"Assalamualaikum", ucap Dean setelah menapakkan kakinya di dalam rumah besar itu.
"Waalaikumussalam", jawab Arumi dari depan TV di ruang tamu.
"Dean...", panggil Eliza dengan lembut pada pria itu. Sementara Dean hanya menatapnya tanpa berkata apa-apa.
"...waktunya minum obat", lanjut Eliza lagi.
"El....", ujar Dean dengan suara yang semakin melemah.
Kepalanya sangat pusing sekarang, dan sudah pasti bagian ulu hatinya terasa sangat nyeri saat ini. Mungkin hal itu terjadi karena ia telat untuk minum obat serta terlalu banyak pikiran. Tak butuh waktu lama bagi Dean untuk tumbang di ruang tamunya. Untung saja, Eliza dengan sigap berlari dan menangkap tubuh Dean yang ambruk.
"DEAN!", teriak Eliza berusaha membuat Dean tersadar kembali.
"Ya Allah, Dean", histeris Mama dari arah dapur.
Sementara papa yang mendengar teriakan dari luar kamar, lantas berlari. Papa begitu terkejut ketika mendapati putra sulungnya terkapar di pangkuan Eliza. Setelah menuruni banyak anak tangga dengan tergesa-gesa, Haziq-Papa Dean-segera mengangkat tubuh putranya kedalam mobil. Dibawanya Dean ke RS terdekat, untuk mendapat penanganan medis. Sesampainya di Rumah Sakit Permata, Dean segera dibawa ke Unit Gawat Darurat.
Selama Dean didalam sana, Mama Ana, Arumi, serta Eliza tak henti-hentinya menangis sembari merapalkan doa-doa berharap tak ada hal serius yang terjadi. Arumi menangis dipelukan Mama Ana. Sementara Eliza, gadis cantik itu sedari tadi berusaha payah untuk menenangkan Arumi dan tante Ana, dan juga dirinya sendiri.
"Dean pasti ngga kenapa-kenapa Tan. Dean yang Liza tau itu kuat. Kita berdoa sama Allah aja, semoga Dean di kasih sehat, ya?", cicit Eliza. Padahal dilubuk hatinya, dia sendiri khawatir setengah mati.
"Iya, nak Liza...."
"...tapi, Tante pengen tahu sebenernya Dean itu sakit apa, sampai-sampai kamu harus ingetin dia minum obat terus?", tanya Mama Ana.
Pasalnya setiap Ana bertanya pada Dean, putranya itu pasti hanya berkata 'ngga apa-apa Ma, Dean cuma ingusan'
"Ehmm.. itu Tan...", ragu Eliza.
Eliza ingat, dulu sekali ia pernah berjanji pada Dean untuk tidak membuka perihal masalah ini kepada siapapun, bahkan pada keluarga laki-laki itu sendiri. Tapi, apakah benar jika seorang Ibu tak diperbolehkan mengetahui kondisi putranya sendiri?
Namun sebelum Eliza sempat melanjutkan, seorang dokter berusia sekitar 35 tahun-an keluar dari UGD.
"Dengan keluarga pasien?", tanyanya.
"Iya, saya Papanya", sahut Papa cepat.
"Ada yang harus saya bicarakan mengenai kondisi putra Bapak. Bisa ikut saya sebentar?", titah dokter itu.
Eliza menarik napas panjang. Dirinya mengerti betul apa yang ingin dokter itu bicarakan. Huh, dia harus menceritakan banyak hal pada orang tua Dean setelah ini.
"Baik dok", jawab Mama. Dokter itu hanya mengangguk kemudian berjalan lebih dahulu dan diikuti oleh orang tua Dean.
"Kak, aku mau ke kamar mandi dulu ya", ucap Arumi sembari menyeka air matanya.
"Iya, cepet balik ya", tutur Eliza yang ditanggapi dengan anggukan ringan oleh Arumi.
Setelah mengatakan itu, Arumi pergi. Hanya tersisa Eliza disana. Dibukanya perlahan pintu putih itu. Pemandangan pertama yang Eliza lihat adalah Dean yang sedang terbaring lemah di bankar Rumah Sakit. Eliza menghela napas berat, membiarkan semua aroma obat-obatan dan aroma khas Rumah Sakit masuk secara sempurna kedalam indra penciumannya. Tentu saja, Eliza tak merasa asing. Bau semacam itu sudah biasa untuknya- mengingat dia adalah mahasiswi kedokteran.
YOU ARE READING
COIN || Dean Abimana Putra
Romance"Zy, kamu tau warna Coin?" Gadis itu hanya diam sambil menggelengkan kepala lucu mendapati pertanyaan tiba-tiba seorang Dean. "Coin itu sejenis abu-abu, dia sering dibilang warna abu-abu, padahal dia ngga seabu-abu itu buat dilihat", yang laki-laki...