LARA (2)

4 3 0
                                    


Aram

Aku membuka mataku pelan. Memandang lampu yang terasa begitu silau. Aku mengedip-kedipkan mataku. Lalu berusaha bangkit. Dari tempat tidurku.

" Kau sudah sadar?!"

Aku menoleh pada sumber suara. Di ujung ruangan aku melihat Adam berdiri kaget sekaligus senang melihatku sadar. Ia lalu berbalik dan berteriak dan kembali bersama dokter dan beberapa perawat.

Aku hanay diam ketika dokter dan perawat itu memeriksaku, aku tak menghiraukan pertanyaan yang mereka lontarkan padaku. Pandanganku hanya menatap pada Adam. Aku melihatnya tersenyum senang melihat kearahku, lantas pandangan itu berhenti keteki ia mengangkat telponnya. Senyumnya menghilang. Wajahnya nampak kaget lalu melihatku kembali, lantas pergi meninggalkan ruangan dengan tergesa masih dengan telponnya.

Kemana ia pergi?

***

Adam

"apa yang harus kami lakukan?" Seseorang diseberang sana bertanya padaku melalu telepon

Aku menghembuskan napasku. "hah.. Kau tau kan aku paling tak suka melihat kehadiran orang yang kubenci?. Lakukan seperti biasanya."

"Baik, kami mengerti."

Aku mengakhiri telepon. Lalu masuk kedalam ruangan tempat Aram dirawat. Aku terdiam ketika pandanganku tak salah dalam melihat apa yang ada didepanku. Aku senang sekali ketika melihat Aram yang akhirnya siuman. Itu terhitung waktu yang cepat sekali, setelah kondisinya dengan luka seperti itu.

" Kau sudah sadar!?." Mulutku berucap. Lantas aku bergegas berbalik. Berteriak. Memanggil dokter dan perawat untuk memastikan kondisinya saat ini.

Aku kembali masuk bersama dokter dan perawat. Mereka berhamburan mengecek kondisinya . Aku melihatnya terus menatapku kosong, tanpa memerdulikan pertanyaan dari dokter dan perawat lain. Aku tersenyum senang padanya.

Krringg..

Bunyi telpon seseorang yang kukenal masuk. Aku segera menjawabnya.

" Ada apa?."

Aku terdiam. Kaget mendengar laporan yang kuterima. Wajahku pucat. Aku kembali menatap Aram. Kulihat dari tatapannya seperti menanyakan dari ekspresiku barusan. Aku kemudian berlari meinggalkan ruangan itu. Aku bergegas berlari tergesa-gesa masuk kedalam lift yang ada diujung koridor.

Aku turun di lantai yang kutujui, dan berlari menghampiri ruangan itu. Aku melihat banyak dokter dan perawat sedang berkumpul mengerumuninya. Memasang alat kejut jantung.

"One Shoot!" dugh!

"Two Shoot!" dugh!

"Shoot!" dugh!

Titttt...

Aku melihatnya tak percaya. Menunduk. Nyonya Senja!.

Tak lama kemudian dokter memberikan pernyataan yang telah dan bisa kulihat dengan jelas didepan mataku. Aku hanya mengangguk. Lalu mengurus semua data-data dan biaya yang diperlukan. Aku kembali berjalan memasuki ruangan itu. Duduk disamping tubuhnya, sebelum dipindahkan keruang jenazah. Mengingat semua perkataan yang pernah ia katakana padaku. Ahh.. bagaimana aku menjelaskan padanya?.

"Bunda?"

Aku sontak kaget dan menoleh. AM!?

***

Aram

Setelah semua dokter memeriksa tubunya dan pergi. Ia melihat kearah kalender di sebelah ranjangnya. Rumahsakit Bakti Cita.

T E M A R A MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang