Menyeruput kuah mie rebus yang masih hangat, aku mengusap bibirku yang berminyak sembari menahan sendawa yang memaksa keluar.
"Emang makan mie rebus pas dingin-dingin gini tuh paling mantep!" Seru Juna yang sedang bersandar pada batang pohon sembari mengelus perutnya yang kembung.
Mendengar satu sendawa yang keluar dari mulut seseorang, Mia menutup mulutnya.
"Ups! Maaf, hehe." Celetuk gadis itu.
Menata mangkuk-mangkuk kosong menjadi dua tumpuk, aku pun bersiap-siap untuk kembali ke warung, mengembalikan mangkuk mereka.
Namun sebelum aku berdiri, Juna melambaikan tangannya. "Kamu sama Anas stay di sini aja, biar aku sama Mia yang ngembaliin." Jelas lelaki itu.
Namun aku tetap berdiri, membersihkan celana bagian belakangku yang kotor. "Eh beneran ga apa-apa? Kalau kamu kerepotan biar saya aja." Aku masih bersikeras.
Juna tersenyum manis lalu menggeleng. "Ga usah, kamu santai aja." Menoleh ke arah Mia yang masih bersandar pada tenda, Juna berseru. "Ayo, Mia!"
Mengacungkan jempol, gadis itu akhirnya dengan sigap berdiri sembari mengencangkan jaket yang ia pakai. "Shell, kamu ikut kita gak?" tawar gadis itu, namun dibalas oleh gelengan dari gadis berambut merah itu.
"Ga, gua capek mau tidur." Balas gadis itu dengan ketus sebelum akhrinya memasuki salah satu tenda.
Mengangkat bahunya, Mia dan Juna akhirnya memilih untuk langsung pergi ke warung Bu Darmi.
Melihat punggung mereka yang semakin menjauh, aku memilih untuk mendekati Anas yang nampak sedang sibuk dengan handphone nya. Memangnya ada sinyal di sekitar sini?
"Misi, saya duduk sini ya." Gumamku sebelum duduk di samping kanannya.
Anas yang menyadari keberadaanku pun menoleh dan tersenyum. "Oke." Jawabnya, sebelum akhirnya tersadar dengan cepat.
"Eh iya! Saya tadi bilang mau ngasih tau sebuah rahasia , kan?" tanya lelaki itu sambil cepat-cepat memasukkan handphone nya ke dalam saku celana.
Astaga, aku sudah lupa akan hal itu. mungkin ini adalah efek samping dari betapa lezatnya mie rebus Bu Darmi yang barusan ku santap.
"Oh, iya yah. Saya baru inget, hehe." Ucapku sembari menggaruk belakang kepalaku yang gatal. Sepertinya nyamuk di sekitar sini cukup banyak, ya.
Menurunkan tanganku, aku bisa merasakan bahwa suhu dingin di atas gunung ini mulai memelukku.
"Tapi emangnya kamu ga masalah kalau saya tahu rahasia kecil kamu?" tanyaku, kembali memastikan apakah dia serius ingin membagi sedikit dari hidupnya padaku.
Ia tersenyum lalu terkekeh pelan. "Haha, saya gak masalah kok. Malah, saya pikir kamu sepertinya adalah salah satu orang yang menurut saya berhak tahu akan perasaan ini."
Hah?
Dia bilang apa tadi?
Perasaannya?
Tunggu, tunggu. Apa yang sedang terjadi?!
Hei, jangan bilang kalau imajinasiku akan Anas yang meyatakan perasaan suka nya padaku akhirnya menjadi kenyataan.
Eh tidak, tidak mungkin–tunggu, hei!
Suasana di sekitar menjadi lebih sunyi, entah yang lain juga merasakannya atau itu hanya perasaanku saja. Dan juga, karena keheningan ini, aku merasa bahwa aku bisa mendengar degup jantungku.
Rasanya seperti jantungku sedang berada di tenggorokan, berkedut di sana dan meronta untuk keluar seiring dengan rasa panas yang kembali menjalar di kedua pipiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pupus
Teen Fiction[Update setiap Senin.] Kembali ke kota kelahiran ku setelah lima tahun lamanya ku pergi, tujuan kedatangan ku kali ini adalah untuk bernostalgia dengan luka lama yang pernah tertoreh di hati ku. Mengunjungi tempat-tempat yang menyimpan berbagai kena...