Cewek Ini Nyebelin

1 0 0
                                    

Mengganti pakaianku dengan jaket tebal yang sebelumnya sudah ku siapkan, aku kembali membenarkan tas yang ada di punggungku. Mendekati suatu rombongan yang berada di dekat basecamp.

Mendekat ke arah mereka sembari melambaikan tangan kananku, aku bisa melihat mereka tersenyum.

"Wuih, akhirnya dateng juga kamu!" seru seorang lelaki.

Aku mengangguk kecil dan ikut duduk di dekat mereka. Beberapa kali, aku ikut menimpali obrolan yang sudah berjalan sebelum aku tiba.

Mereka adalah orang-orang yang tergabung pada kelompok pendakian yang sudah menjadi temanku sejak aku masih SMA. Dan seminggu yang lalu, mereka mengajakku untuk mendaki salah satu gunung yang ada di kotaku.

Gunung yang akan kami daki hari ini adalah Gunung Muria. Gunung ini cukup rendah, maka dari itu pendakiannya tidak akan setegang dan selelah saat dirimu mendaki Gunung Semeru–yah, bukan berarti aku sudah pernah mendaki ke sana.

Perjalanan menuju ke basecamp menurutku cukup mudah. Awalnya aku menggunakan mobilku seperti biasanya untuk menuju ke rumah kawanku yang letaknya berada di dekat desa wisata, lalu aku akhirnya memilih untuk menaiki ojek yang sudah tersedia untuk masuk ke desa wisata tersebut.

Aku tidak berani mengendarai mobilku sendirian. Jalanan di gunung amatlah menyeramkan bagitu. Apalagi dengan jalannya yang berkelok-kelok dan juga menanjak. Astaga, aku pasti akan terkencing-kencing kalau mencoba mengendarai sendiri.

Ya ampun ... entah kenapa ingatanku kembali pada malam itu. Malam dimana aku terpaku oleh pemandangan indah lampu-lampu kota. Malam dimana aku menggenggam bahu kokoh lelaki itu.

Tak kusangka, aku kembali melamun. Shelly, salah satu anggota kelompok pendakian menepuk bahuku, membuatku mendongak padanya.

"Ngelamun mulu, kesurupan baru tau." Sindir gadis berambut pirang itu, membuatku mendengus kesal.

Melambaikan tangannya, gadis dengan ambut sebahu itu menatap ke arah kami berdua.

"Kak Ra! Kak Shel! Ayo cepetan, aku udah ga sabar!" Seru gadis itu, mengundang satu tamparan kecil dari lelaki yang merupakan ketua pendakian hari ini.

"jangan teriak-teriak, Mia! Kamu mau hah kalo nanti dimarahin?" tegur Juna, membuat gadis yang dipanggil Mia menggembungkan pipi kanannya.

Tak ingin menghabiskan waktu lebih banyak lagi, aku dan Shelly pun beranjak mengikuti rombongan yang terdiri dari lima orang itu.

Berjalan bersisian dengan gadis jangkung berambut pirang, gadis itu masih nampak acuh dan dingin seperti biasanya.

"Udah lama kita ga ke sini." Ucapku, berinisiatif membuka percakapan kecil.

Gadis itu mendengus. "Kenapa emang? Masih gamon sama si Anas?"

Hal itu berhasil membuat tenggookanku tercekat.

"Damn, kamu kalo ngomong emang suka nohok gitu ya?" Aku menggerutu pelan.

Gadis itu mendengus, membuatku mendecak kesal.

"Siapa coba yang gamon sama dia? i have my own life, you know that?" aku membalas ucapannya.

Shelly mengangkat kedua bahu, nampak tak peduli dengan pembelaan yang ku ucapkan dan memilih untuk berjalan mendahuluiku. "Whatever, I don't really care about it. Intinya lu jangan jadi penghambat pendakian hari ini, understand?"

Menyeringai menatap punggung jaket warna tosca yang gadis itu gunakan aku tertawa kecil. "Promise you, I won't."

***

Menutup mulutku dengan kedua tangan, netraku menyipit kala tertawa. "Kamu jangan bilang gitu dong, Nas. Saya ngerasa jadi kaya anak rumahan banget."

Anas yang mengendarai motor pun kembali tertawa. "Ya bukan salah saya juga dong. Kan kamu sendiri juga pas pertama kali saya ajak buat muncak mendadak langsung pucet kaya gitu." Aku bisa mendengar hela nafasnya yang samar, memegangi helm yang agak kebesaran agar tidak bergerak terlalu banyak, aku mengeratkan genggaman tanganku pada bahu lelaki itu.

PupusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang