Story 19

43 9 0
                                    

Putera Mahkota nampak tak tenang di Istananya. Ia sudah berkali-kali meminta maaf namun rasa penyesalan itu masih juga terlintas hingga membuatnya merasa tidak nyaman.

"Itu adalah sebuah kesengajaan, Yang Mulia," Yul membuka mulutnya.

"Apa maksudmu dengan sebuah kesengajaan? Dia jelas-jelas tidak menghindari panahku!" Putera Mahkota berusaha mengingkari.

Puteri Mahkota yang berada disana dan sejak tadi terlihat diam menyimak percakapan mereka, disini Puteri Mahkota menangkap penyangkalan-penyangkalan yang Yul lontarkan pada Putera Mahkota, tentang bagaimana dan seperti apa.

Wajah sendu tiba-tiba menghampiri Puteri Mahkota kini, haruskah ia mulai menjauhi Byul dan menjadikannya musuh hatinya? Tapi ia percaya bahwa Putera Mahkota tidak akan melukai hatinya walaupun ia tahu bahwa selama ini ia bukanlah orang yang istimewa di hati Putera Mahkota. (ini bukan saatnya untuk sebuah cerita cinta)

"Apa Byul baik-baik saja?" Puteri Mahkota menyela berdebatan kedua sahabat ini.

Putera Mahkota menatap kearah gadis di belakangnya tersebut.

"Bukankah Byul terkena panah? Akan sangat bahaya jika panah itu menancap dalam di bahunya," imbuh Puteri Mahkota.

Putera Mahkota menghela nafas seraya duduk di tempatnya.

"Apa-apa menurutmu pendapatku salah?" tanya Putera Mahkota pada Istrinya tersebut.

Puteri Mahkota tresenyum tipis kemudian menggeleng pelan "Kita memang tidak boleh mencurigai Byul begitu saja tapi... kita juga tidak bisa mengindahkannya begitu saja, Yang Mulia."

Putera Mahkota terdiam "kau benar, aku benar-benar tidak habis pikir dengan pikiranku saat ini."

Yul menatap Puteri Mahkota yang memandang sendu kearah Putera Mahkota, Yul juga menyadari bahwa ada yang aneh dengan sikap Putera Mahkota terhadap Byul. Yul tidak ingin sikap aneh itu berubah dan menyakiti Puteri Mahkota nantinya.

*****

Keesokan harinya Putera Mahkota menjenguk sang adik—Byul, sangat pagi bahkan Byul masih terlelap hingga membuat Dayang Nam harus membangunkannya. Putera Mahkota memaksa adik kecilnya itu untuk memakan bubur yang telah di buat oleh dapur Istananya.

"Sudah??!" tanya Putera Mahkota ketika Dayang Nam berhenti menyuapkan bubur ke mulut Byul.

"Jeoha, saya merasa tidak berse—"

"Berikan padaku, aku akan menyuapkannya!!" Putera Mahkota merebut mangkuk yang di pegang oleh Dayang Nam kini.

"Jeoha..Hamba—" Dayang Nam merasa tidak enak.

"Aku tidak meletakkan racun di bubur ini, kau harus menghabiskannya atau aku akan merasa bersalah selamanya!!!" gumamnya seraya menyendokkan bubur dan menyuapkannya ke mulut Byul dengan paksa.

"Jeo—"

"Buka lebar-lebar mulutmu!! Abba-mama akan marah padaku jika aku tidak mengurusimu!!" Putera Mahkota meninggikan intonasi suaranya.

Byul menurut, rasa kantuknya benar-benar masih begitu terasa dan jika ia menurut mungkin Putera Mahkota akan cepat pergi.

.

.

.

Perut Byul rasanya benar-benar penuh dengan makanan yang terus di suapkan oleh Putera Mahkota padanya.

"Jeoha—"

"Byul-ah—" Putera Mahkota memotong cepat ucapan Byul, ekspresi wajah Putera Mahkota berubah serius kini "—Bisakah—bisakah kau memanggilku kakak, setidaknya—panggil aku kakak agar aku—agar aku tak punya alasan untuk menyakitimu kelak."

Byul diam, ia menatap Putera Mahkota yang duduk didepannya dengan ekspresi wajah menegang, ia tak begitu mengerti dengan ucapan Putera Mahkota tentang memanggilnya kakak namun ia tahu bahwa Putera Mahkota sudah bisa membaca rencana mereka, tentang pemberontakan yang mungkin akan segera dilakukan.

Bo-Min yang berdiri di luar kamar Byul terlihat mengenggam erat pedangnya dengan ekspresi wajah kesalnya, sepertinya kini ia sudah mendapat jawaban atas ucapan Ratu padanya tempo hari.

****

Raja ternyata mulai bergerak dan mulai menangkap satu persatu orang-orang yang di curigai, membuat kubu Ratu harus dengan cepat membuat rencana cadangan.

Wanita itu mengirim surat dengan cepat kepada sang ayah angkat untuk segera mempercepat rencana yang mereka buat.

"Mama—"

Ratu menoleh pada pedang perak yang tergeletak sejak tadi disampingnya, di pandanginya pedang itu dengan tatapan marah "Bagaimanapun... ini akan terjadi!"

Sepertinya tekadnya sudah bulat untuk menghancurkan semuanya, bahkan ia mengabaikan perasaan Raja padanya.

*****

Selir Agung juga mulai bergerak, wanita tersebut mulai mengawasi pergerakan Byul dan orang-orang Ratu di Istana, sasaran Selir Agung adalah Byul sebisa mungkin wanita itu harus bisa membunuh Byul baru ia merasa puas.

"Apa mereka sudah bergerak?" tanya Selir Agung.

"Sepertinya belum ada pergerakan Yang Mulia, semuanya masih terlihat sama."

"Haaa—ini menyebalkan, bagaimana mereka tidak panik setelah Raja menangkapi satu persatu bawahan mereka."

"Mama... apa saya perlu—"

"Belum saatnya, sepertinya mereka masih ingin mempertontonkan pertunjukan yang lain."

Selir Agung mengangkat cawan tehnya dan menyeruputnya "Heeeh—Apa mereka pikir semudah itu menggulingkan kekuasaan Raja? Mereka benar-benar cari mati!!!!"

*****

Tuan Han terdengar terkekeh ketika Ratu meyampaikan kepanikannya melalui surat yang dikirimkan.

"Sa-Man-ah... bersiaplah! Kita akan menuju Istana sekarang!"

"Yee."

Saat itu juga, Tuan Han menuju Istana untuk menemui anak angkatnya tersebut. Ia harus menenangkan Ratu dan meyakinkah bahwa semuanya sudah di persiapkan dengan matang.

Evening Sky (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang