5. kesialan di pagi hari

70 9 4
                                    

5

Sore hari yang begitu tentram kini Regan rasakan. Matahari sudah tak menyengat layaknya siang hari tadi. Semilir angin lalu menerpa permukaan wajahnya, membuat Regan merasakan ketenangan.

Jauh di depan sana, regan jelas- jelas melihat sebuah gang yang harus dia tuju menuju rumahnya. Gang yang hanya ada satu rumah di dalamnya. Dengan pelan-pelan Regan membelokkan setang motornya ke kiri, agar susi tidak ngambek kembali. Setelah menyusuri gang yang berjarak sepuluh meter itu, regan lalu berhenti di depan sebuah gerbang yang menjulang tinggi.

"Lah?" Regan mengernyitkan dahinya saat kunci gerbang itu tidak ada.

"Perasaan, gue kunci tadi pagi. " Gumamnya kembali, merasa masa bodo Regan lalu kembali menjalankan motornya ke dalam kawasan rumah besar itu.

Setelah memarkirkan motornya tepat di depan halaman, Regan kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam gedung mewah yang tinggi itu dengan langkah lebar. Matanya menatap was-was ke arah pintu utama yang terbuka sedikit. Takut-takut jika ada maling di rumahnya.

Melihat sebuah sapu ijuk di area tong sampah, Regan segera mengambilnya untuk ia gunakan sebagai senjata, jika tiba-tiba? Memang benar ada maling.

"Oke siap, berani- beraninya lo mau maling di rumah gue" Ucap regan sembari mengeratkan pegangannya pada batang sapu ijuk yang sudah ia angkat tinggi-tinggi.

"Emang lo pikir rumah gue ga ada cctv hah?" Gerutu laki-laki itu semakin menjadi- jadi.

"Kalo sampe gue liat PS gue ilang, gue tebas beneran leher lo!"

Mendengar suara langkah kaki dari dalam sana membuat regan semakin siaga dan siap untuk memukul maling sialan itu dengan sapu ijuk di tangannya. Tak lama setelahnya, Pintu utama yang tiba-tiba terbuka membuat Regan refleks memajukan sapu ijuknya ke depan.

"EH EH EH!"

Melihat siapa yang ada di depannya membuat regan langsung mendelik kan matanya dan membuang sapu ijuk yang dia bawa jauh-jauh. Siapa sangka orang yang disangka maling oleh Regan adalah om nya sendiri. Eldian.

Eldian mengusap-usap kemeja kerjanya yang kotor karena terkena sapu ijuk itu, pria itu kemudian berkacak pinggang sembari menatap ponakannya yang sudah seperti gembel. Bagaimana tidak, pakaian urak-urakan, seragam kotor penuh bekas oli, membuat eldian langsung darah tinggi dibuatnya.

"Kapan kesini om?" Regan menampilkan cengiran khasnya.

Eldian menatap julid keponakannya itu, "dari tadi siang. Lo dari mana aja sih? Sore baru pulang. Ngepet lo?"

Regan menunjuk susi yang terparkir di depan halaman nya sembari menatap eldian di depannya. "Gini om. Tadi Regan nganterin roni pulang, eh di tengah jalan si susi ngambek. Regan dorong lah sampe rumahnya roni, terus dibenerin lagi sama om Haechan. Untung mau jalan lagi, ga mati total."

Eldian menatap cengo motor butut peninggalan ayahnya yang sekarang dibawa oleh Regan. Motor tua yang saat dirinya bersama agatha kecil selalu menaiki motor itu keliling kampung. Untunglah motor itu di rawat baik oleh Regan sampai tidak separah motor tua yang lain. Tapi masalahnya, seorang remaja yang umurnya sedang dimabuk cinta monyet mengendarai motor itu? Di jaman sekarang, sungguh langka.

"Ya lo udah tau si susi suka mogok, masih aja lo bawa. Mempersulit hidup."

Regan mengorek telinga menggunakan jari kelingkingnya, "apa om? Ga denger nih,"

Eldian yang kelewat gereget pun segera menarik tangan bocah ingusan itu untuk dia seret menuju halaman samping rumah mewah itu. Regan yang di geret paksa seperti itu pun tidak dapat berbuat banyak, paling- paling doa saja agar omnya tidak membuangnya ke jurang belakang rumah.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang