Temaram.
Setelah kejadian malam itu, aku pulang kerumah Bunda. Esoknya, ada sebuah paket yang diletakkan di depan rumahku. Aku membukannya. Sekardus Roti dari minimart. Dan sebuah amplop besar berisikan buku tabungan yang telah Bunda siapkan, cukup untuk keperluanku selama beberapa tahun kedepan. Aku tersenyum. Terimakasih Bunda. Aku melihat amplop kecil lain, berisikan sebuah surat.
Ini Adam. Maaf jika aku menyakitimu. Aku bisa menerima kebencianmu. Aku tak berhak mengatakan apapun. Tapi aku sungguh tidak ikin melihatmu larut dalam pilu. Aram. Bersahabatlah dengan luka, Aram. Kau pernah dengar perkataan ini? 'seseorang perlu merasa susah untuk bisa bersenang riah, menjadi yang terbawah tuk bisa menggapai yang teratas'. Hal itu berlaku sama pada luka. Jika kita Pernah menyakiti maka kita akan tersakiti. tapi terkadang, kita perlu yang Namanya rasa sakit agar tak melukai orang lain. . Jangan salahkan dirinya karena tak kesengajaannya yang hadir. Jadikanlah sebagai tempat kesabaran dalam kebaikan bukan sebagai batu dendam. Ambilah ia sebagai dedikasimu, agar pondasimu terbangun. Kau tahu. Kau perlu keberanian dan kebaikan agar bisa menerimanya. Percayalah setiap hal pasti terdapat balasan sekaligus hikmah terbaik.
Aku memang pergi, dari kehidupanmu. Tapi aku tak jauh maupun dekat darimu. Jangan bersedih Aram. " Laa tahzan innallaha ma'ana. Jangan menangis Allah bersama kita." Aku tahu orang sepertiku tak pantas mengatakan hal seperti itu. Tapi kamu tidak sendirian, Allah bersamamu. Aku pun percaya itu. Maaf atas perpisahan yang berakhir buruk. Maaf tak bisa menjawab atau mengatakan apapapun padamu. Maaf.
Sampai Jumpa.
kuharap rindu ada bersamamu dan mempertemukan kita pada temu yang baru.
Aku menangis. Menyesal, meskipun tahu akan kebaran semua itu, aku terbawa emosi dan membuat Adam pergi.
"Adam, Maaf. Terimakasih."
Aku tertunduk kemudian tersenyum pilu mencium surat yang kupegang.
"Terimakasih atas tawa, yang menjadi kehangatan dalam hikayat setiap atma. Terimakasih atas luka yang tersayat dan terukir indah dalam relung jiwa. Terimakasih. Tanpanya aku tak tahu. Apa arti bersabar dalam penderitaan. Apa arti ikhlas dalam perjuangan. Apa arti bangkit dalam penghujatan. Dan. Apa arti senyum dalam tangisan. Terimakasih. Atas kesenian hidup. yang telah kalian berikan."
-Aram-
***
Nenek Pengemis
Malam Purnama. Malam dimana kehidupan sebenarnya terjadi. Disebuah tempat tersembunyi, terjaga ketat oleh banyak staf berkacamata hitam. Saat itu, sebuah Langkah sepatu hak membisukan suasana. Semua orang menunduk hormat setiap kali sosok itu lewat.
Kriieett
Suara pintu terbuka.
"Selamat datang nyonya". Pelayan membungkuk hormat lalu mengambil jaket kulit hitam yang tersampir pada sosok itu.
Sosok itu pun duduk pada sofa merahnya. Menyilangkan kaki, kemudian meminum secangkir kopi yang dibawakan oleh pelayan lain.
" Wira, Bacakan laporanmu." Titahnya
Seorang pemuda berkacamata persegi menghampiri nyonya itu dengan membawa Tablet serta berkas-berkasnya.
" Hari ini, jumlah produsen semakin meningkat. Tak ada masalah apapun dalam keuangan, justru keuntungan kali ini meningkat tiga kali lipat dengan bertambahnya para begundal di beberapa daerah lain. Tentu dengan hal itu bisa membuat kita semakin mudah dalam usaha pemesanan dan pengiriman 'barang'. Masalahnya. Ehem- jumlah yang tertangkap semakin meningkat tiap bulannya. Sepertinya, kali ini para 'intel' itu semakin bergerak. Jadi saya menyarankan agar memperketat pengawasan dan lebih hati-hati-"

KAMU SEDANG MEMBACA
T E M A R A M
Romance" Ini memang tentang diriku. Tapi ini juga bagian dari dirikau. Aku. Kamu. Kita. Dan kalian. Panorama ini akan tetap berlangsung. Menjadi pemanis dari tiap rasa. Menjadi pengisi dari tiap ruang hampa. Sebuah narasi indah. Berbumbu paradigma pengguga...