Siang ini, aku sudah berada didalam kosan ku yang lama. Bara juga bersamaku sekarang. Kami berdua tengah mengemas barang-barang untuk pindahan ke kosan yang baru. Lebih tepatnya sih mengemas barang-barangku seorang haha! Iya, Bara membantuku mengemasi semuanya.
Dia bagian mengemasi buku-buku dan barang-barang lain seperti beberapa map tas dan juga sepatu, sementara aku bagian mengemasi pakaianku dan beberapa peralatan mandi serta skincare tak lupa. Cukup banyak rupanya barang-barangku, sampai ada dua koper berukuran besar. Namanya juga cewek, memang ribet dan banyak maunya. Tapi kok bisa Bara deketin aku, Sementara yang dibilang Arka kalau Bara gak suka dengan cewek yang ribet. Aku kan ribet, terus kenapa dia deketin aku, Aneh memang.
“Yuk, Kak. Sudah selesai semua kan?”
“Sudah, yuk berangkat!”
Aku membawa satu koperku, sementara yang satu lagi dibawa oleh Bara sambil membawa tasnya. Duh, Bara. Aku jadi cinta. Eh.
“Kalian serius mau pindah kosan?” Tanya Ibu kos seraya aku dan Bara menyerahkan kunci kamar.
“Iya, Bu. Kami mau pindah karena sekarang kami tinggal berdua. Jadi kami membutuhkan kamar yang lebih besar.” Kali ini Bara yang turun tangan bicara padanya. Huh, sebetulnya Bara ketakutan gara-gara semalam aku kerjain. Hahaha!
“Ya sudah kalau begitu.”
“Baik, Bu. Kami berdua permisi, assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.” Jawab Ibu kosan dengan ketus.
Kemarin aku dan Bara sempat di usir dari sini, sekarang malah gak pengen kami pergi. Lagi pula aku juga sudah tidak betah tinggal dikos ini. Karena lingkungannya yang kurang bersahabat, dan lagi Ibu kos nya juga tidak ramah. Aku jadi susah kalau ada perlu apa-apa. Beruntung sekarang aku sudah ada Bara.
Jadi, kalau ada apa-apa tinggal minta tolong sama dia. Suamiku, tolongin aku dong. Ahay! Eh.
“Kita mau pindah ke kosan mana sih, Bar?” Tanyaku sambil berjalan menyusuri jalanan beraspal.
“Di seberang kampus kita, tempatnya lebih bagus dan lebih besar juga.”
Benar dugaanku, pasti dia mau bawaku pindah kesana.
“Ya sudah, aku ikut saja. Yang penting kamu yang bayar semuanya.”
“Iya, Kakak sayang.” Ucapnya sambil mengedipkan matanya ke arahku. Dasar buaya!
“Genit ya kamu!”
“Gak apa-apa. Kan sudah halal.” Jawabnya santai. Aku tidak membalas ucapannya. Sesaat kemudian dia bicara lagi.
“Kak!”
“Iya?”
“Kakak aku perhatikan kok gak punya teman ya?” Tiba-tiba dia menanyakan hal itu.
“Iya, kenapa memangnya?”
“Enggak. Aneh saja begitu, biasanya kan cewek suka punya geng. Tapi aku perhatikan Kakak gak punya satupun teman cewek.”
“Aku memang gak mau punya teman.”
“Kenapa?”
“Aku pernah kehilangan sahabat terbaikku.” Jawabku lirih.
“Kok bisa?” Tanyanya makin penasaran dengan kisah hidupku. Duh mancing aja nih anak buat buka privasiku.
“Bisa lah, lagian kamu kenapa sih tiba-tiba tanya tentang hidupku?”
“Ya, mau tahu. Kan aku sudah jadi Suami Kakak. Jadi, apapun yang berhubungan dengan Kakak aku harus tahu semua. Termasuk mantan-mantan Kakak juga.”
Ucapannya dikalimat terakhir terdengar sendu di telingaku.
“Iya, iya. Aku paham, tapi sayangnya aku gak punya mantan.”
Tiba-tiba dia menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku. Kenapa jadi berhenti disini? Kan kosan nya ada didepan sana.
“Kakak serius? Masa sih Kakak gak punya mantan?” Tanyanya seolah tak percaya dengan ucapanku barusan. Heleh, belum tahu saja dia. Sudah berapa banyak cowok ku tolak semua demi menjaga jodoh impian. Haha!
“Iya serius. Kenapa sih?”
“Ya, masa cewek secantik Kakak gak punya mantan. Gak ada orang yang percaya lah Kak.”
“Aku memang gak punya mantan, tapi....”
“Tapi ada banyak? Gitu?”
“Tapi aku sering tolak.”
“Hah? Yang bener Kak? Ha ha ha.”
“Gak ada yang lucu! Kamu gak usah ketawa!”
“Kasihan ya mereka, gak bisa dapetin kakak.”
Terus kamu bangga gitu? Setelah mendapatkan aku. Enggak juga kan?
“Aku seneng deh, jadi yang pertama dan terakhir buat Kakak.” Et et buaya nya mulai muncul nih.
“Gak usah baper. Aku juga belum cinta sama kamu.”
“Yakin belum cinta? Nanti kalau tiba-tiba tergila-gila sama aku bagaimana?” Ucapnya sambil tersenyum menyeringai menampilkan gigi putihnya. Duh kok jadi manis gitu sih, Bar. Eh.
“Ah kamu kalau ngomong suka over deh.” Balasku cuek. Sengaja, dia tuh kalau ditanggapi baper malah tambah pede tingkat dewa.
“Tapi itu fakta kok, banyak cewek yang tergila-gila sama aku.” Ucapnya bangga. Iya, menurutmu seorang.
“Terus mana ceweknya sekarang?”
“Ya, mereka kan hanya mengejar-ngejar aku, tapi gak sempat aku terima.”
“Kenapa memangnya?”
“Soalnya mereka semua pada lebay.”
“Kayak kamu gak lebay saja, huh.”
“Beda, aku kan lebay nya hanya sama Kakak aja. Hehe.” Ucapnya sambil mengedipkan mata. Aku mencubit pinggangnya, rasain. Makanya jangan gombal melulu.
“Aw... Sakit, kak.” Keluhnya.
“Biarin, siapa suruh gombal mulu.”
“Tega banget sama Suami, aw.... masih sakit nih kak. Perutku..... aduh!” Tiba-tiba dia jadi keterusan meringis kesakitan. Apa aku keterlaluan ya?
“Yang mana, Bar yang sakit?” Aku mencoba menolongnya. Duh malah aku yang jadi ketakutan gini.
“Yang ini, Kak. Aw... sakit.” Sambil menunjuk ke bagian perutnya yang sakit.
Duh, mana masih dipinggir jalan pula. Mau gak mau harus cari tempat buat duduk nih. Sambil ku bopong tubuhnya Bara, aku mencari tempat duduk disekitar kami. Sepertinya memang tidak ada. Kalau begitu harus kupercepat jalannya agar cepat sampai ke kosan.
“Bar, jalannya agak cepat ya! Aku bantu pegangin, biar cepat sampai kosan.”
“Iya, kak. Duh... sakit!” Dia terus meringis kesakitan.
Aku jadi menyesal karena sudah menyubit nya. Apa dia punya penyakit dibagian perut ya? Duh, aku jadi takut begini sih. Bar, maafkan aku, Suami kecilku yang malang. Aku menyesal melakukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Bocil
RomancePernikahan yang terjadi setelah adanya penggerebekan di dalam kosan.