Part 6

12.4K 496 2
                                    

Gio POV

Halaman belakang sekolah memang menjadi tempat favoritku selama mengajar di sekolah ini. Kadang aku mampir kesini baik dalam keadaan senang maupun sedih. Ya, seperti sekarang ini, dan dalam keadaan yang masih diliputi duka atas kepergian Irene. Wanita yang pernah menyakitiku namun aku masih menyayanginya sampai sekarang.

Semalaman aku tidak bisa tidur karena pikiranku masih dipenuhi oleh Irene. Aku masih tidak percaya dia benar-benar pergi, dan ironisnya dia pergi bersama suaminya, selamanya di atas sana. Aku yakin, mereka berdua bahagia di sana.

Sungguh mengenaskannya diriku. Menangis lagi? Oh ayolah, apa yang kemarin kurang cukup? Okay, laki-laki menangis itu tidak ada salahnya sama sekali, kuberitahu saja, tangisan lelaki itu hanya untuk sesuatu yang dia anggap sangat amat berharga, like her.

Aku memutuskan menyudahi kegalauanku, seharusnya aku move on semenjak dia menikah dulu, tapi entah kenapa rasa itu benar-benar sulit untuk hilang. Dan akhirnya aku malah menyakiti diri sendiri. Hah, lebih baik aku kembali ke ruang guru, sebentar lagi juga bel, hari ini aku ada jadwal mengajar yang cukup banyak. Sekitar empat kelas. Semoga dengan mengajar nanti, pikiranku bisa dengan cepat teralihkan.

Aku bangun dari dudukku, lalu merapihkan sebentar penampilanku yang terlihat sangat kacau sekarang. Setelah merasa lebih baik, aku kembali menaikkan sedikit daguku lalu berjalan dengan penuh percaya diri.

Baru aku ingin melompati tembok yang kira-kira tingginya setara dengan pinggangku, tiba-tiba saja gagal. Karena adanya kehadiran seorang perempuan yang sedang berdiri menunduk dan wajahnya tertutupi oleh rambut hitamnya yang terurai. Sepertinya aku mengenali gadis ini, bukankah dia si gadis yang akhir-akhir ini suka sekali memandangiku? Oh okay, aku pede sekali, tapi hey! Itu fakta! Dan ternyata dugaanku benar. Sedang apa dia disini?! Sejak kapan dia disini dan apakah dia melihat semuanya?!

Ini tidak bisa dibiarkan, kalau saja dia benar melihat aku menangis tadi.....inisih sama saja aku mempermalukan diri sendiri. Hah! Mau gadis ini apa sebenarnya?!

"Kamu lagi ngapain di sini" ucapku sedatar mungkin setelah aku berhasil mengontrol emosiku. Kulihat dia kaget dan langsung membalikkan tubuhnya menghadapku. Saat aku menatapnya tajam, dia langsung menunduk seperti semula.

"E-eh, itu, ta-tadi kebetulan aja lewat." Jawabnya dengan terbata, kebetulan lewat katanya? Oh, dia mencoba membohongiku ternyata. Jelas-jelas tadi dia ada di koridor dan kupergoki sedang menatapku.

"Begitu? Setau saya tadi kamu ada di koridor bersama temanmu, kenapa tiba-tiba di sini?" Ucapanku barusan membuatnya menatapku tidak percaya, hey yang aku katakan benar kan? Kenapa juga dia harus berbohong?

"Lagian kamu tuh kok suka banget mencampuri urusan orang ya" sambungku. Seketika raut wajahnya berubah dari yang tadinya tegangmenjadi datar. Sangat datar. Kenapa?

"Tadi saya memang berniat ingin kesini, tapi tidak tau kalau ada Bapak. Maaf kalau saya mengganggu, permisi." Ucapnya dan dia langsung berlalu begitu saja. Kenapa aku jadi tidak enak hati begini sih? Aku melompati tembok lalu.....apa aku harus mengejarnya? Lagipula untuk apa? Oh iya! Apa perlu aku menanyakannya apakah dia melihat aku menangis tadi? Okay, bahasaku terdengar aneh, ya pokoknya begitulah.

"Hey! Apa kamu melihat semuanya tadi?" Teriakku dan dia langsung menghentikan langkahnya, tanpa menoleh lagi kearahku gadis itu menggeleng dan berkata "Tidak" lalu kembali melanjutkan jalannya yang sempat terhenti tadi. Aku menatap punggungnya yang semakin lama hilang dari pandangan. Setelah dirasa gadis itu telah kembali ke wilayah sekolah,aku baru melanjutkan langkahku untuk mengajar anak-anak.

"Apa tadi aku terlalu kasar padanya?' Batinku.

Anna POV

Ternyata kehadiranku benar-benar mengganggunya, aku menyesal sekarang. Tindakkanku yang diam-diam mengamatinya dari balik tembok tadi malah membuatnya terlihat tidak suka padaku. Aku tidak menginginkan ini, aku berharapnya dia melihatku balik dengan rasa yang sama seperti apa yang aku rasakan. Tapi malah jadi begini, aku memang bodoh! Seharusnya aku tidak melakukan hal itu tadi, rasa ingin tahuku memang tinggi, dan hal itulah yang membuatku seperti ini.

My Lovely TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang