Story 28

49 8 0
                                    

Byul menyiapkan tonik untuk sang ibu, tonik yang biasa sang ibu minum selama ini.

"Kau yang membuatnya sendiri?" Ratu nampak senang.

"Bukankah ibu benci jika toniknya pahit, jadi saya menambahkan madu tanpa sepengetahuan Dayang Song," Byul meletakkan mangkuk porselin itu didepan sang ibu.

"Aiigoo-ya... kau selalu tahu apa yang ibu sukai, sejak kecil kau selalu mencatat semuanya dengan baik, apa yang ibu suka dan tidak suka, Byul—" sang ibu menatap kearahnya lembut.

"Yee.."

"Ibu benar-benar minta maaf, semua ini harus terjadi tapi percayalah pada ibu Byul, setelah semua ini berakhir mari kita pergi bersama dan hidup jauh dari Istana."

Byul menunduk, ia meremas tangannya dibalik Dangui-nya.

"Mama...biarkan hamba mencicipinya," kata Dayang Song.

"Tidak usah, Byul yang membuatnya aku tidak ingin berbagi dengan siapapun."

Ratu mengangkat mangkuk porselinnya dan hendak meminumnya.

"Ibu—" Byul menyela.

"Ada apa?"

Byul kemudian tersenyum "Bisakah saya meminta sedikit tonik, ibu?"

"Kau mau??"

Byul mengangguk cepat.

Ratu kemudian tersenyum dan menyerahkan mangkuk porselin tersebut, Byul langsung menerimanya dan meminumnya tanpa ragu, gadis itu langsung menghabiskan semuanya kemudian mengembalikan mangkuk tersebut pada sang ibu.

"Yaaa!! Bagaimana kau bisa menghabiskan semuanya?! Dasar anak nakal!" sang ibu menepuk pelan kening Byul.

"Ibu,"

"Hmmm??"

"Saya ingin memberikan penghormatan yang layak pada ibu, bisakah?"

"Sekarang?"

Byul mengangguk.

"Baiklah, lakukan!" Ratu menyingkirkan meja kecil didepannya dan menatap kearah Byul.

Byul mulai berdiri kemudian menata tangannya kemudian bersujud didepan sang ibu. Ibu...maafkan aku dan terima kasih.

Byul hanya tersenyum, ia kemudian pamit pada sang ibu karena harus menyulam bersama Puteri Mahkota.

Begitu pintu kamar Ratu di tutup Byul yang sejak tadi menahan batuk tiba-tiba batuk darah dan membuat kehebohan. Ratu yang mendengarnya segera keluar dan melihat Byul tergelatak tak berdaya.

"BYUL!!!!!"

*****

Di gerbang Barat Ibukota sebuah rombongan menuju Istana terlihat, Tuan Han yang menjadi pemandu jalan berkuda paling depan. Didalam tandu Janda Mendiang Raja terlihat tertawa terbahak-bahak. Ia sudah mengira gadis itu tidak akan bisa memberikan racun pada sang ibu.

"Dasar gadis bodoh!" gumamnya.

****

Di Istana Raja juga mendengar tentang kedatangan Janda Mendiang Raja dan bersiap untuk itu, ia juga sudah menyiapkan semuanya, jika berjanjian damai tidak terlaksana mau tidak mau Raja akan melawan, semua pasukan sudah dikerahkan secara sembunyi-sembunyi.

"Kita harus bersiap sekarang," ucap Raja.

****

Putera Mahkota yang mendengar Byul meminum racun langsung berlari menuju kediaman Byul, Ratu sudah berada disana, meratapi keadaan Byul yang sekarat.

"Ibu, apa yang terjadi?" tanya Putera Mahkota.

Ratu kemudian menceritakan semuanya dan hal itu membuat Putera Mahkota marah.

"Tuan Han!!!!" serunya.

Tabib memeriksa keadaan Byul dan gadis itu tengah sekarat, racun itu tidak langsung membunuhnya namun menyiksanya secara perlahan dalam kesakitan. Setiap kali gadis itu merasa kesakitan Ratu akan memeluknya dan menenangkan gadis itu.

Raja yang juga mendengar tentang keadaan Byul menjadi sangat marah, apalagi ketika ia melihat janda Mendiang Raja berdiri didepannya, membawa gulungan wasiat dari Mendiang Raja terdahulu tentang garis keturunan penerus.

Keadaan benar-benar alot berjalan dengan negoisasi yang panjang, tentu saja Janda Mendiang Raja ingin mengembalikan semua posisi yang ada termasuk melengserkan Putera Mahkota dan menaikkan Pangeran Ketiga.

Karena negosiasi yang tak kunjung menemukan titik temu, Raja meminta Janda Mendiang Raja untuk beristirahat dan meneruskan diskusi mereka esok hari namun sepertinya tuan Han mempunyai rencana lain.

****

Didalam kamar Byul kini giliran Putera Mahkota yang memeluk Byul.

"Byul-ah...tenanglah.... tenanglah." Sakit sekali hati Putera Mahkota melihat keadaan Byul yang begitu menyedihkan.

Byul menatap Putera Mahkota dengan linangan airmata, ia mengenggam tangan pemuda itu.

Putera Mahkota memelukkan sambil menangis "Kumohon Byul, bertahanlah Byul...Kumohon jangan tinggalkan aku."

Ratu tak sanggup lagi melihat keadaan putrinya seperti itu, ia kemudian keluar dari kamar Byul.

****

Raja memanggil Putera Mahkota ke balai Istana, mendidih rasa darah Putera Mahkota melihat Tuan Han didepannya. Ia harus mengontrol emosinya atau ia akan mencabut pedangnya dan memenggal kepala lelaki tua bangka itu.

"Apa kau begitu haus akan kekuasaan? Tinggalkan saja takhta yang bukan milikmu itu!!" Pangeran ketiga berargurmen.

"Apa?? Apa yang harus ku tinggalkan? Apa surat wasiat itu benar adanya?!" balas Putera Mahkota.

"Apa kau meragukan leluhurmu, Seja?? Haaah!! Betapa angkuhnya!!" Janda Mendiang Ratu berkomentar.

Putera Mahkota menahan emosinya dengan menganggam erat sarung pedangnya.

Haaaah!! Tuan Han benar-benar lelah dengan perundingan yang tak berujung ini, ia menoleh kearah Sa-man—lelaki itu kemudian memberi isyarat pada seseorang dibelakangnya, dan tiba-tiba pasukan Istana mengepung mereka.

"Jeonha...apa yang anda lakukan?" Tuan Han buka suara "—Apa anda ingin melenyapkan kami?"

"Apa maksudmu? Itu—"

"AKKKHH!!!" terdengar suara pekikan dari luar Balai Istana.

SRINGG!!! Pangeran Ketiga mengeluarkan pedangnya dan mengacungkannya kedepan "Lindungi Janda Mendiang Raja!" serunya.

Melihat itu Putera Mahkota juga mengeluarkan pedangnya "Jaga ucapanmu!!!!"

Akhirnya perang tak bisa dielakkan lagi, Istana sekali lagi berkobar malam itu, hujan deras turun membuat depan balai Istana bagaikan kolam darah. 

Evening Sky (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang