THE BEGINNING

30.7K 832 3
                                    

"Alya, sini nak, bantuin tante." Terdengar suara tante memanggilku setengah berteriak. Aku berlari tergopoh-gopoh.

"Iya tante, sebentar."

Berusaha menghindari beberapa peralatan pernikahan.
Membalas senyum dan sapaan orang-orang terhadapku.

Namaku Alya Ummu Habibah. Orang-orang biasa memanggilku dengan sebutan Alya. Pengacara muda dengan pengalaman yang lumayan banyak. Bukannya sombong, tapi aku ingin memperkenalkan diriku pada kalian. Tinggiku hanya 158 senti, dengan berat badan 51 kilo, termasuk gendut, ya?

Ya, hari ini hari pernikahan sahabatku, Tama. Lelaki yang sudah lebih dari 10 tahun menjadi sahabatku. Aku mengesampingkan fakta bahwa aku masih mencintainya, hingga detik ini. Biarlah ini menjadi hari bahagia untuknya, dan biarlah menjadi kesempatan terakhirku untuk membantunya.

Keluarga dan tetangganya sudah mengenalku dengan baik. Tante Widya juga sebenarnya sudah menyuruhku untuk menikah dengan anaknya. Namun, Tama sudah memiliki seseorang yang lebih ia sayangi ketimbang sahabatnya. Wajar kan? Bukankah aku hanya sahabatnya?

"Iya, Tante. Gimana?" tanyaku ketika sampai di belakang Tante Widya.

Tante Widya melihatku, lantas tersenyum simpul. Beliau melihat arlojinya. "Sudah jam 4 shubuh, Al. Tolong bangunin Tama, ya."

Aku mengangguk takzim. Setelah pamit undur diri, aku segera beranjak menuju lantai dua. Melewati lorong panjang dengan banyak kamar di sini. Aku tertegun. Meski bukan untuk pertama kalinya datang ke sini, aku tetap saja takjub atas besarnya rumah keluarga Tama. Maklum, dia terlahir dari keluarga kaya, dibandingkan dengan diriku yang menempuh kuliah saja dengan beasiswa, yang terkadang uang makan sehari-hari selama kuliah dijajanin sama Tama.

Pintu bercat coklat tua dengan gantungan namanya terpajang jelas di hadapanku kini. Aku mengangkat tangan, bersiap untuk mengetuk pintu kayu itu.

"Tam? Udah bangun?"

Hening, tak ada jawaban sama sekali

"Coba lagi saja deh, mungkin belum bangun," batinku.

"Tam? Bangun yuk, sudah jam 4, kau kan harus siap-siap, masa mau nikah belum bangun juga?"

Aku mengetuk pintu lagi, namun lagi-lagi tak ada jawaban.

Saat ingin mengetuk pintu kembali, wajah Tama keluar dari balik pintu. Wajah yang terlihat kusut dengan kantung mata tebalnya.

"Kamu nggak tidur, Tam?"

Lelaki itu hanya menjawab gelengan.

"Kenapa?" lanjutku.

"Rihanna tidak menjawab pesanku sejak semalam. Nggak ada foto profil WhatsApp nya, Instagram ku diblokir sama dia, seluruh akses sodmednya diganti password sama dia. Nomor WhatsApp nya nggak bisa ditelepon. Semalam pesanku masih centang 2, sekarang udah centang 1. Bilang sama aku, Al. Aku cuma diprank kan sama dia?" ucapnya kalut.

Aku terdiam di tempatku. Lantas segera mengeluarkan ponselku.

"Foto profilnya masih ada di aku, Tam." Aku menunjukkan ponselku padanya.

Rihanna Dewi, kami mengenalnya semasa sekolah. Aku dan Tama memilih universitas yang sama, namun dengan fakultas yang berbeda. Tama memilih di Teknik Komputer, sedang aku memilih di Ilmu Hukum. Sedangkan Rihanna adalah mahasiswa keperawatan. Kami mengenal Rihanna karena satu organisasi saat itu.

Tama merebut ponselku. "Boleh aku telepon dia, Al?"

Aku mengangguk mengizinkan. Tak beberapa lama kemudian, panggilan ditolak, lantas foto profilnya juga lenyap di ponselku.

Tama tersentak. "Al, gimana ini?"

Aku pun sebenarnya bingung. "Gini, Tam. Kita sholat dulu ya, setelah itu nanti kita tanya bundamu, bagaimana ini. Meski ini urusanmu dengan Rihanna, tapi pernikahan tetap tanggung jawab dari orang tua. Mereka berhak tahu apa yang terjadi."

Tama mengangguk. "Oke, aku ambil air wudhu dulu, nanti kita sholat sama-sama, ya?"

Aku menggeleng cepat. "Kita sholat sendiri-sendiri saja, ya, nggak baik yang bukan mahramnya sholat berjamaah berdua saja."

Aku segera meninggalkan Tama sebelum mendengar jawaban dari ucapanku. Sebenarnya, sudah biasa kami melakukan sholat berjamaah berdua, hanya saja, untuk saat ini aku menghindarinya, karena dia akan segera menikah. Tunggu! Tama beneran akan menikah kan hari ini?

***

Kami semua berkumpul di ruang keluarga setelah aku memberi kabar pada Tante Widya bahwa Rihanna tak ada kabar sama sekali.

"Kita tunggu saja ya sampai jam 7, karena acara dimulai jam 9, jika masih tak ada kabar dari Rihanna, kita akan ambil jalan keluar paling terbaik." Om Irwan menengahi suasana yang memanas, sedangkan aku sibuk menenangkan Tante Widya yang terkena serangan panik.

"Nak, apa yang terjadi?"

Ibuku datang bersama dengan Bapak setelah ku kabari tadi. Kedua orang tua kami sudah mengenal dengan baik. Ibu lalu memeluk Tante Widya, menggantikan diriku.

"Biar aku ke rumahnya saja, Ayah." Tama bangkit dari duduknya, namun segera ditarik oleh Om Irwan.

"Jangan, kamu di sini saja, tunggu! Calon pengantin harus diam di rumah. Pamali pergi." Om Irwan mencegah putranya.

Tama menghentak tangan ayahnya, "Yah, percuma kalau di sini aja nggak ngapa-ngapain. Rihanna nggak akan kesini, dia sudah blokir seluruh akun Tama, Yah!"

"Apa sih, Tam? Apa sih susahnya nunggu? Lihat bundamu! Jangan tambah masalah, deh!"

Tama melihat ke arah Tante Widya yang sedang dipeluk Ibuku. Terlihat raut bingung dari wajahnya.

"Baiklah," ucapnya mengalah.

Saat ini, bahkan melihatku saja tidak. Aku tak akan berharap banyak kali ini. Hanya berharap semoga semuanya lancar dan pernikahan Tama terselamatkan.

Kami masih menunggu dengan setia. Jam seperti berdetak lebih lama dari biasanya. Tama terlihat mondar-mandir kesana-kemari. Setelah beberapa saat, sebuah pesan dari nomor tak dikenal masuk ke ponsel Tama.

 Setelah beberapa saat, sebuah pesan dari nomor tak dikenal masuk ke ponsel Tama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tama melempar ponselnya. Om Irwan bingung harus menenangkan anaknya bagaimana lagi. Tante Widya bangkit.

"Kita tetap melangsungkan pernikahan ini, tapi tidak dengan Rihanna, Bunda dan Ayah akan mengurus suratnya segera ke KUA."

Tama melihat Tante Widya bingung, "lalu dengan siapa, Bund?"

"Dengan Alya."

Aku terkejut. "A-aku?"

Pengantin Pengganti [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang