Di gerebek Ibu kos

568 15 0
                                    

“Enak saja mau gendong-gendong aku. Kita tuh bukan mahram Dek,” ucapku kesal.

“Berarti kalau sudah menjadi mahram, boleh dong, aku menggendong kakak?"

“Enggak.”

“Lah kan tadi kakak bilang katanya boleh kalau sudah menjadi mahram.”

“Iya, kalau yang menggendong aku itu Suamiku. Jodohku kelak.”

“Kalau Suami Kakak itu aku bagaimana?”

Lama-lama ini bocil semakin ngawur juga pembahasannya. Semakin melencong saja kalau diladeni terus.

Duh gusti!

“Aku mau pulang, kamu jangan ikuti aku. Awas ya, kalau sampe mengikutiku!”

“Kalau aku ikuti memangnya kenapa?”

“Aku bakal block nomor kamu, dan kita gak akan pernah ketemu lagi.”

“Iya iya. Aku diem deh, gak mengikuti Kakak lagi.”

“Ya sudah kamu diam disini, sampai aku menjauh dari pandanganmu, baru kamu boleh pergi.”

“Iya Kakak cantik.” Ucapnya sambil menyengir memamerkan gigi putihnya.

Hais.

Bu! Ana mau balik kampung saja lah, disini digoda sama bocil hu hu hu.

Aku pun berjalan dengan langkah cepat agar bisa secepatnya sampai di kosan. Lelah sudah ku berjalan jauh menghindari Bara, siapa lagi kalau bukan bocah tengil itu. Lima belas menit sudah berjalan, akhirnya sampai juga didepan pintu asrama putri. Buru-buru aku buka gerbang itu dan masuk. Sewaktu berbalik badan hendak menutup gerbang, aku dikagetkan dengan kehadiran bocah itu lagi.

Lebih tepatnya Bara. Mau apa dia kesini? Bukannya tadi sudah buat perjanjian kalau dia berani mengikutiku, aku tidak segan untuk memblock nomornya dan tidak akan pernah melihatnya lagi.

“Kamu?! Ngapain kamu mengikutiku sampai kesini? Kan tadi sudah buat perjanjian kalo-”

Ucapan ku dipotong olehnya.

“Sssttt! Kakak jangan berisik dong. Aku mau menumpang ke toilet sebentar boleh ya?”

“Ish, kan ada toilet dikampus. Balik kesana saja lagi.”

“Gak bisa Kak, ini sudah diujung tanduk.”

“Huh, ya sudah ya sudah. Tapi jangan lama-lama, dan jangan berisik. Aku takut ketahuan sama Ibu kos disini.”

“Ibu kosnya juga tinggal disini Kak?”

“Iya, tuh disamping ku tempat tinggalnya. Ya sudah cepat, aku mau istirahat.”

Mau tidak mau aku pun memberikan izin Bara untuk buang hajat ditoilet dalam kamar kos ku. Dengan berat hati aku mengizinkannya, meskipun aku tahu resikonya kalau sampai ketahuan dengan Ibu kos aku bakalan di usir dari kosan ini.

Lagian kenapa juga aku bisa mau-mauan saja menerima dia masuk ke dalam kamar kos ku. Ah entahlah, aku juga tidak tega buat menyuruhnya untuk balik lagi ke kampus dengan kondisi yang sudah diujung tanduk.

“Jangan lama-lama, Bar.” Ucapku yang kini tengah duduk di ruang tamu menunggu Bara keluar dari toilet kamarku.

Pintu kamar kos ku sengaja ku tutup, supaya tidak ketahuan kalau aku bawa laki-laki masuk ke dalam kamar ini. Aku tidak mau jadi panjang masalahnya kalau sampai ketahuan. Beberapa saat kemudian, Bara muncul dari bilik toilet kamarku. Terlihat rambutnya juga basah. Kenapa dia jadi kelihatan tambah ganteng ya kalau begitu. Eh.

“Duh, lama banget sih kamu, Bar. Aku takut Ibu kos nya dengar suara kamu disini.”

“Aku diam saja kok dari tadi, Kakak nya saja yang mengoceh mulu.”

“Kamunya yang buat aku jadi mengoceh mulu, kan sudah ku katakan jangan mengganggu hidupku, Bar. Jangan mengikutiku lagi, tapi kamu malah ingkar janji.”

Bara hanya diam tertunduk lalu ikut duduk disampingku yang kini tengah selonjoran dibawah.

Tok

Tok

Tok

“Ana! Kamu bawa siapa masuk ke dalam kosan?”

Tiba-tiba suara ketukan pintu dan suara panggilan dari Ibu kos. Pemilik kosan putri ini. Bagaimana aku harus menjelaskan padanya nanti.

“Tuhkan, gara-gara kamu sih Bar. Kamu ngumpat buruan.”

“Kok aku sih Kak, aku mau ngumpat dimana? Disini gak ada tempat untuk bersembunyi.”

Iya juga sih, ruang tamu kosan ini kan hanya berukuran sepetak. Itu juga gak ada barang-barang apapun disini selain karpet dan meja belajar.

“Ana!!! Saya hitung sampai tiga kalau kamu gak jawab, saya dobrak pintu ini!” Teriaknya dari luar.

“Duh bagaimana dong, Bar? Aku takut di usir dari sini.”

“Sudah tenang saja Kak, kalau nanti Kakak di usir aku bakal carikan kosan lain yang lebih bagus dari ini.”

BRAKKKK

“Astagfirullah! Ana! Kamu bawa lelaki masuk ke dalam kamar kosan? habis ngapain saja kamu disini?!”

“Astagfirullah, usir saja Bu. Malah jadi bikin sial disini. Lihat tuh rambut cowo nya basah. Pasti dia habis berbuat mesum.”

“Gak bisa dibiarkan Bu, kita harus panggil RT setempat.”

“Baiklah, saya akan telepon Pak RT untuk datang kesini."

Aku yang dipergok habis-habisan oleh Ibu kos dan juga tetangga sebelah tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya tertunduk malu. Bara pun hanya diam saja tak berkutik. Ini semua gara-gara dia, kalo dia gak maksa buat masuk ke dalam kamarku kejadian ini gak akan terjadi.

Beberapa saat kemudian, datanglah Pak RT dan juga anak dan Istrinya. Lengkap sudah penderitaanku kali ini. Seperti habis berbuat kotor aku dipandang mereka. Begitu menjijikan diriku bagi mereka yang tidak tahu kebenarannya. Mau kujelaskan bagaimana pun membela diri juga percuma. Mereka bahkan tidak memberikanku kesempatan untuk berbicara.

“Sebaiknya kita nikahkan saja mereka, dari pada nantinya akan berdampak kesialan pada penghuni kosan lain dan warga sekitar," ucap Pak RT.

Aku dibuat kehabisan kata-kata. Masa iya aku harus menikah sama Bara?

“Tunggu dulu pak, saya bisa jelaskan yang sebenarnya. Kalau saya dan Bara itu tidak melakukan hal-hal diluar pernikahan. Kita hanya-"

“Diam kamu! Sudah berbuat mesum masih saja membela diri seakan tidak terjadi apa-apa. Sudah Pak RT buruan kita nikahkan mereka," bentak Ibu kos memotong ucapanku.

Hatiku bagai tertusuk duri ketika diperlakukan seperti hewan yang habis tercebur got lalu terlihat oleh manusia. Bara juga sedari tadi hanya diam saja dan tidak membela sama sekali. Apa dia senang mau dinikahkan denganku? Ini kan yang dia mau?! Ayah, Ibu, maafkan Ana.

“Ayo cepat kalian ikut kami ke rumah Pak Ustadz untuk segera dinikahkan.”

Ucap Pak RT sambil memboyong aku dan juga Bara keluar dari kosan menuju rumah Pak Ustadz yang jaraknya tidak jauh dari sini dengan berjalan kaki.

“Bar, kok kamu diem saja sih?! Kamu senang kan? Iya kan?! Aku kecewa sama kamu!" tuturku sambil berjalan, tanpa terasa aku menitikkan air mata.

Tiba-tiba saja tangan Bara terangkat dan mengusap air mataku. Aku tak luluh dengan tindakannya.

“Maafkan aku Kak, semua salahku," ucapnya tertunduk sedu.

“Sudahlah, Bar. Semuanya sudah terjadi," kataku sambil membuang wajahku ke arah depan.

Dinikahi BocilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang