HALO EVERYONE...
APA KABAR NIH AYANK? 🤪JANGAN LUPA UNTUK KLIK BINTANG DI POJOK KIRI BAWAH YA YANK, PLUS KOMENTARNYA DONG DI SETIAP PART 🤍
🍁REVAN DAN ARFAN 🍁
"Van, Lo masih belum tau kemana Arfan?" tanya Gio pada Revan saat laki-laki itu baru saja duduk dibangku keramat miliknya.
Kenapa keramat? Ya karena letaknya di posisi paling depan dan berhadapan langsung dengan meja guru. Posisi itu adalah favorit Revan, tidak seperti siswa lainnya yang lebih memilih duduk dibelakang.
Kata Revan, duduk berhadapan dengan guru justru merupakan posisi paling aman karena saat ujian, guru biasanya lebih fokus mengawasi bangku belakang.
Revan menghela napasnya kasar. "Jawaban bunda sama ayah tetep,"
Dalam posisi saat ini, Gio juga bingung karena turnamen akan segera berlangsung, tapi Arfan masih belum memberikan kabar apapun, apa mungkin mereka bisa menunjukkan performa terbaik tanpa Arfan?
"Kalau kita ganti pemain?" celetuk Ansel yang langsung mendapat atensi dari Gio, Bian, Vanda, dan Faris. Sedangkan Revan rasanya ia sudah muak jika membahas soal Arfan. "Gue rasa susah kalau kita cari gantinya Arfan, apalagi posisi Arfan sebagai point guard," sela Vanda yang memang benar.
Keenam anggota inti tim basket SMA Cempaka itu hanya bisa pasrah. Memang hanya akan ada lima orang yang bertanding, namun dua sebagai cadangan itu adalah jumlah yang sangat sedikit, apalagi jika saat ini hanya satu cadangan? Sedangkan untuk merekrut anggota baru juga bukan hal yang mudah.
"Jalan satu-satunya kita minta bantuan dari Kak Rio," saran Gio, Kak Rio adalah kapten tim basket kelas 11 SMA Cempaka. Awalnya mereka tergabung dalam satu tim, namun karena keduanya sama-sama berpotensi maka Pak Anton membagi mereka menjadi dua tim.
"Kayaknya nggak bisa Gi, mereka juga ada turnamen," sahut Bian.
"Ayolah Ser, kita balikan lagi. Gue janji nggak bakalan ngecewain lagi," ucap laki-laki dari arah belakang bangku Revan yang membuat dirinya membalikan badan dan tidak sengaja menatap bangku Arfan yang lagi-lagi kosong.
Ia merindukan sosok Arfan namun tak dapat ia pungkiri bahwa rasa marah juga memenuhi hatinya.
"Revan," panggil Serin yang kini berjalan mendekatinya diiringi dengan tatapan dari seorang laki-laki yang tadi mengucapkan kalimat yang menurut Revan klise. "Arfan belum masuk?" tanyanya yang membuat laki-laki yang sedari tadi mengawasinya mendekat.
"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam," sahut laki-laki itu dengan menunjuk Revan, Gio, Ansel, Bian, Vanda, dan Faris.
Laki-laki itu menyeringai kala hitungannya hanya berhenti pada angka enam, "mana Abang Lo yang sok alim itu? Ngilang ya?" tanyanya tepat di telinga Revan.
"Gabut banget ya sampe kakak kelas ngurusin kita?" sela Faris dengan menatap jengah laki-laki bernama Dikta itu.
Dikta tak menghiraukan Faris, ia masih memancing emosi Revan, "Ohh apa jangan-jangan dia kabur karena takut timnya ini kalah di turnamen? Cih, dasar pengecut," imbuh Dikta yang mulai membuat Revan kehilangan kesabaran. Walaupun tadi Revan juga melontarkan kata yang sama, namun ia tidak akan terima jika orang luar mengatakan hal serupa.
"Kalau Lo ngga tau apapun, mending nggak usah ikut campur," sahut Bian.
Dikta tak menggubris Bian, ia kini menatap manik gadis yang ada dihadapannya. "Lo yakin ninggalin gue demi si pengecut itu? Tim nya aja ditinggal, apalagi Lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Abang || Available Book Version
Ficção AdolescenteRevan dan Arfan, dua saudara kembar yang memiliki perbedaan sifat bak langit dan bumi. Arfan, dibalik senyum dan tatapan teduh yang selalu ia tampilkan, ternyata ada rahasia besar yang membuat hidup Revan berubah 180°. "Gue terlalu bergantung sama...