◍◍
Tidak ada yang berubah.
Setelah hari berganti, apa yang sempat menjadi perdebatan sebelumnya terlupakan begitu saja seolah tidak pernah terjadi.
Mereka kembali pada kesibukan mereka masing-masing.
Meninggalkan Jisung yang terus saja tenggelam dalam perasaan tidak nyaman yang semakin hari semakin menenggelamkan hatinya.
Jisung mengulas senyuman tipis.
Meski rasanya menyebalkan dan cukup menyiksa hati, tapi Jisung tidak berniat sedikitpun mengubah keadaan. Atau berusaha mencari perhatian dengan cara memberitahu sang kakak keadaan dirinya saat ini. Jisung tidak ingin disebut egois.
Bila kehadirannya memang semenyusahkan itu, maka Jisung akan dengan senang hati membuat dirinya tidak lagi menyusahkan siapapun.
Dan mungkin ini adalah satu-satunya cara.
Jisung akan menyerah untuk terus ikut mengumbar tawa di samping para Hyung -nya.
"Jisung- ah,"
Jisung menoleh, mendapati Jeongin berdiri di ambang pintu kamar rawatnya dengan cengiran khas andalannya.
Jisung tersenyum kecil. "Kau datang?"
"Hm." Jeongin mendekati Jisung. "Bagaimana keadaanmu? Sudah merasa lebih baik?"
"Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja."
"Baik apanya? Kau terlihat seperti mayat hidup."
"Benarkah?"
Apakah dirinya terlihat semenyedihkan itu? Tapi wajar saja, sih. Dia berada di rumah sakit juga karena dua hari yang lalu sempat mengalami pingsan karena kekurangan darah. Jadi Jisung tidak akan heran kalau sekarang Jeongin mengatakan dirinya terlihat seperti mayat hidup.
Memang begitu kenyataannya.
Jisung harus bersyukur karena Jeongin tidak terlambat menemukannya yang sedang pingsan di kamar mandi hari itu. Kalau betulan terlambat, entah apa yang akan terjadi. Mungkin Jisung tidak akan ada disini sampai sekarang?
"Kau tidak berniat memberitahu para hyung-mu, Jie?" Jeongin bertanya sembari menyodorkan buah apel yang tadi sudah dikupasnya pada Jisung.
Jisung menerima buah di tangan Jeongin dengan senang hati. "Tentang apa?"
"Penyakitmu."
Sejenak, hening menyelimuti. Jisung mengalihkan tatapannya keluar jendela sebelum menjawab.
"Ku rasa, mereka tidak perlu tahu."
"Tapi mereka berhak."
Jisung menggeleng pelan menanggapi kalimat Jeongin. "Aku tidak ingin membuat mereka khawatir."
"Jie,"
Jisung tersenyum getir. Kalimat demi kalimat yang seringkali tidak sengaja dia dengar kembali berputar. Dan itu membuat Jisung semakin yakin dengan keputusannya untuk tidak memberitahu apapun kepada para Hyung -nya.
"Mereka sudah cukup sulit dengan keberadaanku, In- ah. Aku tidak ingin membuat mereka semakin sulit dengan mengetahui keadaanku."
Sudah cukup selama ini Jisung menyusahkan para Hyung -nya. Jisung tidak ingin melakukan hal yang serupa lagi mulai sekarang.
Jeongin yang mendengar perkataan Jisung hanya bisa menganggukkan kepala sebagai jawaban. Dia tidak mempunyai keberanian untuk menentang. Karena biar bagaimanapun, semua keputusan memang Jisung sendiri yang menentukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lossing You..| End✓
FanfictionTentang si bungsu yang terabaikan. •••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••• "Angin perubahan selalu ada. Dengan atau tanpa di minta, ia akan tetap hadir. Karena begitulah tugasnya."