1.
Makna dari sebuah kalimat 'buah jatuh jauh dari pohonnya' memang benar adanya. Percaya tidak percaya, ketika seseorang dengan jenis yang berbeda mempunyai keturunan, maka keturunan mereka setidaknya memiliki sifat yang sama dengan orang tua mereka.
Terkadang memang tak semuanya sama, bukannya mewarisi sifat bunda atau ayah, ada beberapa anak yang bahkan memiliki sifat mirip seperti anggota keluarga terdekat mereka.
"REGAN! KAMU APAIN WIG PAK JOJO?!"
Teriakan seorang wanita paruh baya dengan sanggul besar yang bertengger di kepala, serta kaca mata minus lawas yang terpasang sempurna di wajah salah satu guru bimbingan konseling bernama bu Nuni itu menggema di area koridor sekolah.
Langkah kaki yang berisi itu mulai melangkah lebih cepat dengan sebelah tangan yang sedang memegang sebuah penggaris panjang.
"REGANTARA REYNAND!" Teriakan bu nuni semakin memecahkan gendang telinga sampai siswa yang berada di sekitarnya sontak menutup telinga bersamaan.
Jauh di seberang lapangan sana, ada tiga orang remaja laki-laki yang tengah asik tertawa di bawah pohon rambutan yang kini buahnya sudah habis. Tentu karena musimnya sudah selesai.
Mereka adalah Regan, Gilang Dan Roni.
"NAH! INI BRE YANG GUE MAKSUD!" Roni menepuk keras bahu Regan yang ada di depannya, membuat laki-laki itu sedikit terombang ambing ke depan.
Regan tersenyum bangga seraya menatap hasil karyanya. Kini sebuah wig berwarna hitam pekat telah menggantung sempurna di antara ranting-ranting pohon yang melambai-lambai.
"JELAS! Pak jojo pasti ga bakalan masuk kelas pagi ini. DI JAMIN! " seru Regan dengan bangga.
Sederhana saja, kemarin pak jojo yang menjabat sebagai guru matematika di kelasnya akan memberi ulangan pagi ini. Tentu otak mereka tidak kuat menampung rumus x, y dan antek-antek nya. Dengan bangga Regan mengusulkan sebuah ide yang malah disetujui langsung oleh Gilang dan roni.
"Tapi kayanya kita bakal di grebek lagi njir, lo liat tuh kita udah jadi buronan bu nuni!" Gilang menunjuk bu nuni yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka.
Roni menepuk-nepuk bahu Gilang dan Regan berbarengan, "anjing! Buru kabur!"
Regan segera merentangkan tangannya. "WET WET WET! TOS DULU LAH!"
"BU NUNI UDAH DEKET NJING! LARI!" ketus Roni, baru saja ia hendak melangkahkan kakinya untuk lari menjauh dari sana, sialnya Regan malah menarik kerah seragamnya dari belakang membuat laki-laki itu kembali tertarik.
"TOS DULU ANJING! MERAYAKAN INI!"
Gilang menoyor kepala Regan dari samping karena kelewat greget dengan laki-laki bongsor itu, "Ribet lu ah! Buruan!"
Regan menjulurkan telapak tangannya, lalu diikuti oleh Gilang dan juga roni.
"MISI BERHASIL!" pekik ketiganya seraya mengangkat telapak tangan tinggi-tinggi.
Lalu dengan cepat mereka bertiga lari dari sana dengan tergopoh- gopoh menjauh dari bu nuni yang sudah hampir menggapai mereka.
........
Redup matahari tak bersinar, indahnya hamparan fauna hijau di depan mata membuat Denan terkagum. Meski kini langit tampak mendung, tak sedikitpun mengikis kecantikan warna daun- daun hijau rindang yang tertiup angin di depannya.
Perlahan laki-laki itu mengambil sebuah buku yang selalu dia bawa kemanapun. Diambilnya kembali pensil berwarna hitam yang tak lupa dia taruh ke dalam sakunya. Denan menunduk, menatap setiap lembaran kertas yang telah tertoreh berbagai karyanya yang indah.
Denan kembali mengangkat wajahnya sembari membenahi letak kaca mata dengan sebelah tangannya yang memegang pensil, lalu laki-laki itu mengacungkan lengannya ke depan dengan sebelah mata tertutup. Denan mengamati pepohonan itu dan menyelaraskan nya dengan pensil yang sudah dia acungkan.
Tangannya lalu kembali tergerak dengan damai di atas kertas, menorehkan banyak garis dengan perasaan yang begitu damai pula. Denan tersenyum tipis, ketenangan inilah yang selalu dia butuhkan.
"NAH LEWAT SINI, NJING!"
"AH PEYOT! BU NUNI MAKIN DEKET!"
"GUE BILANG KESINI, WOI!"
"UDAH GAN, IKUTIN SI KECAP AJA!"
Teriakan terakhir itu sangat pasti suara milik Gilang, siapa lagi jika bukan laki-laki berotot itu.
Denan menoleh sebentar, lalu kembali memfokuskan diri melanjutkan gambarnya yang belum selesai. Namun siapa sangka, langkah kaki berlari itu mulai terdengar mendekat.
Samar- samar denan mendengar suara- suara makhluk halus yang kabur dari neraka di telinganya. Ketiga makhluk halus itu akan datang sepertinya, gumam denan dalam hati.
"sialan si debus, gue di panggil kecap" Gerutu Roni sembari berancang- ancang ingin menjotos tubuh berotot milik Gilang. Ya walaupun tau pada akhirnya ia tetap tidak akan melakukannya.
"Harus sabar, walaupun pada akhirnya lo tetep masuk neraka"
Roni mendelik ke arah Regan yang berjalan dengan santainya.
"Si anjir" Umpat Gilang kemudian tertawa mendengar ucapan laknat yang keluar dari mulut sahabat nya itu.
"EH ADA DENAN! KETEMU LAGI KITA BRO!"
Denan menghela nafasnya dengan panjang, laki-laki itu lalu dengan sigap menutup buku nya kembali, kemudian menolehkan kepala ke arah tiga orang remaja laki-laki yang kini tengah berjalan mendekat ke arahnya.
"Apa?" Denan menaikkan alisnya saat Roni menatapnya dengan sebuah senyum lebar.
Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Roni melunturkan senyum dan langsung mendelik Seketika, "elo ye, gue senyum salah cemberut juga salah. Emang tetep salah gue di your eyes!"
Tanpa menanggapi Roni, denan kembali memutar bola matanya dengan malas.
"Di kejar bu nuni lagi?" Tebak denan yang sudah pasti seratus persen benar. Tidak heran, denan tau betul siapa tiga orang yang ada di depannya ini. Berteman sejak kecil dengan mereka semua membuat denan tau, apa itu arti menderita sesungguhnya.
Regan kemudian ikut duduk di sebelah denan, Laki-laki itu masih sempat menyugar rambutnya ke arah belakang dengan sela-sela jari. Lumayan, untuk menebar pesona.
"Tau aja, lo." Regan malah cengengesan menjawab ucapan denan.
Denan tersenyum miring, "udah ketebak, njing. Ga heran lagi gue sama lo pada" Jawabnya.
Gilang menyampirkan lengannya pada baju Roni, Laki-laki menarik- narik kerah seragamnya karena terasa begitu panas setelah berlari menghindari bu nuni. Walaupun akhirnya mereka akan tetap di dihukum oleh guru BK itu.
"Gerah nih, ke kantin yuk. Biar Gilang yang bayar"
Gilang mendelik ke arah Roni yang tengah menaik turunkan alisnya. Memang anak setan, umpat Gilang dalam hati. Namun bagaimanapun juga dia juga haus dan gerah, mau tak mau juga harus minum setidaknya segelas es teh walaupun cuaca pagi hari mendung seperti ini.
"Traktir lang!" Regan menjulurkan kakinya untuk menyentuh sepatu Gilang di depannya.
"AH BEBAN LO PADA, YAUDAH GUE TRAKTIR!" pasrah Gilang.

KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
Fiksi Penggemar(TIDAK DILANJUTKAN) Regantara Reynand, Anak remaja laki-laki dengan tingkat kenarsisan 180° dengan tingkahnya yang membuat orang-orang sekitar geleng-geleng kepala. Menginjak kelas 12 tahun ini membuat Regan anak tunggal Na Jaemyun dan Renandina Ag...