" Ini memang tentang diriku. Tapi ini juga bagian dari dirikau. Aku. Kamu. Kita. Dan kalian. Panorama ini akan tetap berlangsung. Menjadi pemanis dari tiap rasa. Menjadi pengisi dari tiap ruang hampa. Sebuah narasi indah. Berbumbu paradigma penggugah jiwa. Sang histori, dari sebuah alkisah."
***
Tiit.. tiit... tiit..
Aram memandang jam tangan digitalnya yang berbunyi. "pukul dua belas tepat". Ia menghela napas, menjatuhkan punggungnya pada badan sofa, kemudian meminum ice capppucino latte yang telah dipesan.
" Apa belum juga datang?."
Aram meluapkan kebosanannya dengan memandangi setiap sudut cafe bernuansa monocrhome yang bergaya kontemporer itu. lampu-lampu gantung yang menghiasi langit cafe, tumbuhan ruangan, furniture hitam dan putih, serta wallpaper hitam dengan bertuliskan Good mood menyatu dengan cukup elegan.
"arsitektur interior yang cukup indah".
Pandanganya pun jatuh ketika bunyi bel pintu masuk berbunyi. Berdiri seorang gadis cantik dengan raut wajah yang tersengal, seolah telah beradu kejar dengan waktu. Gadis itu melihatnya. Kemudian berjalan dan berhenti tepat didepan meja yang telah diduduki oleh Aram.
" Aram?." gadis itu berkata sambil menunjuk Rimala dengan memincingkan kepalanya.
Aram berdiri. " Dan Anda pasti Rimala?".
Kami berjabat tangan.
" Apakah Anda menunggu cukup lama?." Sahut gadis itu.
" Tidak terlalu lama." Aram membalas. 'Lebih tepatnya, aku telah menunggu selama 2 jam 36 menit 23467 detik yang tentunya aku tidak benar-benar menghitung tiap detiknya. Tapi tentu aku tidak benar-benar berbohong, karena aku benar- benar menunggu lebih dari dua jam lamanya.'
" Syukurlah." Gadis itu tersenyum lega. " Terimakasih telah meluangakan waktu Anda."
Kami kemudian memanggil pelayan untuk memesan beberapa camilan sebagai asupan kecil. karena sepertinya ini akan memakan waktu yang sangat.. sangat... lama... .
" Apakah perjalanan anda menyenangkan miss?." Aram bertanya.
" Traffic jam. It was the promblem." Ia tersenyum kecut.
" Saya merasa terhormat karena bisa memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Anda, miss". Gadis itu memberikan gaya hormatnya dengan menaruh tangan kanan di dada lalu sedikit membungkuk. " – apalagi dengan seseorang seperti saya." Kali ini dengan mengekspresikan wajah yang nampak sedih. Jika orang lain melihatnya. Satu kata. Alay *uhuk , narsis maksudnya.
Ppfttt.. " Please, Stop it." Aram terkekeh
Gadis itu pun terkekeh. " Bagaimana nilaiku kali ini?. Bukankah ekspresi itu menandakan kalau aku punya bakat untuk menjadi seorang aktris?." Aku tersenyum penuh bangga.
" It was ridicolous. Aku berasa ingin muntah melihat ekspresi mellow mu yang barusan itu."
"Oh! Cmon! Can you just answer it?."
" Lima." Aram menunjukkan angka dengan jemarinya. "-dalam skala satu sampai sepuluh."
Senyum nyamenghilang.
"Astaga! Yang benar saja! Apa hanya meningkat sebanyak 0,5?."
Aram tersenyum. Sepertinya semua orang bisa menyimpulkan bahwa tersenyum merupakan hobinya. "hehehe, sudahlah... jadi hal penting apa yang membuatmu tidak bisa membicarakannya di telepon?."
"hmm... sebenarnya.." Rimala menghentakkan jarinya pada meja. "-aku ingin memintamu satu hal." Aku memutar bola mataku. "Eee... aku ingin memintamu untuk menjadi narasumberku kali ini. Tentu tokoh terkenal sepertimu akan membuat berita ini semakin menarik." Aku gugup. " naskah ini akan dimuat di majalah Atma. Majalah yang berisikan hal-hal inspiratif bagi anak muda. Pastinya kau pernah mendar nama majalah itu, karena sedang naik daun di kalangan remaja." Katanya berusaha meyakinkan.
Aram terdiam. Berpikir lama, hingga pelayan datang membawakan pesanan mereka. "Jadi apa yang ingin kamu tanyakan? 'Reporter Rimala'?."
Kini giliran Rimala yang tersenyum. "Bisakah kamu menceritakan beberapa hal tentang dirimu?." Rimala menaruh recordernya, kemudian melipat tangannya diatas meja. " Aku ingin ingin mendengar kisah-mu Aram."
Aram mengangguk. " Tentu!. Bersiaplah, karena ini akan menjadi kisah yang sangat panjang."
"Ay!ay! Capten!."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
T E M A R A M
Romance" Ini memang tentang diriku. Tapi ini juga bagian dari dirikau. Aku. Kamu. Kita. Dan kalian. Panorama ini akan tetap berlangsung. Menjadi pemanis dari tiap rasa. Menjadi pengisi dari tiap ruang hampa. Sebuah narasi indah. Berbumbu paradigma pengguga...