Story 21

55 7 0
                                    

Byul sudah bersiap menuju selatan Bersama Bo-Min malam ini, sebelum pergi ia menuju ke penjara untuk bertemu sang paman. Bo-Min membantunya untuk menyusup kedalam karena penjagaan yang ketat.

Bo-Min keluar dari penjara dan melihat keadaan sekitar, ia kemudian memberi isyarat pada Byul yang sejak tadi mengamati dan menunggu isyarat dari Bo-Min.

Byul segera berlari cepat memasuki penjara, Bo-Min mengawasi diluar dengan cermat.

Byul segera mencari ruang tahanan sang paman dan menemukan lelaki paruh baya tersebut tengah meringkuk dengan kaki dan tangan di rantai. Menyedihkan sekali keadaan lelaki yang begitu berjasa dalam hidupnya itu.

"Paman..." panggil Byul seraya membuka cadar yang menutupi setengah wajah cantiknya.

Lelaki itu membuka matanya dan melihat Byul didepan kerangkengnya menatapnya dengan mata sedih.

"Gungjo..." lelaki itu berusaha untuk bergerak dengan tubuh yang begitu sakit untuk digerakkan.

"Paman—" Byul mulai menitikkan airmatanya "—Paman bagaimana ini? Bagaimana aku bisa membiarkan paman disini?!"

Lelaki itu menggeleng "Sebaiknya kau jangan disini, cepat pergi! Tempat ini berbahaya bagimu, Byul."

Byul memegang jeruji kayu didepannya erat, ingin sekali ia menghancurkan tahanan tersebut dan membawa sang paman pergi namun Bo-Min benar... situasi sangat berbahaya bagi mereka.

"Byul dengarkan paman, kemarilah..."

Byul mendekatkan telinganya lebih dekat pada mulut sang paman, lelaki itu membisikkan sesuatu dan membuat Byul terbelalak tiba-tiba.

Byul menatap sang paman seolah tak percaya dengan apa yang disampaikan sang paman.

"Tuan Han sangat berbahaya... jadi berhati-hatilah dan pergilah sejauh mungkin!" sang paman menatapnya dengan wajah yang serius.

Byul menatap sang paman ngeri, ia masih tak percaya dengan apa yang sang paman sampaikan bagaimana bisa sang kakek melakukan hal tersebut.

Tiba-tiba Byul mendengar tanda dari Bo-Min, ia segera beranjak dari tempatnya berada. Tak lama kemudian rombongan Putera Mahkota datang. Bo-Min memberi isyarat tepat pada waktunya.

***

Byul dan Bo-Min malam ini pergi menuju Kuil dimana Ibu Suri Agung berada. Mantan Ratu Agung tersebut di "Hukum" untuk mengabdikan dirinya pada Dewa setelah kematian sang suami dan pengkhianatan yang coba dilakukannya sebelumnya.

Namun perjalanan yang harusnya begitu ringan karena Byul tak harus berkelahi dan mengeluarkan pedangnya namun kali ini—ini adalah perjalanan terberatnya setelah berita besar yang sang paman sampaikan.

"Ada apa? Apa paman Geum mengatakan sesuatu?" tanya Bo-Min melihat Byul yang sejak tadi hanya diam.

Byul menoleh kearah Bo-Min dengan tatapan sendu "Mereka akan menjadikan suku chen sebagai umpan penyerangan jika semua perundingan gagal terjadi dan Bo-min akan menjadi kambing hitam sebagai aksi pengkhiantan!"

"Bo-Min-ah..." Byul menatap kearah temannya tersebut, ia benar-benar tidak tahu apa yang harus di katakannya.

"Emm..."

"Kau... kau adalah teman terbaikku dan satu-satunya teman terbaikku!"

"Ada apa denganmu, kenapa tiba-tiba kau membuatku malu," Bo-Min cenggegesan.

Byul kemudian menganggam tangan Bo-Min membuat pemuda itu terkejut "Byul-ah..."

"Kita adalah keluarga... bagaimanapun keadaannya kita adalah keluarga." Mata Byul mulai berkaca-kaca.

"Yaaa...!! Kau membuatku merinding!! Hentikan!!!" Bo-min mengibaskan tangan Byul.

Bo-Min kemudian mempercepat langkahnya, ia terlihat menghela nafas mengontrol degupan jantungnya yang berdegup dengan kencang ketika Byul memegang tangannya. Huhhhh!!!

Mereka sampai di kuil ketika dini hari. Janda mendiang Raja tersebut sepertinya sudah menunggu kedatangan mereka yang membawa kabar baik.

.

.

.

Byul memberikan gulungan kertas yang kakeknya berikan padanya sebelumnya, wanita tua itu membacanya dan senyumnya mengembang. Wanita itu kemudian menutup gulungan itu begitu saja dan menatap Byul.

"Jadi kau Han Byul?? Kau sudah besar sekarang!" tanya Ibu Suri Agung.

"Yee...mama..." jawab Byul singkat.

Wanita tua itu tersenyum "Wanita itu sepertinya memilih anak yang tepat, walaupun kau seorang budak tapi kau terlihat cantik, kau pasti akan terlihat cantik dengan sutra indah dan gelar Puteri bukan..." wanita itu menyindir Byul.

Seorang yang terlahir sebagai budak namun tertutupi oleh gelar dan pakaian mewah yang dikenakannya itulah Han Byul. Ia mendapatkan marga dari ayah angkat Ratu dan nama pemberian Ratu.

Wanita itu kemudian meraih cerutunya "Namun bagaimanapun ditutupi dengan sutra indah baunya masih begitu menyengat!!" gumamnya itu terdengar di telinga Byul.

"Mama—" Byul membuka suara "—Apakah ada balasan yang harus saya berikan pada kakek??"

"Mwo...kakek? Kau memanggil tuanmu dengan kakek?? HAHAHAHAHA—" tawa menggelegar Janda Mendiang Raja tersebut terdengar "—Aku hampir lupa jika wanita sialan itu yang bergelar Ratu memungutmu dan memberimu rumah, Aiggoo-ya...terdengar begitu menjijikkan."

Byul diam, ia berusaha menahan emosinya mendengar lontaran hinaan tersebut. Bahkan ibunya tidak pernah menyinggung tentang masalalunya.

.

.

.

Byul keluar dari kamar Janda Mendiang Raja tersebut dengan wajah dingin. Bo-Min yang sejak tadi beradi diluar kamar menunggunya segera menghampirinya.

"Ada apa? Apa wanita tua itu menganggumu lagi?" tanya Bo-Min.

Byul menatap kearah Bo-Min dengan tatapan dingin seraya menyerahkan gulungan balasan dari wanita tua tersebut "Kenapa kau selalu mengambil pedangku ketika aku memasuki kamar lembab itu!!" ucapnya kemudian.

"Aiigoo-ya...sepertinya wanita tua itu tidak juga berubah sejak dulu!!!" Bo-Min tertawa renyah diakhir kalimatnya.

Tawa renyah Bo-Min tiba-tiba membuat Byul sedih "Bo-Min-ah...kembalilah terlebih dahulu, aku harus pergi ke suatu tempat."

"Kema—" belum sempat Bo-Min menyelesaikan ucapannya Byul sudah melesat pergi sembari merebut pedangnya.

Evening Sky (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang