"Mau apa?"
"Hm..." Dimas memperhatikan layar ponsel yang Yudha tunjukkan sebelum menjawab, "Kira-kira enaknya makan apa?"
"Me?"
Sampai tersedak air liurnya sendiri. "Why do you always tease me like that?"
Yudha tak berhenti tertawa karenanya. Kemudian melepaskan diri dari tangan Dimas, kini berbaring bersebelahan. "Jangan lucu-lucu makannya."
Tapi Dimas kembali mendekatkan diri, mendekap Yudha seperti semula dan membisikkan sesuatu, "Kak, have you considered a threesome?"
"W-what???"
"It would be me, you, and happily ever after."
"Gosh, hampir aja gue kira...." Tak dilanjutkan, kembali pada tujuan awalnya untuk memesan makanan. "Pizza aja gimana, mau?"
"Boleh."
"Have you always cuddled like this with your girlfriend before?"
Terdiam sesaat, kemudian menjawab, "Kalo pengen aja."
Dimas memang sudah tidak ragu untuk mengutarakan keinginannya. Namun, belakangan ini laki-laki itu tak pernah ingin lepas darinya. Cligy like a baby, membuat Yudha cukup terkejut awalnya.
"Kak, can I ask you something?"
"Sure."
"Kakak... Kakak udah pulang?"
"Udah kemarin." Ada jeda sesaat sebelum Yudha kembali mencoba melepaskan tangan Dimas meski gagal. "Nindy nggak akan ganggu lo lagi, tenang aja."
Dimas tau Yudha tidak nyaman dengan topiknya, maka ia memilih untuk mengalihkannya ke hal lain. "Boleh liat, Kak?"
"Boleh."
Matanya beralih pada sketchbook Yudha setelah ia mengalah untuk melepas rengkuhannya. Begitu terpukau dengan apa yang tengah dilihatnya. Meski tidak terlalu paham apa maknanya tetapi dapat membuat Dimas kehilangan kata untuk memberikan sebuah pujian.
Pada halaman terakhir dahinya mengernyit cukup lama. Ada sebuah sketch tubuh seseorang tanpa busana, membuat Dimas beberapa kali melirik Yudha yang masih sibuk memesan makanan.
"Kenapa?" Begitu melihat halaman itu Yudha langsung paham. "Itu self potrait gue."
"Gambarnya sambil liat kaca gitu atau difoto dulu?"
"Liat kaca." Yudha meletakan ponsel kemudian membongkar isi tas dan mengeluarkan sketchbook miliknya yang lain. "Mau gue gambarin?"
Dimas takut merepotkan tapi ia sendiri cukup tertarik. Akhirnya setuju untuk menjadi objek setelah bergumul dengan pikirannya sendiri.
"Tolong ambilin kotak di laci situ dong, Dim. Laci sebelah, bukan yang—"
Dengan senang hati Dimas melakukan apa yang diminta. Tapi saat membuka laci matanya membulat seketika, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Helaan napas terdengar samar, sudah menebak responnya akan seperti apa. "Mainannya Esa itu," jelasnya.
"A-ah... Iya."
Dimas menutup laci dengan hati-hati kemudian kembali mengambil apa yang Yudha butuhkan. Kini keduanya duduk berhadapan, sketchbook dan perlengkapan sudah disiapkan.
"Buka bajunya."
"Semua?"
Yudha langsung menarik salah satu sudut bibirnya. "Udah cuddle juga kenapa masih malu-malu sih, Dim?"
KAMU SEDANG MEMBACA
First Time
ФанфикJati diri yang baru membuat Dimas bukan apa-apa dibandingkan dirinya yang dulu. Nasihat percintaan yang biasa ia beri pada teman-temannya hanya menjadi angin lalu, karena tak memberi manfaat apa-apa pada dirinya. Semua hal kembali menjadi pengalama...