6. Material for Competition

72 44 7
                                    

Grazlie dan Alez keluar dari ruangan bu Lya. Grazlie berjalan membuat jarak dari Alez, ia menghela napas melihat sekeliling sepi.

Alez mengejar jarak Grazlie. "Lo ngehindar?"

Grazlie melambatkan jalannya santai, jika menjauh seperti ini terlihat jelas Grazlie menghindar seperti orang menyembunyikan sesuatu. "Enggak."

Grazlie melihat Alez sebelahnya, ia tahu jika Alez tengah membaca raut wajah Grazlie mengatakan tidak. Grazlie merubah wajahnya tenang dengan raut yang tak bisa dibaca.

"Nanti pulang sekolah mau bareng ke ruangan bu Lya?" tanya Alez seperti mengajak, suara berat pria itu terdengar dingin namun tampangnya hangat.

"O-oke."

***

Grazlie duduk di taman belakang sekolah yang sepi tidak ada orang lewat, waktu istirahatnya ia gunakan untuk membaca buku terlihat tenang dan santai.

Grazlie berhenti sejenak membaca, ia mengangkat kepala ke atas melihat langit cerah di atas, ia merindukan keluarganya telah duluan berada di atas.

Grazlie tiba-tiba teringat pada kaca matanya bisa berbicara, melihat sekeliling aman tak ada siapa-siapa, entah kemauan dari mana ia menekan tombol mengeluarkan suara active.

"Hai, tuan putri." sapa kaca mata itu.

Grazlie teringat kemarin dia hanya mengobrol sebentar dengan kaca mata itu, Grazlie ingin berbicara lebih lanjut pada kaca mata ajaib itu.

"Tuan, saya belum melanjutkan ucapan yang terpotong kemarin,"

"Apa?" tanya Grazlie lupa-lupa ingat, ia tidak begitu perduli kemarin karena jam pelajaran akan mulai.

"Mengenai pria tampan itu, Alez. Oh, iya, tuan akan lomba bersama pria itu 'kan? Begitu cocok tuan, tapi saya rasa ada yang mengganjal."

Grazlie hanya diam menunggu lanjutan berbicara, ia sendiri masih mengartikan ucapan tiba-tiba membicarai sosok Alez.

"Seperti itulah, saya harap pilihan tuan tidak salah, karena pria itu di kenal banyak orang."

Ya, Grazlie juga berharap seperti itu.

"Tuan membuat saya merindukan nyonya, wajah tuan terlihat mirip tapi tuan putri lebih muda."

Grazlie memutar mata malas, jelas mirip karena itu mommynya.

Grazlie mendengar suara bell berbunyi masuk, ia berdiri ingin mematika tombol itu, namun suara dari kaca mata membuat tangan Grazlie belum mematikan.

"Tuan putriku, sepertinya Alez menyukai tuan."

Grazlie mematika tombol itu tak mendengar lagi suara kaca mata. Ia berjalan menuju kelas dengan pikiran masih mengingat perkataan kaca mata, Alez? Menyukai? Selain ajaib kaca mata itu juga ada-ada saja.

***

"Bilangin ke yang lain hari ini gue gak ke sana." ucap Alez hendak melangkah keluar kelas di samping Grazlie.

"Yoi, bos! Bye kita duluan!" seru tiga teman Alez tak lain ialah Visel, Heikkal, dan Rion.

Grazlie tak banyak bicara di sebelah Alez, fokusnya berjalan menuju ruangan bu Lya, ia melihat sekeliling tak banyak Siswa-siswi sekitar, sekolah perlahan sepi banyaknya Siswa-siswi ke arah gerbang untuk pulang.

Sampai di ruangan bu Lya, guru itu terlihat menunggu kehadiran Grazlie dan Alez.

"Silahkan duduk, ibu akan ambil materinya terlebih dahulu." senyum bu Lya mencari kertas-kertas.

Magic Glasses [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang