🍁Kepingan Kenangan

1.1K 128 10
                                    

Halooo semuanya!!!!!
Apa kabarrr? Harus baik yah! Heheee

Mon maap yawww baru bisa update lagiiii, terimakasih banyak buat yang udah nungguin, stay tuned terus yaa gaess🤍

"KAK?!!!" teriak Audrey dengan napas memburu. "Nggak! Nggak boleh, nggak mungkin!" batu nisan itu masih tergambar jelas di memori Audrey. Gadis itupun segera beranjak dari kasurnya.

Ansel, umi, dan abi yang terkejut dengan teriakan Audrey langsung menuju kamar Audrey namun hasilnya nihil karena gadis yang menjadi objek pencarian sudah terlebih dahulu meninggalkan rumah.

Jam menunjukkan pukul 1 dini hari dan keadaan jalan sangat sepi, namun rasa takut Audrey seakan hilang tergantikan dengan kekhawatiran yang kini memenuhi hatinya. Audrey terus berjalan menuju rumah sakit dengan setelan baju piyama. Gadis itu bahkan lupa membawa ponsel apalagi uang sehingga yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah berjalan dengan sekali-kali berlari. Angin malam yang berhembus kian menusuk kulit putih gadis yang terus mengusap kasar air mata yang membasahi pipinya. Janji itu masih berusaha Audrey tepati dengan hati yang jauh dari kata baik-baik saja.

"Cantik, sendirian aja nih?" Audrey terkejut saat jalannya dihadang oleh beberapa preman. "Mau kemana? Gue anter ya?" goda salah satu preman itu yang kini mulai mendekat ke arah Audrey yang membuat gadis itu berjalan mundur. "Pergi!"

"Sikat, bos!" seru preman yang wajahnya terlihat paling muda. "Tolong jangan ganggu saya," cicit Audrey, namun percuma karena preman-preman itu semakin mendekat. "Kita bukan orang jahat, kok," preman itu kini mendekatkan wajahnya ke arah Audrey hingga ia bisa mencium aroma minuman keras.

"Udahlah ayuk ikut aja, pasti seneng kok," imbuh preman itu dengan menyentuh bahu Audrey yang langsung ditepis kasar oleh gadis itu. "Jangan sentuh saya!" Audrey semakin ketakutan, ia terus berusaha mundur. "Nggak usah malu-malu deh, mau secara halus atau kasar?" Audrey rasanya ingin berlari sekencang mungkin namun rasanya untuk melangkah saja tenaga gadis itu sudah habis karena ketakutan.

Bugh!

Ansel datang, laki-laki itu langsung menendang preman yang posisinya paling dekat dengan Audrey hingga tersungkur. "Wah ada pawangannya ternyata," sahut yang lain. "Nggak usah banyak bacot!" ini adalah kali pertama Audrey mendengar Ansel berkata kasar dengan sorot matanya yang memerah padam.

Beberapa preman itu tentu tidak tinggal diam, mereka memukul balik Ansel hingga akhirnya perkelahian itu memecahkan kesunyian malam. Ansel dengan brutal menghajar satu per satu lawannya, keahlian bela diri yang selama ini tak pernah ia gunakan sekarang berhasil menumbangkan preman-preman yang dengan lancang menyentuh princess kesayangannya.

"Ampun! Kita nggak sengaja," ucap salah satu preman yang tidak digubris oleh Ansel, laki-laki itu terus menghajar preman-preman itu tanpa ampun. "Bang, udah bang, biarin mereka pergi," cegah Audrey dengan memegang lengan Ansel saat abangnya itu akan melayangkan satu pukulan lagi.

"Tapi drey-

"Istighfar Bang, mereka bisa meninggal, Audrey nggak mau abang kena masalah," ucap Audrey yang membuat Ansel menarik napas. Pandangan Ansel menghunus tajam kearah preman-preman yang sudah tergeletak tak berdaya di jalan. "Sekali lagi gue tau kalian berani semena-mena sama perempuan, habis Lo!" ancam Ansel sesaat sebelum sorot mata tajamnya berubah menjadi hangat lagi saat menatap manik adiknya yang masih ketakutan.

"Kamu nggak papa? Apa yang luka? Kamu nggak diapa-apain, kan?" tanya Ansel pada Audrey setelah preman-preman itu kabur. Audrey menggeleng, "nggak papa bang," jawab Audrey yang membuat Ansel memeluk adiknya itu dengan erat. "Jangan keluar sendiri lagi drey, bahaya. Kamu mau kemana? Abang anter, drey," ucap Ansel dengan mengusap hijab Audrey.

"Audrey mau ke rumah sakit, bang. Audrey mimpi buruk, Audrey takut Kak Arfan kenapa-napa," lirih Audrey yang kini berada dalam dekapan Ansel. "Arfan nggak papa drey, jangan gegabah gini lagi ya dek. Coba bayangin gimana perasaan Arfan kalau tau princess kesayangannya ini nekat kayak tadi?" Audrey semakin mengeratkan pelukannya pada Ansel.

"Maaf bang, Audrey terlalu panik," Ansel dapat melihat raut kekhawatiran luar biasa yang terpancar pada wajah Audrey, "Yaudah sekarang abang anter ke rumah sakit ya, insyaallah Arfan baik-baik aja,"

Sesampainya di rumah sakit, Audrey langsung berlari menuju ruang rawat Arfan dengan perasaan yang tak karuan serta ketakutan perihal mimpinya menjadi nyata.

Langkah gadis itu terhenti saat melihat ayah, bunda, dan Revan berada diluar ruangan. Perasaanya semakin tak karuan seakan ingin meledak, praduga-praduga tanpa sebab mulai memenuhi otaknya hingga linangan air mata yang selama ini tercekat mulai berjatuhan.

"Bunda? Ayah? Kak Rev? Kenapa kalian diluar? Kak Arfan kenapa?" tanya Audrey yang membuat ketiganya terkejut karena kehadiran Audrey di waktu yang menunjukkan dini hari dengan setelan pakaian piyama yang masih melekat pada gadis itu. Ansel yang berjalan dibelakang Audrey mulai ikut khawatir karena bunda menitihkan air mata.

"Bun?" panggil Audrey sekali lagi. Bukannya menjawab, bunda malah mematung yang membuat Audrey semakin khawatir hingga ia berusaha menerobos masuk ruang rawat Arfan. Ansel mencekal tangan Audrey dan membawa adiknya itu kedalam pelukannya, "tenang dulu, dokter Alzam lagi periksa Arfan,"

"Bang, kak Arfan kenapa?" tanya Audrey dengan suaranya yang parau.

"Tadi saturasi oksigennya tiba-tiba drop dan dengan terpaksa dokter Alzam harus melakukan intubasi," penjelasan Ayah bagaikan belati yang menusuk Audrey. "In-tu-basi yah?" Ayah hanya mengangguk walaupun ia tau pasti bahwa anak sahabatnya itu tidak memahami makna intubasi.

Tidak lama kemudian dokter Alzam keluar dari ruang rawat Arfan, "intubasi sudah berhasil dilakukan, saat ini sepenuhnya hidup Arfan bergantung pada ventilator," ucap dokter Alzam yang membuat Audrey menerobos ruang rawat Arfan.

Audrey ingin berteriak histeris saat melihat alat pernapasan berupa tabung endotrakeal kini menghiasi mulut Arfan, rasanya ia tak tega sekaligus tak sanggup membayangkan bagaimana rasa sakit yang kini Arfan rasakan saat selang pernapasan itu memasuki mulutnya hingga sampai pada batang tenggorokan untuk menyalurkan oksigen.

Gadis itu tak segan meraih tangan Arfan dan menciumnya berulangkali. "Please jangan kayak gini, kak," ucapnya terbata-bata.

Audrey tak lagi mampu menahan tangisnya, ia meluapkan perasaannya di hadapan Arfan. Bunda dan ayah juga masih terpukul atas kejadian ini, begitupun dengan Ansel yang hanya bisa berusaha menenangkan adiknya. Sedangkan Revan? Laki-laki itu masih diam di luar ruangan, pikirannya melayang.

"Gue yakin tadi Abang baik-baik aja, pasti ada yang nggak beres," tandasnya sebelum melangkah ke ruang cctv.

Selalu ada setetes harapan untuk keinginan yang bahkan sudah dikatakan tidak mungkin terjadi oleh semesta
16-06-2022

🎉 Kamu telah selesai membaca Aku Bukan Abang || Available Book Version 🎉
Aku Bukan Abang || Available Book VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang