16. Malam Minggu

61 10 1
                                        

16.

Malam minggu yang terasa begitu panjang ini membawa Regan pergi jauh berbaur dengan kepadatan kota jakarta. Berbekal niat dan juga mood, Regan membawa dirinya pergi ke area pedagang kaki lima yang kian melimpah. Setelah memarkirkan susi dan berjalan dengan style kaos putih dan jeans disertai sepatu putih bermerek gucci, jangan lupakan jaket jeans yang dibelikan eldian entah dari mana, ia berjalan menyusuri setiap tempat dan berdesakan.

Malam ini Regan terlihat seperti orang kaya. Ya memang kaya sih.

Setelah sekian lama hanya berputar seorang diri di padatnya lalu lalang manusia yang berinteraksi, Regan memutuskan untuk duduk di salah satu kursi umum di sana. Laki-laki itu tidak banyak melakukan apapun, hanya diam dan memperhatikan orang yang lewat di depannya.

Mulai dari anak kecil yang selalu tersenyum padanya, lalu anak kecil yang menatapnya sinis dan heran. Banyak yang Regan lihat di sini. Namun dia tidak melihat hantu, sebab dia anak indibego.

Dulu sekali ketika dia masih kecil, tepatnya setelah agatha --mamanya-- pergi untuk menyusul papanya, ia pernah diajak berlibur ke tempat seperti ini oleh eldian. Bedanya, dulu Regan begitu aktif dan semangat untuk memborong dagangan berupa mainan dan berbagai jajanan yang memanjakan mata. Namun kini semakin ia dewasa, semakin sepi rasa hidupnya. Semakin hambar tanpa rasa, kaku, dan berakhir hanya tetap di sana saja.

Jika saja Regan bisa kembali ke masa lalu, dia akan menentang mamanya untuk pergi, setidaknya ia tidak akan se sendirian ini sekarang. Melihat teman- temannya waktu SD diantar oleh mama mereka membuat Regan sedikit iri. Namun eldian selalu berkata,

"kan ada gue lo tenang aja, mama lo aman di sana bentar lagi juga balik, diantar om biar beda dari yang lain".

Sedikit demi sedikit Regan mengembangkan senyumnya yang tipis, saking tipisnya sampai- sampai tidak terlihat oleh sepasang mata.

"Bang, beli tisu?"

Lamunan Regan buyar ketika seorang anak kecil berdiri di sebelahnya. Ketika Regan menoleh, ia menemukan seorang anak kecil sekitar kelas tiga sekolah dasar kini menenteng wadah besar yang talinya di gantung di leher. Anak itu membawa banyak tisu di keranjang bawaannya. Regan terpaku sebentar, menatap seorang bocah laki-laki berpakaian kumal dengan bau keringat kehidupan yang tercium. Tidak, Regan tidak jijik atau sebagainya, malah ia langsung menarik tangan anak itu untuk mendekat ke arahnya.

"Berapa satu?" Tanya Regan ketika ia kembali menyadarkan dirinya.

"Lima ribu bang,"

Mendengar hal itu Regan langsung mengambil dua tisu dari keranjang, ia langsung merogoh saku jaketnya dan mengambil uang berwarna merah di tangannya. Saat Regan mengulurkan uang ke anak kecil itu, anak itu malah menggelengkan kepalanya.

"Saya ga ada kembalian bang, dagangan saya belum laku,"

Regan terdiam dengan tangan yang masih menjulur ke anak itu.

"Abang bawa aja tisunya, saya kasih aja ga papa" Lanjut anak itu, setelahnya ia hendak melangkahkan kaki.

Regan yang mendengar itu tentu saja tersayat betul hatinya, bagaimana anak yang sudah berada di ekonomi yang lebih rendah darinya masih mau berbaik hati? Ternyata tidak perlu kaya untuk menjadi seseorang yang bisa memberi sesuatu untuk orang lain.

"Tunggu," Ucap Regan seraya menahan tangan anak kecil itu.

"Nama lo siapa?" Tanya Regan kemudian.

Anak itu membalas tatapan Regan, "ali bang" Jawabnya.

Regan yang mendengar itu kemudian langsung berjongkok di hadapan ali kecil itu, laki-laki itu tersenyum tipis sembari memasukkan uang itu ke saku kemeja yang anak laki-laki itu pakai.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang