidak bertanya macam-macam dan aku diajaknya ikut dalam organisasi Bahasa hingga sekarang aku menjabat sebagai Ketua Divisi Humas di organisasi itu sementara Kristi adalah bendaharanya.
Aku juga dapat keuntungan dengan organisasi bahasa itu, aku jadi lebih terbuka dan menjadi pribadi yang lebih baik.
Lalu sekarang aku merasa pasti ada satu dua orang yang berpikir kalau aku membual soal jadi mahasiswa pertukaran pelajar di semester awal perkuliahan. Sebab pertukaran pelajar itu biasanya dimulai di awal semester 4.
Aku melihat brosurnya sekilas kemarin saat aku membaca brosur aksi menanam pohon yang akan diadakan minggu depan.
Apa semuanya akan baik-baik saja?
**
Date : 6 September 2022
Revisi : 16 Mei 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar (✔)
Fanfiction(Completed/Tamat) [Fanfiction About Yoon Jeonghan] Menjadi mahasiswa tingkat akhir, mengharuskan Kania untuk berkutat dengan skripsi. Namun, ia mendapat judul yang di ACC oleh pembimbing sangat amat tidak masuk akal. Karenanya skripsi Kania tidak...