" Dua kebahagiaan lalu satu kesedihan. Dua Kesedihan lalu satu kebahagiaan. Takdir mana yang akan kau pilih?"
***
Aku lapar.
Kata itu terulang tiap detik napas yang keluar. Nilam mengusap perut kecilnya, sepertinya hari ini aku belum bisa makan lagi. Nilam terjatuh meringkuk pada alas kardus yang sudah lusuh. Matanya kembali berbinar ketika melihat seseorang sedang membagikan makanan di gang kumuh ini. Aku lapar. Nilam bangkit , kemudian menyeret tubuh yang sudah kehabisan tenaga. Ia berdesakkan berusaha memperebutkan makanan itu. Tapi tubuhnya terpental dan terjatuh. Lagi dan lagi. Hingga Ia dapati, semua orang telah pergi. Nilam kembali bangkit, dengan harap masih ada makanan yang tersisa untuknya. Aku lapar. Aku lapar. Lapar . tapi yang ia lihat. Kosong. Tak ada satupun makanan yang tersisa. Nilam kecil jatuh teduduk. Yang dilihatnya hanyalah secuil dan remah-remah roti saja. Ia hanya bisa memakannya, dan itu tak dapat menghilangkan rasa lapar yang telah menggerogoti tubuhnya selama berhari-hari. Tanpa tersadari air mata nilam jatuh mengalir. Anak kecil itu merengek, menangis, seperti anak kecil lainnya.
" Ambillah." Seseorang menyodorkan sebuah roti padanya. Nilampun terdiam menatap roti itu, mengusap ingus yang keluar, lantas mengambil roti itu dan memakannya.
" Terimakasih." Nilam menatapnya ragu. Perempuan itu tersenyum tulus. Nilam merasa berterimakasih karena merasa hidupnya terselamatkan kala ia mendapat makanan. Bayangkan saja dirinya yang terbuang ketika masih bayi di jalanan, dan seorang nenek pengemis tua menemukan lalu merawatnya hingga ia bisa berjalan dan bicara. Walaupun begitu ia harus bisa mencari makanannya sendiri di umurnya yang masih kecil. Dalam hati kecilnya itu, ia berkata perempuan itu benar-benar cantik, tak hanya dari wajahnya tapi hatinya juga cantik. Seperti malaikat.
Perempuan itu memandangnya lamat-lamat sontak terkejut. "Malaikat?."
Nilam yang mendengarnya tersipu malu. Oh? Apakah dirinya tak sengaja mengatakan kata terakhir itu?. Nilam kecilpun berlari karena rasa malunya itu. Langkahnya tiba-tiba terhenti. Ia akan mengingat kebaikan itu, setidaknya ia harus berterimakasih bukan?. Gadis kecil itu kemudian berbalik dan melambaikan tangan pada perempuan cantik di ujung gang itu.
"Terimakasih kakak malaikat!."
***
Aku tidak tahu mengapa tuhan tidak mengambil nyawaku, dan malah membiarkanku hidup dalam segala penderitaan. Entah, sudah berapa lama. Sepertinya aku mulai terbiasa dengan kehidupan menyedihkan ini. Seperti yang tengah kulakukan saat ini. Berlari, dari kejaran para petugas kemanan, dikarenakan mencuri beberapa buah dari toko. Aku sudah tak peduli lagi akan murka tuhan dengan tindakanku ini. Jika Tuhan memang peduli, maka Ia tidak akan membiarkanku hidup dengan kelaparan. Bertahan hidup, hanya dengan mencuri ataupun mengemis belas kasih orang lain.
"Heii!! Berhenti kau!!!" suara penjaga itu. Aku berlari sekencang yang kubisa. Kemudian, berbelok pada sebuah tikungan gang. Sial!. Gang buntu!!!. Seseorang menarikku masuk kesebuah gudang tua yang gelap, hanya beberapa cahaya yang masuk ke Gudang itu karena atap yang sudah lubang. Orang itu lalu menutup pintu Gudang dengan cepat. Aku mengintip dari celah pintu yang sudah mulai keropos karena termakan usia. Kulihat dari celah pintu itu, para petugas itu berhasil mengikutiku hingga ujung gang. Mereka berhenti tersengal dan mencari-cari sosokku yang tidak ada disana. Lantas mereka pegi berlari begitu saja ke arah berlawanan karena tidak berhasil menemukanku. Mungkin mereka tetap mencariku di tempat-tempat lain. Yang pastinya aku harus meninggalkan daerah ini beberapa waktu agar tidak tertangkap.

KAMU SEDANG MEMBACA
T E M A R A M
Romansa" Ini memang tentang diriku. Tapi ini juga bagian dari dirikau. Aku. Kamu. Kita. Dan kalian. Panorama ini akan tetap berlangsung. Menjadi pemanis dari tiap rasa. Menjadi pengisi dari tiap ruang hampa. Sebuah narasi indah. Berbumbu paradigma pengguga...