Prolog

12 2 3
                                    

Suasana tempat ini masihlah sama seperti lima tahun yang lalu. Cafe yang sudah menjadi langgananku semenjak tiga bulan yang lalu. Masih cukup tenang, sekalipun sekarang furniture nya sudah lebih modern dan juga lebih banyak pelanggan yang datang.

Selain itu, hari ini juga menandai tepatnya lima tahun patah hati pertama ku. Sengaja datang ke sini untuk memulai nostalgia. Lima tahun sudah berlalu, sejak dia menancapkan duri tajam ucapannya pada hatiku. Dan jujur saja, setelah semua memori itu kembali teringat, rasa sakitnya tak berkurang sedikitpun.

Nafas yang tersendat, netra yang pedih, dada yang sesak. Semua itu masih bisa ku rasakan dengan jelas.

Duduk di tempat favourite ku, di belakang pintu masuk di samping jendela. Tanaman hias kecil yang diletakkan di atas meja menarik perhatianku. Dengan lembut ku sentuh daunnya.

Oh ...

Ternyata ini bukan tanaman asli.

Sedikit kecewa, aku memilih untuk menoleh ke luar. Pemandangan kendaraan yang lalu lalang tidak bisa memikat atensi ku. Hal itu membuat pikiranku melayang, jauh kembali ke lima tahun yang lalu.

Di cafe ini, aku dan dia sering sekali berkumpul setelah sekolah. Entah itu mengerjakan tugas bersama, atau hanya sekedar mengobrol ria.

Walaupun pada akhirnya dia tidak berakhir bersamaku sih ....

Mengejutkan memang, aku bahkan tidak bisa berkata-kata pada saat itu. Namun selain rasa terkejut ada juga rasa sakit yang menelusup di hatiku.

Tidak, tidak. Lebih tepatnya rasa sakit yang sanggup menghancurkan hatiku pada detik itu juga.

Namun apa daya. Diriku ini tak bisa berbuat apa-apa, karena pada dasarnya aku ini bukanlah siapa-siapa untuknya. Hanya seorang sahabat, hanya seorang kawan bermain dikala senggang.

Oh iya, hampir saja lupa.

Perkenalkan, namaku Rastiya Raras. Banyak orang bilang bahwa namaku cukup unik, termasuk si dia. Jujur, aku tidak percaya dengan cetusan itu, tapi terserahlah. Namun, tak bisa ku tepis, pernyataannya tentang namaku berhasil menghadirkan jutaan kupu-kupu di dalam perutku.

Tak kusadari, salah satu waiter mendekat ke arahku dengan satu note kecil dan juga pulpen biru yang ia bawa.

"Selamat datang di Cafe Nirmana, Kak. Kakak mau pesan apa?" Tanya lelaki itu dengan nada sopan dan juga senyuman manisnya.

Menoleh, aku langsung mengalihkan pandanganku pada buku menu yang sudah ada di atas meja.

Berfikir sejenak, keputusanku akhirnya jatuh pada Latte dan juga Sponge cake vanilla. Menu yang selalu ku pesan setiap kali datang ke sini.

Menulis pesananku pada note kecil yang ia bawa, lelaki itu kembali tersenyum kepadaku. "Ada lagi, Kak?"

Menoleh padanya, aku terseyum dan menggeleng. "Nggak."

Mengangguk paham, lelaki itu menurunkan tangannya. "Baik, Kak. Silakan ditunggu sejenak, pesanan akan segera diantar." Ucapnya sebelum berbalik dan berlalu.

Aku kembali mengedarkan pandanganku ke sekeliling cafe. Menatap beberapa lukisan yang ada di dinding-dinding cafe dari balik netraku yang tertutup oleh kacamata minus.

Satu lukisan menarik pandanganku untuk terpaku padanya. Lukisan yang menggambarkan pemandangan jalan raya yang kosong. Di sisi kirinya, terlihat ada satu lampu penerang jalan yang berpendar redup.

Senyum kecil mengembang di wajahku. Tentu saja, lukisan itu, aku mengenalinya. Lukisan pertama yang ia buat. Tidak ku sangka aku bisa melihatnya lagi setelah lima tahun lamanya.

Namun jujur, di balik senyum kecilku ini ada memori kecil yang berhasil membuat dadaku terasa nyeri. Sebuah memori saat hati dan ragaku sepenuhnya porak-poranda karenanya.

Mengingat nama seseorang yang pernah ku titipkan hati dan juga cintaku, dan tak kusangka akan berakhir bertepuk sebelah tangan.

Lelaki bernama Anas Rasyid Hidayat.

Lelaki yang merupakan cinta pertamaku.

***

Halo! Setelah ga update selama enam bulan, akhirnya sy muncul juga wakakak

Anyway, hope y'all enjoy this one ^^

PupusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang