Bab. 10

1.2K 242 39
                                    

Karena sudah janji kl ada yg jawabannya betul bakal update lagi, nih bab berikutnya tayang.

Selamat membaca dan jangan lupa tinggalin jejak.

###

May---" Mulut Rena kaku seketika. Kata-kata yang hendak ia lontarkan untuk memanggil Mayang tertahan di tenggorokan. Matanya melotot lalu mengerjab tak percaya.

Bagaimana tidak. Di depan sana, di antara ruang tamu dan ruang tengah, Mayang terlihat sedang berciuman dengan Mahesa. Bukan berciuman dengan mengecup kening atau pipi. Namun, mereka saling menautkan bibir dan melumat.

Lengan Mahesa membelit tubuh Mayang, sedangkan Mayang mendongak menerima ciuman pria itu. Jemarinya terlihat mencengkeram dada pria itu dan entah bagaimana, tak lama kemudian jemari Mahesa terlihat terbenam di rambut Mayang, membuat ciuman mereka terlihat makin menggebu.

Astaga! Rena bahkan sampai menelan ludah kaku. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Bingung harus melakukan apa. Akhirnya ia berbalik menuju dapur sambil menepuk-nepuk dadanya yang masih berdebar terkejut.

Astaga! Mayang! Apa yang telah temannya itu lakukan? Sejak kapan gadis itu berhubungan dengan Mahesa. Jadi kecurigaannya sejak dua tahun lalu ternyata benar? Mereka mempunyai hubungan khusus. Lalu bagaimana dengan Rico? Bukankah pemuda itu dulu mendekati Mayang? Ah benar-benar rumit.

Akhirnya Rena kembali mencari panci untuk merebus mie instan. Dan entah kenapa benda itu tiba-tiba muncul di atas tempat pencucian piring. Tergantung bersama deretan panci-panci mungil lainnya. Ke mana benda itu pergi beberapa saat lalu saat ia mencarinya? Benar-benar sial. Karena panci sialan itu ia harus melihat adegan Mayang dan Mahesa yang berciuman dengan begitu panasnya. Rena mengacak-acak rambutnya dengan kesal sebelum menyalakan kompor dan meletakkan panci berisi air di atasnya.

***
Tautan bibir mereka terlepas perlahan, menyisakan napas menderu efek ciuman menggebu yang baru saja mereka lakukan. Belitan tangan Mahesa masih belum terlepas dari tubuh Mayang, membuat tubuh mereka masih melekat erat tak berjarak.

Mahesa mengulurkan jemari, mengusap wajah gadis yang memandangnya dengan tatapan sayu. Tatapan yang dua tahun lalu membuatnya gila. Hingga saat ini pun tatapan itu masih berefek sama. Pria itu tak mengucapkan sepatah kata. Hanya jemarinya yang bergerak pelan merasakan setiap jengkal keindahan makhluk jelita di depannya.

Perlahan, ia tundukkan kepala. Memberikan kecupan hangat di kening Mayang untuk beberapa saat. Membuat gadis dalam pelukannya itu memejam merasakan kedekatan mereka. Dan saat kecupan itu terlepas, pria itu membawa Mayang dalam dekap eratnya. Tanpa kata, tanpa bicara.

Mayang memejam merasakan dekapan erat Mahesa. Setelah dua tahun berlalu, inilah ciuman pertama yang terjadi di antara mereka. Ciuman ke tiga jika dihitung sejak mereka saling mengenal.

Ada rasa suka cita saat hal itu kembali Mayang rasakan. Debar itu juga masih sama bahkan kian ribut di dada Mayang. Debar membahagiakan. Namun, terkadang juga menyakitkan. Menyakitkan karena Mayang tak mungkin bisa memiliki pria itu untuk dirinya sendiri.

"Saya pulang, ya. Setelah ini kamu istirahat. Kamu bekerja cukup keras setiap harinya." Kalimat itu Mayang dengar setelah beberapa saat mereka larut dalam keheningan.

Mayang mendongak, berusaha menatap wajah Mahesa yang balas menatapnya. Pandangan teduh itu selalu membuatnya jatuh bangun mencintai Mahesa. Pria itu sejauh ini tak pernah mengucapkan kata sayang apalagi cinta. Namun, Mayang selalu bisa merasakan setiap perhatian dan kelembutan pria itu kepadanya.

"Seharusnya saya yang mengucapkan kata-kata itu."

Mahesa tersenyum.

"Beneran, Om tidak mau di sini dulu? Nanti malam saja pulang." Kalimat Mayang terdengar memohon.

The Pursuit of Perfection 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang