Memecah jalanan Bandung pagi hari ini dengan mobil Pajero ku, mobil yang kudapatkan setelah beberapa tahun kerja lembur secara tunai. Susah payah juga aku menjelaskan kepada Ibu kenapa tidak datang bersama Mas Tama. Orang tua ku kira, mobil itu akan aku kasihkan pada adik laki-lakiku. Senyum kecut terukir seketika, adikku itu selalu mendapatkan perhatian lebih dari orang tua ku. Entahlah, rasanya hanya dia anak kesayangan mereka.
Aku menepikan mobil saat kulihat cafe tujuan, lantas segera mencari parkiran yang tepat. Belum kulihat tanda-tanda adanya mobil Delia. Biasanya Helena akan dijemput oleh Delia karena rumah mereka berdekatan.
Aku mendekati meja kasir dan tersenyum ramah.
"Mas, pesanan ruang VIP atas nama Alya." Aku mengeluarkan ponselku dan membuka aplikasi QRIS.
"Baik, Mbak Alya. Pesanan ruang VIP dan satu paket lengkap makan siang spesial dengan lemon tea untuk tiga orang, dua cangkir vanilla latte, dan secangkir matcha latte, totalnya 675 ribu ya, Mbak. Mau dibayar tunai atau debit?" tanya Mas Kasir setelah melihat riwayat booking dengan sopan.
"Pakai QRIS bisa kan, Mas?" tanyaku memastikan.
"Oh, bisa Mbak. Ini kodenya, silakan discan." Mas Kasir mengangsurkan kode QRIS milik cafe dan segera kubayar. Setelah itu, beliau mengantarkanku pada ruang VIP yang sudah kupesan.
Aku sengaja memesan ruang VIP ini karena akan ada banyak hal yang kami ceritakan. Dari sejak kuliah, kami selaku menyempatkan waktu untuk bercerita. Delia dan Helena satu fakultas, namun mereka beda fakultas denganku. Mereka mengambil program studi keperawatan. Mas Tama pernah beberapa kali bertemu dengan mereka, hanya saja tidak sampai akrab, hanya sekadar mengenal. Aku bersahabat dengan mereka sejak semester tiga, berarti sudah lima tahun kami bersahabat.
Aku menyandarkan punggung di sofa. Ruang VIP ini menggunakan sofa untuk duduk dan meja yang agak rendah. Cocok sekali untuk nongkrong lama. Seperti teringat sesuatu, aku mengeluarkan ponsel dan mengabari mereka.
Aku tersenyum simpul. Jarak rumah Helena dengan cafe ini juga tidak begitu jauh. Paling lama setengah jam kalau macet. Aku bangkit dan berjalan menuju jendela. Ruang VIP ini terletak di lantai 2, sembari melihat jalanan yang lumayan ramai. Aku tak tahu nanti bagaimana wajah terkejut mereka ketika aku ceritakan bagaimana sebenarnya pernikahan kami. Aku tak yakin kalau Delia bisa bersikap baik kepada Mas Tama, wanita itu lebih bar-bar diantara kami bertiga.
Ponselku di meja berbunyi, sebuah pesan masuk. Dari Mas Tama?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti [TAMAT]
RomanceAku tak pernah menyangka dalam hidupku bisa menikah dengan dia, orang yang ku suka sejak lama, meskipun aku hanya sebagai pengganti pacarnya yang pergi di hari akadnya