**
Aku termenung cukup lama. Memandang langit biru berteman awan seputih kapas pagi ini. Aku menghirup udara pagi yang sejuk sambil memakan sarapanku. Sandwich buatan bibiku.
Aku sudah berada di Seoul. Tinggal bersama bibiku.
Bibiku memilik kafe di bawah bangunan tempat tinggalnya. Bangunan ini terdiri dari tiga lantai.
Lantai satu yaitu kafe yang merupakan usaha bibi. Lantai dua tempat tinggal bibi. Sementara aku tinggal di lantai tiga. Bibi membiarkan aku menempati lantai tiga bangunannya, setelah hak sewa penyewa terakhir habis.
Sudah satu minggu aku di Seoul. Sudah satu minggu juga aku tak berkomunikasi dengan Jeonghan. Dia tidak mengirim pesan. Aku pun juga tidak memulai duluan.
Kepindahanku ke Seoul pun aku rahasiakan. Rencananya aku ingin memberi cowok itu kejutan. Tapi, melihat seminggu ini aku dicuekin, rasanya kejutan itu akan sia-sia saja.
Apa Jeonghan masih ingat denganku?
Apa Jeonghan masih menganggapku sebagai pacarnya?
Aku jadi ragu.
Yah, meski begitu. Tujuan awalku ke Seoul kan untuk kuliah. Bukan untuk menemui Jeonghan. Jadi aku tidak terlalu sedih.
Akhirnya aku bisa tinggal dengan legal di Seoul. Masuk lewat petugas imigrasi bukan lewat mesin waktu. Rasanya melegakan.
Aku melirik jam dinding. Sudah pukul setengah 9 pagi. Waktunya jam buka kafe.
Aku bergegas menghabiskan sandwichku. Lalu, melangkah turun untuk membantu Bibiku di kafenya.
"Loh hari ini bukannya kamu ada kelas Bahasa?" tanya Bibi.
Aku mengambil alih lap meja dari tangan Bibi dan mulai mengelap meja-meja kafe serta merapikan kursi-kursi.
"Iya Bi. Tapi, nanti jam sebelas."
"Oh gitu. Masih lama dong ya."
"Iya."
"Kalau gitu kamu mau gak bantuin Bibi beliin roti di minimarket perempatan jalan sana. Stok roti buat sandwich tinggal sedikit."
"Mau!" seruku.
Aku selalu bersemangat jika keluar rumah. Soalnya aku bisa berjalan-jalan di jalanan sekitar rumah Bibi. Suasanya yang sepi dan asri dengan pepohonan hijau yang berbunga lebat. Membuat aku selalu bersemangat.
Ini ya rasanya suasana baru. Menyenangkan.
Setelah membeli pesanan Bibi, aku langsung melangkah pulang. Aku melihat ke sekeliling sambil melangkah santai. Lalu mobil van hitam melewatiku dan berhenti tepat di gedung sebrang kafe Bibi.
Kata Bibi gedung itu adalah gedung agensi terkemuka. Meski yang di depan kafe Bibi adalah bagian belakang gedungnya, namun tetap saja gedung itu tetap terlihat megah.
Ada beberapa orang yang keluar dari mobil van itu. Mereka berkumpul di belakang mobil lantas menyebrang jalan menuju kafe Bibi.
Agaknya mereka hendak membeli kopi. Soalnya Bibi bilang, dia sering menerima pelanggan artis dari gedung di sebrang itu.
"Bibi, Kania pulang, ini rotinya. Aku taro di sini ya Bi," ujarku sambil menaruh bungkusan roti di atas samping mesin pembuat kopi.
"Oke. Makasih ya. Kamu siap-siap gih, sebentar lagi kan jam sebelas."
Aku melirik jam dinding di belakang Bibi. Sudah jam setengah sepuluh. Aku harus segera bersiap.
"Oke. Kania ke atas dulu ya Bi."
Aku keluar kafe, karena tangga menuju lantai tiga bangunan ini terletak di samping kafe.
Namun, saat aku mendorong pintu kaca kafe, saat itulah aku melihat sosok Yoon Jeonghan yang juga menatapku. Dia berdiri diam beberapa langkah di depanku. Aku kaget bukan main. Ekspresinya juga terlihat kaget.
Lalu Hoshi muncul dari balik punggung Jeonghan.
"Loh?" ujarnya sambil menunjukku. Hoshi melirik Jeonghan lalu melirikku lagi.
"Kania!" seru Hoshi nyaring.
**
Date : 19 Oktober 2022
Revisi : 17 Mei 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar (✔)
Fanfiction(Completed/Tamat) [Fanfiction About Yoon Jeonghan] Menjadi mahasiswa tingkat akhir, mengharuskan Kania untuk berkutat dengan skripsi. Namun, ia mendapat judul yang di ACC oleh pembimbing sangat amat tidak masuk akal. Karenanya skripsi Kania tidak...