Baby and Classmates

1.6K 268 166
                                    

Selanjutnya pelajaran matematika tetap berjalan seperti biasa. Walau begitu si Figuran merasa tak kecewa. Sebab mood Papa Zola yang mengajar sambil menggendong Gentar di bahunya sedang baik. Terbukti dari beliau yang nggak memberikan kuis dadakan seperti biasa. Tentu hal ini sangat disyukurinya.

"Hei, lain kali kalian harus membawa Gentar lagi saat pelajaran matematika!" katanya.

Frostfire menoleh padanya. "Kamu siapa?"

Sementara itu, dua kelas yang berada diantara kelas mereka merasa bingung.

"Tumben kelas sebelah sepi kayak kuburan."

"He'eh, biasanya 'kan rame mengalahkan pasar malam."

Kembali ke kelas matematika Papa Zola. Seperti yang dipikirkan murid kelas sebelah, suasana tenang di kelas ini bukan sesuatu yang wajar. Kejadian langka yang terjadi bukan karena pelajaran matematika maupun guru yang sedang mengajar. Walaupun Papa Zola yang memarahi mereka tadi terlihat seram, namun sebenarnya beliau termasuk guru yang bersahabat dengan anak muridnya.

Penyebab kelas tenang adalah karena si bayi yang sebelumnya diduga toyol peliharaan Frostfire. Seisi kelas begitu penasaran padanya. Sampai-sampai nggak ada satupun yang bersuara. Padahal Papa Zola sudah terlanjur senang karena mengira murid-muridnya memerhatikan pelajaran.

"Kemudian kita kalikan sembilan belas dengan tujuh, hasilnya adalah...."

"Selatus tiga puluh tiga!"

"Ya! Hasilnya adalah seratus tiga puluh tiga! Lalu seratus tiga puluh tiga ini kalikan lagi...."

Saat Papa Zola masih sibuk menulis di papan tulis. Gentar turun dengan meluncur lewat punggung lebarnya yang tengah membungkuk. "Wiii!"

Dia lalu mendarat setelah melompat kecil, dengan kedua tangan ke atas. "Hupla!"

"Wah!" anak-anak bertepuk tangan untuk Gentar. Sementara Papa Zola yang mengira tepuk tangan itu untuknya dengan semangat kembali menjelaskan sambil menulis.

Di sisi lain, Glacier hampir saja berdiri dari kursinya karena khawatir Gentar akan terjatuh. Frostfire dan Sori ikut bertepuk tangan heboh seperti yang lain. Sementara Supra sedang merenungkan alasan dia memilih sekolah di sana.

"Serius kalian malah memerhatikan hal lain?! Nggak ada yang mau bahas kenapa dia bisa perkalian?!" walaupun nggak suka matematika, Figuran tetap memerhatikan penjelasan dengan baik.

Gentar yang masih berada di depan kelas, kini berdiri ke tengah. Dia mengedarkan netra besarnya pada seisi kelas yang seluruhnya bergender cowok.

"Gentar sini!" panggil Glacier. Dia khawatir Gentar merasa tertekan akan semua perhatian kelas padanya. Tetapi, nggak disangka Gentar mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan berseru.

"Halooo! Ini Gental!"

"Hai Gental!" heboh seisi kelas, sudah seperti penonton di sebuah konser.

Gentar menggeleng. "Ini Gental!"

"Itu Gental!"

"Hmph! Bukan begitu cala cebutnya. Hmm, halusnya Gental, gitu. Bukan Gental! L lambut, bukan l lampu."

"Ndak bisa basa Enggres."

"Dia ngomong kayak biasa kok, tapi baby version."

"Dia ngomong? Kirain kumur-kumur."

"Gue malah ngira dia lagi nyanyi. Suaranya enak banget didengerin woi."

"Kenapa kalian tidak memperhatikan penjelasan saya?!" keributan kecil yang terjadi membuat Papa Zola yang sebelumnya asyik menjelaskan memelototi mereka.

"Gini lho Cikgu Papa. Tadi Gental ngajak kami ngomong. Kalau nggak diladenin entar nanges."

"Udah Gental bilang bukaaan!" Gentar menggeleng-geleng ribut. "Ini Gental! Bukan Gental!"

"Emang ada bedanya? Hahaha!" kemudian kelas diisi tawa anak-anak cowok yang di masa depan berkemungkinan akan menjadi calon bapak-bapak yang suka menjahili anaknya sendiri.

Papa Zola berkacak pinggang lalu seperti biasa dengan lantang berseru. "Dia bilang namanya Gentar bukan Gental!"

"Kok Cikgu tau bedanya?"

"Anak Cikgu juga cadel. Kalau yang punya adik harusnya paham."

"Ooooh!" seketika kelas berdengung nggak jelas.

"Betul itu!"

"Nggak punya adik, nyimak."

"Aku ada adik, kamu mau? Dua seringgit."

Sementara itu, Gentar menatap Papa Zola dengan netra crimson-gold yang berbinar. Dimatanya visual Papa Zola tampak gagah perkasa. Iringan latar musik heroik yang khas semakin mendukung visualnya. Membuat guru itu tampak berwibawa bak tokoh pahlawan super.

Gentar berlari lalu melompat ke arah Papa Zola. "Papa Zola!"

"Alamak!" Beruntung Papa Zola tepat waktu menangkapnya.

Papa Zola bersiap mengomeli Gentar. Namun, tatapan kagum Gentar padanya membuatnya luluh. "Papa Zola! Musuh kejahatan kekasih kebenalan! Cikgu Papa adalah Papa kebenalan dalam game!"

Papa Zola terdiam. Para murid merasakan atmosfer kelas yang tiba-tiba berubah saling bertukar pandang. Cemas akan reaksi guru mereka yang mood-nya sering berubah.

"Psst! Kak Frosty! Kok Cikgu Papa tiba-tiba diam gitu?" Glacier berbisik ke kursi di depannya. Memangnya itu game apaan? Bapak siapa yang dimaksud Gentar?"

Frostfire balas berbisik. "Game yang lagi viral. Jagoannya bapak-bapak mirip Superman tapi versi roti boy. Anda Paham?"

"Kak, laper ya?"

"Iya, nih."

"Saya tidak pernah menyangka," Papa Zola menurunkan Gentar. Sebagian wajahnya yang menggelap membuat mereka gugup. Semua murid memperbaiki posisi duduk dan menatap tegang pada Papa Zola. Kecuali satu orang.

"Nyangka apa, Pak?" dengan entengnya Frostfire bertanya. Segera dia ditatap horor seisi kelas. Glacier menatapnya prihatin, dalam hati berdoa untuk keselamatan sang kakak.

"Apa?" tanya Frostfire heran.

"Identitas saya disadari oleh anak sekecil ini! Huhuhu!" Papa Zola menjawab disertai dengan teriakan, tangisan dan gerakan dramatis.

Satu kelas menjatuhkan rahang. Bahkan beberapa murid ada yang jatuh terjungkal.

'Kita sudah terkena!'

Suasana pun kembali menjadi normal. Oke, sekarang mereka kurang paham apa yang dimaksud pria berkumis itu.

"Sebenarnya saya adalah model dari game itu."

"Oh ... Apa?!" terkejut murid-murid.

Papa Zola menatap murid-muridnya tak percaya. "Serius kalian tidak sadar? Jelas-jelas saya dipanggil Papa Zola! Dari kumis, suara dan pakaian pun harusnya sudah dapat ditebak."

Seorang murid mengangkat tangan. "Tapi kan Cikgu pakai topeng mata. Juga banyak bapak-bapak cosplay jadi Cikgu, termasuk Bapak saya. Kemarin saya sampai salah ngikut naik motor bapak orang."

"Kalau saya salaman sama bapak orang karena ngira itu Cikgu."

Papa Zola menggeleng pasrah. "Bilang saja kalian tidak peka."

Sementara itu, Gentar duduk di meja guru. Dia memegang buku dan berakting layaknya guru yang mengabsen muridnya.

"Plospail?"

"Lapel, Cikgu!"

"Glaciel?"

"Izin tidul, Cikgu!"

"Soli?"

"Hadil, Cikgu!"

"Supla?"

"..."

Tanpa mereka sadari, dari luar kelas ada sepasang mata yang membelalak ke arah Gentar.

'Tidak ... tidak mungkin!'

__________________

Siapa tuh?
040622

Baby CareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang