-Hotel Jeritan🛎️- {4 Brother}

200 16 1
                                    

"Gaes gaes! Ada yang viral kali ini!" Adhit menerobos pintu kamar Erpan. Terdapat tiga orang di dalamnya, yang hanya mengalihkan pandangannya ke Adhit.

"Kamu ini, datang-datang nerobos pintu sembarangan."

"Hehe, maaf. Katanya hotel angker yang dulu pernah kita nginap itu tutup."

"Tutup? Kenapa?"

"Hotelnya mengganggu tamu, jadi terpaksa ditutup." Adhit pun ikutan duduk diantara mereka, "Bukan suara orang narik meja itu, sih. Tapi suara jeritan. Jeritannya suka pas malam-malam, jadi kadang tamu hotel panik, dikiranya ada kebakaran atau apa pun itu hingga ada orang yang berteriak. Dicari suaranya, gak ada yang teriak sama sekali." jelasnya.

"Jadi... kedatangan kamu-"

"Untuk mengunjungi hotel itu! Ayo!" Adhit pun berdiri lagi, antusias untuk mendatangi hotel yang dijelaskannya tadi.

"Lu gila ya, gua udah trauma ama hotel itu. Kau potong lidahmu itupun aku tetap tak mau ke hotel itu." Langsung saja si Erpan menolak, "Emang napa sih kita harus ke hotel itu? Nanti Jokowi bakal kasih kita duit kah?"

Mereka berempat dulunya pernah menginap di hotel tersebut, saat malam mereka ingin tidur, mereka terus menerus diganggu oleh suara orang menarik meja, duk, duk, duk. Begitulah suaranya, hingga shubuh pun suaranya masih terdengar. Saat dicek kamar sebelah mereka, tidak ada orang sama sekali. Kamar mereka terletak di ujung. Di depan kamar adalah tempat menaruh alat bersih-bersih.

"Gua ikut ya, dhit." Nelson mengajukan dirinya. "Dari dulu pengen banget gua selidikin tu hotel. Soalnya kemaren resepsionis di sana meninggal entah kenapa."

"Aku ikut, penasaran." Zen juga ikut.

Adhit pun tersenyum penuh kemenangan, sambil menatap Erpan.

"Yodah! Gua ikut, tapi gua gak tanggung jawab kalo kalian bertiga diseret masuk dunia lain!"

"Jadi, kapan kita ke hotel itu?"

.

.

.

.

Malam Jumat Kliwon.

"Dasar kuda gila," gumam Erpan sambil memutar bola matanya. Frustasi mengapa teman-temannya malah memilih hari Jumat, udah gitu Kliwon lagi.

Mereka memasuki di ruang lobby, keadaan yang gelap telah diterangi oleh senter masing-masing, meja resepsionis sama sekali tak terurus, sangat berdebu. Katanya, hotel ini ditutup secara tiba-tiba saja.

"Kita bagi dua kelompok, ya." Adhit memutuskan untuk membagi kelompok ketika melihat ada dua lift, "Gua ama Erpan, Nelson ama Zen."

"Oke kalau gitu."

"Eh eh, masa' gua ama ni kuda gila lagi, sih-" ucap Erpan yang tak setuju tetapi tangannya sudah ditarik oleh Adhit.

Lift menaik ke lantai tujuh, lantai paling atas.

"AAKKKKKKKKKK!!!!!"

Tiba-tiba sebuah teriakan menyakiti telinga mereka, teriakan itu terdengar dekat sekali. Mereka sedikit panik sambil memencet-mencet tombol lift.

"Anjirlah, cepetan woy! Kapan nyampenya, sih!!" Erpan berusaha menutupi telinganya, indikator lift masih menunjukkan angka 5.

"Sabar!!!!" Adhit menekan sembarang tombol, berharap ada tombol yang bisa membuka pintu lift.

Lift pun berhenti di lantai yang ingin mereka tuju, lantai 7, teriakan wanita tadi sudah terhenti. Menghela napas lega, mereka keluar dari lift, koridor yang sangat berdebu. Dulu, di lantai inilah mereka menginap hotelnya, mereka masih mengingat nomor kamar mereka, nomor 73.

"Ini kamar kita dulu, ya?"

"Iya, gua sama sekali gak rindu ama tu kamar."

"Hehe...."

Tanpa angin tanpa hujan, Erpan dihinggapi seekor kecoa di kepalanya.

"ANAK ANJJ1111NGGGG!!!!"

"SETAAANNNN!!!!!!!"

Mereka berdua berlari terbirit-birit, berbalik.

.

.

.

.

"Kau denger, gak?" Zen mencoba lebih mendengarkan suara yang didengar. Sebuah suara teriakan yang mengerikan.

"Heeeehh? Suara apaan?" Nelson adalah orang yang paling santai di sini, ia mengotak-atik sebuah tape recorder yang tak sengaja ia temukan, juga sembari bernyanyi.

"...Kizuna myuuujiik
Tada hitamuki ni oikaketeika
Mune no oku no omoi
kizuita- HWAAAAAAAA!!!!!!"

Nelson melemparkan tape recorder nya dan berteriak sekencang-kencangnya, Zen ikut terkejut.

"NAPA, SON?!!"

"ADA HANTU JADI-JADIANNNN!!!!"

Alhasil, mereka kabur dari lantai 4 dengan terus berteriak. Mereka sampai di lift, dengan napas terengah-engah, Zen memencet sembarang tombol, tetapi sebuah teriakan membuat mereka berteriak lagi.

Erpan dan Adhit tetap berteriak karena mereka dikejar gerombolan tikus-mungkin kecoa juga. Sampai di lift, mereka saling berteriak melihat Zen dan Nelson yang ada di dalam lift, Nelson dan Zen pun ikut berteriak.

"Woy WOY, udah cok!" Erpan tersadar.

"Ampunn... capek gua teriak woy...." Nelson terbatuk-batuk, memegang dadanya.

"Kita ini teriak-teriak terus dah. Mana hantunya? Gak ada sama sekali tuh."

"Iya, yang gua temuin cuma kecoa, tikus ama hewan lucknut lainnya."

"Heiii...."

Sebuah tangan memegang pundak Adhit, membuat mereka terkejut lagi dan berteriak. Untungnya mereka sadar jika yang memegang pundak Adhit adalah manusia.

Seorang wanita dengan kulit yang sedikit pucat, ia berpakaian seperti seorang resepsionis.

"Ah, maaf mengagetkan kalian. Saya adalah resepsionis hotel ini. Saya terkejut melihat kalian yang datang ke hotel ini. Apa yang kalian lakukan?"

"K- kami hanya menyelidiki hotel ini, katanya banyak orang-orang yang mengatakan jika ada teriakan-teriakan aneh," jelas Zen.

"Hotel ini kami paksa tutup karena rating nya yang sudah rendah. Hotel kami menjadi menyeramkan seperti ini karena ada banyak sarang hewan pengganggu. Jadinya banyak orang yang suka berteriak karena sering bertemu dengan hewan-hewan itu. Hotel kami memang bisa bergema jika ada orang yang berteriak. Mungkin penjelasan ini bisa membuat kalian mengerti."

Mereka pun mengangguk-angguk mengerti.

"Bukannya kita mendengar teriakan perempuan juga-"

"Ehh... itu suara teriakanku. Aku juga terkejut waktu datang ke hotel ini kembali." Wanita itu tertawa canggung.

"Ohh... begitu. Baiklah, sepertinya semuanya sudah terjawab." Nelson menepuk tangannya sendiri.

"Jadi, ayo kita pulang! Gua sudah tak tahan di hotel ini."

Mereka pun keluar dari hotel tersebut. Tetapi saat keluar Nelson tersadar oleh suatu hal.

"Bukannya resepsionisnya udah meninggal?"

End~

--------------

Jujur aja, rasanya aku pernah denger cerita hotel jeritan ini di dunia nyata. Tapi dimana ya waktu itu dengernya? Katanya hotelnya itu beneran ada. Tapi sekali lagi saya tidak tau hotel apa.

Dan ya, author pernah diteror kayak 4 brother gini. Waktu keluar kota, author nginap di sebuah hotel, pas mau tidur tiba-tiba diganggu ama suara orang narik meja. Kalian sudah tahu sendirilah kalo ternyata gak ada orang yang sama sekalipun yang narik meja ampe sekeras itu🙃

Mungkin minggu depan author bakal lebih aktif lagi, soalnya sekarang author udah selesai ujian!╹▽╹

Oke, waktunya revisi cerita Elements World (ToT)

Short Story About Us (YTMC Random Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang