"Segitu kangennya ya, Dim?"
"Maaf nih, Kak. Tapi gue abis nganterin cat nya Darrel."
"Yah..." Yudha berusaha memasang ekspresi kecewa meski gagal karena ia sendiri merasa geli.
"Iya, iya. Gue ke sini mau ketemu lo juga."
Walau semua berjalan secara tiba-tiba, tak ada rencana, tak ada perasaan, hubungan mereka masih berlanjut hingga kini.
Memasuki minggu kedua Dimas mulai terbiasa. Saling bertukar kabar disela-sela sibuk, menemani Yudha menyelesaikan tugas hingga larut malam, atau berkunjung seperti sekarang.
"Coba Kakak yang ajak duluan. Tunggu-tungguan begini nggak akan selesai. Cewek nembak duluan tuh sexy."
"Haha, iya deh nanti gue confess."
Yudha menyudahi obrolan mereka dengan saran. Tak ingin juga membuat Dimas menunggu lama.
Perempuan itu menatap Dimas yang dibalas senyum tipis. "Lo ganteng gini kenapa nggak suka cewek sih, Yud," katanya tiba-tiba.
"Udah jadi playboy mungkin gue, Kak, kalo pacaran sama cewek. Soalnya semua cewek tuh cantik, mau gue pacarin semua."
Meski niatnya bercanda, namun Dimas benar-benar merasa tidak suka saat mendengarnya. First impression yang buruk.
"Gue suka juga kok, cewek," kata Yudha setelah dia pergi. "Mantan gue di kampus ini juga."
"TMI banget ya."
Jika lebih dari ini mungkin Dimas tidak akan tinggal diam kedepannya. Mungkin Yudha terlihat biasa, namun siapa yang tau bagaimana perasaannya.
"Dim, pinjem jaket dong."
Jaket itu disodorkan tanpa bertanya, setelahnya Yudha pergi meninggalkannya. Dimas tak jadi menyusul saat Yudha menghampiri seorang perempuan lainnya.
"Maaf ya. Kalo lo nggak terima nanti gue gantiin jaket gue."
Bagaimana bisa Dimas tidak terima, jika barusan Yudha meminjam jaketnya untuk mengurangi rasa malu perempuan tadi akan noda di celana putihnya yang tidak disadari.
"Kayaknya kalo mereka tau, mereka juga bakal antri minta lo pacarin deh, Kak."
Dimas sedikit bersyukur. Tak terbayang jika mereka tau bagaimana Yudha yang sebenarnya.
Mungkin jika suatu hari nanti itu terjadi, Dimas tetap akan menjadi yang paling pertama untuk meminta dipacari Yudha.
"Dim, Dimas," panggil Yudha begitu mereka sampai.
"Iya, Kak?"
Tubuh itu mendekat, masih dengan iris yang menatapnya lekat. "Mau mampir?"
Bagai tersihir tatapan hazel indah tersebut, kalimat yang terdengar seperti permintaan mutlak dari bibirnya, Dimas tak mampu bereaksi selain mengikuti yang lebih tua untuk segera turun.
Memang bukan pertamakali meski tak pernah sampai pagar. Tak menyangka bisa berada di sini, di kamar ini, hanya berdua dengan Yudha.
"Dimas."
"I-iya?"
Makin gugup saat tubuh itu kembali mendekat, lebih dekat dari sebelumnya hingga Dimas dapat mencium harum parfum di kemejanya.
"Mau ciuman?"
"H-h-hah??!"
"Kenapa kaget banget begitu, sih? Lo nggak pernah ciuman emang?"
"Y-ya pernah."
Yudha terkekeh kecil. Menepuk tempat kosong di sebelah setelah menghidupkan playstation. "Bisa main FIFA?"

KAMU SEDANG MEMBACA
First Time
FanfictionJati diri yang baru membuat Dimas bukan apa-apa dibandingkan dirinya yang dulu. Nasihat percintaan yang biasa ia beri pada teman-temannya hanya menjadi angin lalu, karena tak memberi manfaat apa-apa pada dirinya. Semua hal kembali menjadi pengalama...