#13

1.5K 180 5
                                    

Nana nggak tau ini bagian dari mimpi atau bukan saat selimut yang ngebungkus tubuhnya tiba-tiba terasa lebih hangat dan rambutnya disisir lembut.

Dia bisa ngerasain kasurnya bergerak pelan dan sisi kirinya jauh lebih sempit dari sebelumnya.

"Cantik. Pacarku cantik banget."

Oh. Ini mimpi.

Lima tahun pacaran nggak pernah sekalipun Jeno bilang dia cantik, bahkan saat Nana udah dandan semaksimal mungkin karena mereka harus hadir di kondangan sepupu Jeno, cowok itu nggak pernah muji dia cantik.

"Mikirin apa sih sayang? Kenapa alisnya sampe ngerut gini?"

Dia bisa ngerasain jemari pria itu mengelus keningnya dengan lembut, memberikan pijatan nyaman yang ngebuat dia semakin terbuai.

"Cantiknya aku."

Hell.

Rasanya Nana pengen buka mata tapi nggak bisa, agak aneh ngedenger Jeno muji tapi hatinya meletup oleh luapan adrenalin yang berbeda.

"Sayangnya aku."

Demi Tuhan.

Jeno nggak pernah kayak gini, kekasihnya penuh oleh rasa gengsi yang teramat tinggi, denger kata cinta aja jarang, apalagi pujian intens kayak gini.

Nggak lama kemudian, usapan di keningnya terhenti, diganti lingkaran lengan yang melilit pinggangnya, Nana berjengit saat pria itu mencium bahunya seringan kapas, memberikan sensasi aneh di perut.

"Kamu kenapa? Abis bikin salah ya?" tanyanya pelan, nggak kuat dengan perlakuan lembut yang dia dapat.

"Emang gue ngapain?"

Kan.

"Udahlah."

Nana kembali berbalik, nggak peduli lagi Jeno mau ngapain.

"Gue udah baca."

"Apa?"

"Tulisan lu."

"Tulisan apa sih?"

"Di unsent projects."

Ah, dia baru ingat, kemarin abis ninggalin jejak disebuah project milik adik tingkatnya dulu, yang nggak dia tau adalah kenapa pesan itu bisa sampai pada Jeno.

"Maaf."

"Maaf kenapa?"

"Maaf karena gue nggak bisa jadi pacar yang romantis."

Kalo nyari yang romantis, Nana emang harus mundur, soalnya cowoknya ini realistis banget.

Tapi, apa selama lima tahun bareng, Nana pernah nyerah? Enggak.

"Ya nggak apa-apa, kamu nggak harus jadi romantis kok."

"Maaf nggak bisa kayak yang lain."

"Karena kamu emang bukan mereka." Nana kembali berbalik, menangkup wajah rupawan kekasihnya, mencari mata sipit yang menyorot tajam ke arahnya.

"Pesan aku bikin kamu kepikiran?"

Pria itu mengangguk kecil.

"Kenapa?"

"Karena gue baru tau kalo lu ngerasa gitu selama kita bareng."

"Aku pernah protes?"

"Enggak sih ..."

"Emang enggak, karena aku tau itu cara kamu sayang sama aku. Gini, sayang, semua orang punya cara yang beda-beda buat ngungkepin rasa sayangnya, gitu juga sama kamu dan selagi aku ngerasa disayang, itu bukan masalah besar."

Jeno berdecak, gadis di depannya ini selalu bisa bikin dia jatuh cinta.

"Mau peluk?"

"Peluk duluan, aku gengsian."

"Gemes banget sih ya ampun, pacar siapa iniii?"

Tangan Nana melingkupi tubuhnya dengan hangat, ngelus punggungnya begitu lembut, terasa hangat dan menyenangkan.

"Aku sayang Jeno."

"Hmm."

Hmm = Iya, aku lebih sayang Nana.

Maklum, gengsian.

***

haranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang