Malam hari itu, mobilku yang berwarna putih menepi ke pinggir jalan yang cukup ramai. Melihat pantulan wajahku di kaca spion tengah, aku kembali merapikan rambut. Melepas seatbelt yang memeluk tubuhku, aku pun keluar. Menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum akhirnya menyebrang jalan.
Perjalanan nostalgia ku masih berlangsung. Jam setengah sepuluh malam ini, aku memutuskan untuk pergi ke wilayah alun-alun kota.
Namun aku tidak bermaksud untuk berjalan-jalan di lapangan besar kota itu, aku lebih memilih untuk menuju ke kawasan kuliner yang letaknya berada di pinggir jalan, tepat di atas trotoar yang didesain cukup lebar.
Mungkin itu adalah fasilitas yang diberikan untuk pedagang kaki lima? Entalah, aku juga kurang tau.
Berjalan melewati beberapa angkringan, aku akhirnya memilih salah satu angkringan yang sudah lama menjadi langganan ku sedari SMA, sekalipun si penjual kemungkinan tidak mengenal wajahku sama sekali.
Memesan beberapa jenis sosis bakar, aku duduk lesehan di atas karpet yang terbuat dari plastik. Meletakkan handphone dan juga dompet ku di atas meja kecil, aku melihat keadaan sekitar yang cukup ramai.
Samar, aku bisa mendengar pembicaraan orang-orang di sekitarku. Sebagian besar dari mereka membicarakan event bola yang sedang berlangsung tahun ini, sebagiannya lagi ada yang bernyanyi dan mengobrol ringan tanpa topik yang pasti.
Namun di sini aku tak berniat menjadi seorang penguping. Aku kembali fokus dengan handphone ku yang kembali menyala, beberapa pesan masuk dari grup chat yang aku ikuti nampak ramai.
Aku juga tak berniat untuk membuka pesan-pesan tidak penting mereka itu. Aku memilih untuk membuka akun instagram milikku. Akun yang sepi like maupun postingan, tetapi tentu saja aku tak peduli.
Men-scroll beberapa postingan, sampai akhirnya aku melihat sebuah foto dari seseorang yang sepertinya ku kenali. Aku mengernyit, berusaha mengingat-ingat wajah yang cukup familiar itu sembari men-stalk akun tersebut.
Dan benar saja, itu adalah akun dari seorang gadis yang merupakan teman satu angkatan sewaktu SMA dulu.
Tertawa garing, aku bergumam pada diriku sendiri. "Astaga, kok dia malah kelihatan kaya tante-tante gini sih mukanya?"
Tak sadar, ada sebuah mobil lain yang juga menepi. Sinar lampunya cukup menarik perhatianku, berhasil membuatku mendongak
Aku bisa melihat ada seorang pasangan yang keluar dari sana. Menyebrangi jalan, dan nampaknya mereka juga memiliki maksud untuk makan di salah satu dari jajaran angkringan yang ada di sini.
Eh tapi tunggu,
Itu dia kan?
Melihat kembali ke arah handphone, aku memencet foto profil akun tersebut, membuat story instagram miliknya muncul.
Dan astaga, yang benar saja? Itu memang dia.
Sepertinya semesta benar-benar mendukung kegiatan nostalgia ku. Entah aku harus marah atau berterimakasih karena kebetulan ini.
Makananku akhirnya datang, membuatku harus meletakkan handphone ku di atas meja. Berterimakasih pada bapak-bapak penjual, aku melirik ke arah pasangan tersebut.
Sepertinya pacar gadis itu sudah ganti lagi, ya?
Mengangkat kedua bahuku, aku memilih untuk kembali fokus pada makanan ku yang masih panas-panasnya. Sembari mengingat kembali tentang seorang gadis yang bernama Alia Jasmine, dan juga apa saja kejadian yang terjadi antara aku, dirinya, dan juga mantan pacarku yang tidak tahu diri itu.
***
Menutup hidungku, aku memilih untuk menepi dari kerumunan. Mengipas-kipaskan tangan kananku, berharap itu sedikit membantu agar bau menyengat dari cat semprot bisa enyah dari hadapan ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pupus
Teen Fiction[Update setiap Senin.] Kembali ke kota kelahiran ku setelah lima tahun lamanya ku pergi, tujuan kedatangan ku kali ini adalah untuk bernostalgia dengan luka lama yang pernah tertoreh di hati ku. Mengunjungi tempat-tempat yang menyimpan berbagai kena...