Nana menatap majalah dinding di depannya dengan mata penuh binar bangga, ada nama kekasihnya yang tertera di sana sebagai peraih nilai tertinggi satu angkatan untuk ujian kemarin.
Gadis itu melipir keluar, berjalan ceria ke arah kelasnya sendiri. Masih membayangkan seperti apa reaksi Jeno kalo tau kabar ini.
"Pagiii!"
"Morning Nanaaa!"
Tasnya diletakkan di lantai sebelum membuka kembali buku pelajaran yang akan dibahas hari ini, walaupun bukan jajaran siswa pintar tapi semangat belajar Nana cukup tinggi.
"Jeno juara parallel lagi anjir."
"Kemarin juga menang panahan se-provinsi."
"Heeh, pas olimpiade astronomi juga lolos ke final."
"Baru-baru ini juga kan dia jadi duta narkoba."
"Yang sama anak smaga itu ya?"
"Heeh, yang hits itu loh. Cakep banget dia, serasilah berdampingan sama Jeno."
Nana mengangguk kecil, berusaha untuk tidak memasukkan ke dalam hati kalimat-kalimat yang dia dengar tentang kekasihnya sepanjang hari ini.
Toh pada kenyataannya, Jeno emang begitu. Selalu bersinar dan berkilau dimana pun dia berada dan Nana bangga bisa mengenalnya lebih dekat.
"Pagi, ada Nana?"
Kepalanya terangkat saat suara familiar terdengar, senyum di bibirnya merekah seketika saat cowok yang sedari tadi memenuhi benaknya melangkah ke dalam kelas dan mengambil tempat di sampingnya.
"Hari ini ada ujian?"
"Iya, tes fisika."
Satu bungkus roti isi kelapa dan susu coklat disodorkan.
"Kamu skip sarapan pasti."
"Hehehe."
"Bandel."
"Buru-buru soalnya aku nebeng abang."
"Kok nggak nunggu aku?"
"Ntar kelamaan!"
Jeno berdecak, tangannya terangkat, mengelus rambut kekasihnya yang hari ini dihias dengan jepitan lidi berwarna perak.
"Semangat tesnya. Ketemu di perpus?"
"Hmm," dia mengangguk gemas, "Kamu bawa motor apa mobil?"
"Motor. Mobilnya dibawa mama. Kenapa?"
"Nanti aku mau ke museum, lanjutin yang kemarin, mau nemenin?"
"Kenapa enggak?" senyumnya terukir manis, "Abis itu kita makan mie ayam ya?"
"IYAAA. Di tempatnya Mas Awi kan?"
"Iya."
Jeno berdiri saat bel mata pelajaran pertama berbunyi, cowok itu menepuk puncak kepala kekasihnya sebelum keluar dari pintu.
"Na."
Nggak cuma Nana yang noleh, seisi kelas juga ikut mengarahkan pandangan pada Jeno yang masih berdiri di ambang pintu.
"Apa?"
"Semangat tesnya ya sayang, gimana pun hasilnya, aku sayang kamu. Nanti kita jajan es krim."
Nana menunduk, nyembunyiin wajahnya yang memerah saat satu kelas menyorakinya keras-keras.
***