#10

1.6K 254 17
                                    

"Kamu mau pesen apa, Jen?"

"Java chip."

"Kaayy. Aku americano."

"Jangan delapan shot."

"Iyaaa."

Gadis itu berdiri untuk memesan minuman di salah satu kedai kopi kenamaan, setelah capek keliling mall dan ngebawa pulang tiga kantong miniso berisi barang-barang lucu yang nggak tau apa gunanya dibeli, Nana akhirnya nyerah pada rengekan Jeno yang kehausan.

Maklum aja, cowok itu jarang banget mau nemenin Nana window shopping, soalnya kalo dia ke Mall, pasti dari lantai satu sampai lantai paling atas sampai turun lagi tuh dijelajahi, kayak nggak ada capeknya padahal isinya ya itu-itu aja.

"Aku tadi sekalian ambil peanut butter panini."

"Oke. Nggak apa-apa."

"Udah split bill ya."

"Iya, Nana."

Mereka emang punya kesepakatan kalo jalan berdua gini selalu split bill kecuali untuk belanjaan masing-masing. Kayak Nana tadi, jajan beberapa barang ya dia pake duit sendiri walaupun Jeno mau bayarin, dia tetep nolak soalnya nggak mau dianggap pacaran sama duit aja, toh dia juga punya duit sendiri kok.

"Tau nggak, baristanya tadi ngeliatin aku lama banget."

"Oh ya?"

"Heeh!" gadis itu udah bercerita dengan heboh, "Tadi nanya juga, kok pesen dua? Sama siapa? Temen?"

"Terus?"

"Nggak aku ladenin sih, cuma senyum aja, nyuruh buru-buru soalnya banyak antrian."

"Bagus deh."

Nana kembali menyandarkan punggung ke sofa, ngeliatin pacarnya yang udah asyik ngegame, akhirnya dia mutusin untuk buka sosial media, siapa tau ada kabar baru yang lagi trending.

"Jen, abis ini langsung balik?"

"Emang kamu mau kemana lagi?"

"Mama nitip ayam bakar edan. Mampir nggak?"

"Iya mampir aja."

Nggak lama kemudian, nama Nana terdengar dipanggil, ngebut gadis itu buru-buru berdiri biar antriannya nggak makin panjang.

"Silakan, mbak cantik."

Pujian dari barista itu ngebuat Nana tersenyum kecil, "Makasih mas," katanya sebelum kembali ke mejanya dan Jeno.

"Nih Jen, cakenya satu buat berdua ya. Aku diet."

"Kenapa sih diet-diet?"

"Bukan diet kok!" serunya, menyangkal.

Soalnya Jeno paling nggak suka denger dia lagi program diet atau mengurangi makan, padahal Nana ngerasa kalo pinggangnya udah melebar sejak kemarin abis di endorse banyak macam makanan.

"Jeenn!"

"Apa, Na?"

"Liaat!"

Gelasnya didorong ke depan Jeno yang ngebuat kening cowok itu berkerut nggak seneng, "Apaan, nggak jelas."

Jawaban itu ngebuat Nana berdecih, padahal dia seneng banget ngeliat ada tulisan, For beautiful Nana di gelas kopi yang dia minum.

"Nggak usah senyum-senyum."

"Apasih Jen, sensitif banget."

Cowok itu berdecak, ngeliatin Nana yang masih menyuap cake juga kopi dengan senyum yang nggak juga luntur dari bibirnya.

"Buruan abisin."

"Sabar sih. Ini mau abisin kuenya aja, minumnya sekalian di mobil."

"Gelasnya pasti disimpen tuh."

"Iya dong! Kapan lagi coba aku dipuji cantik?"

Padahal mah, tiap menit juga Jeno muji.

Dalam hati tapi.

"Ayo ah, abisin di mobil aja!"

Nana akhirnya nyerah, soalnya Jeno udah ambil kantong belanjaan mereka.

"Ntar beneran mampir loh, Jen."

"Iya."

Lengannya digandeng erat, ngebuat cowok itu menyeringai.

"Mana barista yang tadi?"

"Hah? Kenapa?"

"Kepo aja."

Nana berhenti bentar, ngeliatin mas-mas barista yang udah nggak terlalu sibuk.

"Itu, namanya mas Dean."

"MAS DEAN!"

Seruan kekasihnya ngebuat beberapa pasang mata ngeliat mereka penasaran, Nana udah narik lengannya buat keluar tapi Jeno mana bergerak.

"Ya?" barista itu ngejawab bingung, "Kenapa, Kak?"

"This beautiful girl is mine. Keep your eyes."

Setelah ngomong gitu, Jeno narik tangan dia buat keluar, meminta valet parkit buat ngambil mobilnya, masih dengan jemari yang bertaut dengan jari Nana, erat.

***


haranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang