Ternyata Kamu Masih Bangun, Ya?!

4 0 0
                                    

Memegangi topi pantai yang ku pakai, kedua netraku menyipit. Berdiri di bibir pantai dan menatap air laut yang jernih. Suara burung camar terdengar samar dari kejauhan.

Dan suasana santai ini benar-benar berkebalikan dengan ributnya suara Rania dan yang lainnya.

Menoleh ke kanan, aku bisa melihat Nonik dan Rania yang sedang bermain air sambil tertawa kecil. Di sisi lain, Nova sedang membuat simbol hati dengan pijakan kakinya. Hal itu tentu saja berhasil membuatku tertawa kecil.

"Kamu ga mau ikut main?"

Aku menoleh ke kiri, menemukan Anas yang berdiri tak jauh dariku. Menatapnya dengan hangat, aku pun tersenyum dan menggeleng.

"Ga dulu. Mereka ribut banget soalnya." Jawabku.

Nova melambaikan tangan kanannya, memanggil Rania dan Nonik untuk mendekat dan mengambil foto memakai kamera analog miliknya.

Menggeleng, aku memilih untuk menjauh dari bibir pantai. Bisa ku rasakan bahwa Anas menatapku dari belakang, mungkin ia kebingungan karena aku meninggalkannya secara tiba-tiba.

Suasana di pantai sore hari ini masih cukup panas untukku. Memilih untuk menata karpet dan juga payung yang masih berantakan, aku bisa merasakan bahwa Anas mulai mendekati ku.

"Sini, biar saya aja yang nata tempatnya." tawar lelaki itu.

Aku menggeleng. "Udah, biar saya aja. Lagian kamu juga pasti capek kan? Soalnya kan tadi kamu yang nyetir mobilnya." Tolakku sembari menarik cooler box berwarna biru yang letaknya tak jauh.

Anas mendengus, membantuku mendorong kotak yang entah kenapa terasa sangat berat itu.

"Saya tidak selemah itu, Ras. Lagian kalau dilihat-lihat, kamu memang sepertinya butuh bantuan." Ucapnya, membuatku memincingkan kedua mata karena entah kenapa setiap kata yang keluar dari mulutnya selalu terdengar seperti sebuah ejekkan di telingaku.

Mengeluarkan hela nafas lega, aku kembali menoleh ke arah Nova, Nonik, dan juga Rania. Ketiga gadis itu nampak sedang sibuk bermain air. Kamera analog milik Nova terlihat tergeletak begitu saja di atas pasir putih pantai.

Astaga, apakah dia tidak takut kalau kameranya hilang?

Mendengar suara erangan, dengan terkejut aku menoleh ke arah Anas yang sedang meregangkan badan. Ia pun merebahkan tubuhnya di atas karpet yang sudah tertata rapi.

"Ras, saya mau tidur dulu. Kalau kalian sudah mau pulang, bangunkan saja." Ucap lelaki itu sebelum menempatkan lengan kanannya di atas kedua matanya.

Merapikan rok panjang yang ku pakai, aku duduk di samping Anas yang sedang berbaring.

"Kamu gak mau main sama mereka di sana?" tanyaku.

Ia berdeham sembari menggelengkan kepalanya, membuatku paham dan akhirnya diam, tak ingin menganggunya yang ingin beristirahat.

"Kamu sendiri gak pengen ikut mereka buat main bareng?" Tanya lelaki itu.

Menggeleng meskipun aku tau bahwa ia tidak bisa melihat reaksiku. "Nggak, saya ga bisa berenang, takut kalau nanti malah tenggelam." Dan tak ku sangka, lelaki itu terkekeh pelan.

"Maaf, saya malah ketawa." Celetuk lelaki itu.

Mendengus geli, aku menggeleng. Memilih untuk kembali memperhatikan Rania dan yang lainnya sedang membuat istana pasir.

Ya ampun, sudah berapa kali mereka berganti kegiatan dalam kurun waktu yang singkat ini?

Menekuk kedua lututku, aku menyandarkan kepala di sana. Jujur saja, aku ingin sekali bergabung dengan mereka, namun hatiku memaksa untuk tetap duduk di sini, menemani Anas, berduaan dengannya–

PupusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang