Menghela nafas, aku menyeka keringat yang mulai bercucuran di dahi ku. Setelah kami beristirahat sejenak di Pos 3, Juna kembali mengajak kami untuk langsung melanjutkan pendakian.
Ia bilang bahwa waktunya masih sempat untuk mendaki sampai ke Pos 5. Ia bilang, jika pendakian berjalan sesuai rencana, kami akan mendirikan tenda di Pos 5 untuk bermalam.
Pendakian dari Pos 3 menuju ke Pos 4 cukup membosankan. Treknya cukup panjang dan berbentuk zig-zag, dan jujur saja itu sangat menguras tenaga. Ditambah lagi dengan pemandangan hutan yang itu-itu saja, semakin membuatku bosan.
Pos 4 menurutku Pos yang paling mengesankan untukku. Hal itu dikarenakan Pos itu memiliki jalan yang bercabang, yah ... walaupun jalan akhirnya tetap sampai ke puncak sih.
Dan ditambah lagi di Pos 4 ada beberapa tempat suci yang digunakan oleh para penggiat spiritual. Seperti contohnya Sendang Suci.
Sekalipun tempat ini merupakan sebuah Sedang, tak ada satupun pendaki yang diperbolehkan untuk mandi di sini. Juna bilang, Sendang Suci adalah tempat yang keramat dan dikhususkan untuk para penggiat spiritual.
Yah, kalau ini ya sudah jelas kenapa tidak ada yang mau berurusan dengan hal gaib seperti ini.
Menggenggam tali webbing dengan kuat, aku mengontrol nafas.
Saat ini kami sudah dalam perjalanan menuju ke Pos 5. Jalur pendakiannya cukup unik dengan tanah yang terbentuk seperti tangga kecil di sisi bukit. Dengan bantuan tali pengaman, kami semua bisa mencapai depan gerbang berwarna biru dan merah.
Gerbang itu adalah gerbang pertapaan, ada beberapa aksara jawa yang terpampang di sana sebagai petunjuk.
Anas menyenggol bahuku, membuatku menoleh ke arahnya yang sedang mendongak.
"Kamu bisa baca aksara nya?" tanya lelaki itu.
Aku mendecih pelan lalu menggeleng. "Saya gak hapal sama pasangannya."
Pos 5 akhirnya terlihat dengan gubuk kecil sebagai penandanya. Dan di Pos tersebut ada beberapa petugas yang mendata kedatangan kami.
Sebagai ketua, Juna yang masuk ke gubuk tersebut untuk mendata. Sedangkan yang lain, kami sibuk melihat area Pertapaan Abiyoso yang luas ini.
Pertapaan ini tidak hanya ditujukan untuk para pendaki. Ada beberapa bangunan dan juga peziarah di sekitar.
Dalam waktu yang terbilang singkat, Juna kahirnya kembali berkumpul pada kami. Berkata bahwa ia akan mempimpin rombongan ke tempat camp.
Ia bilang bahwa kami tidak boleh mendirikan tenda di sembarang tempat, para penjaga di tempat pendataan bilang bahwa kami para pendaki tidak boleh menganggu para peziarah. Selain itu, kami juga tidak diperbolehka untuk membuat gaduh di sekitarsini.
Yah, lagipula siapa memangnya yang berani berbuat gaduh di area pertapaan. Dari namanya saja sudah bisa membuat merinding, ya ampun ....
Setelah beberapa saat berkeliling, Juna akhirnya memutuskan bahwa kami akan camping tepat di bawah pohon besar yang ada di sisi kanan kami saat ini.
Dengan brifeing singkat, dengan cekatan kami langsung membagun tenda. Tentu tidak dengan diriku. Aku yang baru pertama kali mendaki ini cukup kesulitan dan harus dibantu oleh Juna dan juga Mia.
Jujur saja aku merasa tidak enak karena harus menjadi beban.
Setelah beberapa menit, tenda kami akhirnya jadi bersamaan dengan matahari yang mulai tenggelam.
Juna bilang bahwa kami tak perlu membuat api unggun jika ingin membuat makanan. Ia bilang bahwa hal tu cukup merepotkan, lebih baik beli di warung yang ada di sekitar sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pupus
Teen Fiction[Update setiap Senin.] Kembali ke kota kelahiran ku setelah lima tahun lamanya ku pergi, tujuan kedatangan ku kali ini adalah untuk bernostalgia dengan luka lama yang pernah tertoreh di hati ku. Mengunjungi tempat-tempat yang menyimpan berbagai kena...